Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Sisi Lain Jalan Raya, antara Muatan Berlebih dan Faktor Kerusakan Jalan

29 Mei 2022   18:52 Diperbarui: 30 Mei 2022   16:01 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu jalan rusak di wilayah Jalan Ir Soekarno atau biasa disebut jalan lintas barat (Jalibar), Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur.(KOMPAS.COM/Imron Hakiki)

Just Sharing....

Jalan raya adalah infrastruktur berharga. Mulai dari cara membuatnya dan bagaimana merawatnya agar terus digunakan adalah pekerjaan yang tak ada habisnya. 

Dua kata tepat untuk menggambarkannya adalah berkesinambungan dan mahal. Itulah mengapa ada biaya peningkatan dan pemeliharaan jalan dianggarkan oleh pemerintah setiap tahun, membuat para pemilik kendaraan pun wajib membayar pajak setiap tahun.

Dari sebuah jalan raya sebagai dasarnya kemudian dibangun fasilitas pendukung untuk memaksimalkan fungsinya. Infrastruktur jalan tol, traffic light, bundaran, jembatan penyeberangan orang dan lainnya. 

Kerusakan jalan oleh kelebihan beban kendaraan seperti truk ODOL (Over Dimension Over Loading) adalah persoalan klasik yang terjadi di jalan raya. Dibilang klasik karena seakan tak ada habisnya. 

Pungli oleh oknum pegawai di jembatan timbang terhadap truk dengan tonase berlebih sudah bukan rahasia lagi di kalangan sopir ekspedisi barang. 

Memang ada sebagian yang ditindak dan dibuatkan surat dispensasi, membayar denda dan masuk ke kas negara. Namun ada juga satu dua yang lolos dengan menyusupkan nominal rupiah.

Dengan alasan efisiensi, para pengusaha dan operator kendaraan kadang menaikkan muatan berlebih sembari berharap semoga lolos. Bila pun tidak, masih bisa dicoba dengan ibaratnya uang pelicin ala-ala uang rokok atau uang pulsa. 

Namun bagaimana hubungan teknis antara beban berlebih muatan dengan perhitungan kerusakkan jalan?

Keberadaan jembatan timbang di setiap kabupaten dan kota punya fungsi penting tak hanya untuk pengendalian muatan angkutan barang, tapi bila berlebih akan berdampak langsung memperpendek umur jalan. 

Diawali dulu dari bagaimana sebuah jalan raya dibuat. Secara umum infrastruktur jalan terdiri atas dua jenis, yaitu jalan beraspal dan jalan beton. 

Di Indonesia, mayoritas jalan raya menggunakan aspal sebagai pelapis atas yang biasanya dinamakan perkerasan lentur. Lentur karena ketika dilintasi roda kendaraan, struktur lapisannya akan melentur. 

Kalo jalan beton yang disebut perkerasan kaku lebih mahal biaya konstruksinya dibanding jalan beraspal. Oleh karena itu pemerintah jauh lebih banyak membangun jalan beraspal dibanding jalan beton. 

Tapi kalo mau tahu jalan beton kayak gimana, lihat saja landasan pesawat di bandara. Struktur dan penampakannya kurang lebih semacam itu. 

Dokpri
Dokpri

Ketika bikin struktur jalan berlapis aspal biasanya sudah direncanakan umur jalan itu untuk berapa tahun ke depan masih layak. Misal 10 tahun atau 20 tahun, tergantung apakah itu jalan arteri, kolektor atau jalan lokal. 

Meski cuaca yang bisa berakibat banjir sehingga jalan terendam air, faktor kerusakan oleh beban lalu lintas berlebih menjadi faktor terbesar penurunan fungsi jalan. 

Dan dimensi kendaraan yang melintas, roda-roda kendaraan yang paling berpengaruh karena beban muatan bertumpu di roda yang menekan permukaan jalan. 

Karena itu dalam perhitungan teknis bagaimana merencanakan tebal lapisan permukaan jalan yang biasanya disebut tebal perkerasan, muatan sumbu terberat ( MST) beraneka tipe kendaraan diasumsikan sebagai angka ekuivalen. 

Sumber Achmad Makmur_WordPress
Sumber Achmad Makmur_WordPress

Dari gambar di atas, secara garis besar tipikal kendaraan ada yang sumbu tunggal maupun sumbu ganda di mana beban terdistribusi akan menekan permukaan jalan. 

Beban-beban ini akan menghasilkan angka ekuivalen yang dimasukkan dalam tahap-tahapan perhitungan menentukan tebal lapis perkerasan untuk umur jalan sekian tahun. 

Tahapan menghitung

Bagi yang belum pernah mendapat ilmu teknis soal perencanaan perkerasan jalan atau pun bekerja di bidang tersebut, di bawah ini hanyalah sedikit sharing pengetahuan dari apa yang dipelajari dulu. 

Sebagian besar jalan di Indonesia adalah perkerasan lentur sehingga analisa beban muatan sumbu tunggal atau sumbu ganda lebih banyak digunakan dalam perencanaan tebal lapisan jalan termasuk overlay, yakni istilah untuk meninggikan permukaan jalan lama. 

Secara singkat yang dihitung duluan adalah lalu harian rata-rata (LHR) dari semua jenis kendaraan yang melintas. 

Kemudian akan dihitung Lintas Ekuivalen Permukaan (LEP) yakni jumlah lalu lintas ekuivalen harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton (8160 kg) pada jalur yang direncanakan pada awal umur rencana jalan.

Oh ya 8,16 ton dianggap sebagai beban standar sehingga beban kendaraan baik pada sumbu tunggal atau pun sumbu ganda akan dibagi dengan 8160 kg dikalikan koefisien distribusi jenis kendaraan dalam sebuah rumus. 

Sudah mulai pusing ya? Hehe, santai aja kakak. Ini rumusnya agak banyak jadi tidak ditampilkan semua

Lalu berlanjut dihitung lagi LEA (Lintas Ekuivalen Akhir) dengan rumus yang hampir sama yang diprediksikan terjadi pada akhir umur rencana jalan. 

Setelah LEP dan LEA didapatkan, akan dihitung LET ( Lintas Ekuivalen Tengah) di mana LET = (LEP+LEA) dibagi dua. 

Data LET ini akan digunakan untuk mendapatkan LER (Lintas Ekuivalen Rencana) di mana LER = LET dikalikan FP (Faktor Penyesuaian). 

FP adalah umur rencana jalan dibagi 10 di mana angka 10 adalah konstanta. Misal umur jalan 20 tahun, berarti FP = 20/10 = 2. Dengan kata lain LER/ LET = UR / 10. 

Langkah selanjutnya adalah menghitung Daya Dukung Tanah (DDT) dasar yakni tanah dasar di bawah permukaan jalan dengan metode pengujian CBR. Nilai CBR di lapangan (di lokasi jalan) akan disesuaikan dengan grafik nomogram DDT. 

Biasanya grafik korelasi DDT-nya sudah ada, jadi tinggal di tarik lurus mendatar saja antara antara grafik CBR akan ketemu nilai korelasi DDT nya. 

Kemudian dicari FR (Faktor Regional) di lokasi jalan terkait cuaca, kelandaian, dan sebagainya. FR juga sudah ada tabelnya jadi tinggal sesuaikan aja. 

Lalu tahap selanjutnya mencari Indeks Permukaan (IP). IP biasanya sudah ada tabelnya jadi hanya menyesuaikan berapa LER-nya, dan jenis jalannya apa (arteri/kolektor/lokal) dan jenis lapis permukaan aspal serta kekasarannya, maka nilai IP didapatkan. Ada IP awal dan IP akhir.

Hmm....agak panjang ya tahapan hitungnya, hehe. Makanya umumnya diajarkan setelah dasar-dasar geometrik jalan. Perlu siap tabel dan grafik jadi tinggal menghitung sambil lihat dan cocokkan dengan tabel. 

Apa sudah selesai? Belum lagi dikit....Tahap berikut hitung Indeks Tebal Perkerasan (ITP) karena LER, DDT, FR dan IP sudah diketahui tinggal menyesuaikan pada nomogram yang ada untuk menentukan ITP. 

ITP adalah indeks yang menentukan total tebal perkerasan jalan dari akumulasi tebal lapis permukaan, lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah. Tebal lapis per lapis ini biasanya diinisialkan dengan notasi D1, D2 dan D3 dalam satuan cm dengan sebuah rumus. 

Di biasanya tebal lapis permukaan atas, D2 tebal lapis pondasi atas dalam cm juga dan D3 tebal lapis pondasi bawah. 

Demikian kurang lebih tahapan nya. 

Bagaimana pengaruh beban muatan berlebih yang melintas? 

Pada desain awal perencanaan tebal perkerasan jalan menggunakan beban muatan normal atau yang disyaratkan untuk klasifikasi jalan tersebut. 

Dalam prakteknya tanpa pengawasan sempurna, kendaraan yang melintas membawa beban muatan berlebih sehingga nilai LER awal yang digunakan dalam perencanaan akan berbeda dengan LER muatan berlebih. 

Otomatis nilai LET-nya juga akan berbeda sehingga hasil perhitungan ITP juga berubah bila menggunakan muatan normal dan bila memakai data muatan berlebih (dari hasil survei di lapangan). 

Dari tulisan di atas di mana LER/LET = UR/10 maka UR ( Umur Rencana) jalan = (LER x 10) dibagi LET. Bila LET semakin besar, nilai UR pun akan semakin mengecil. 

Padahal biaya peningkatan jalan dan overlay membutuhkan anggaran yang cukup besar setiap tahun karena fungsi jalan diharapkan sesuai perencanaan. 

Dari sinilah setidaknya jelas ada keterkaitan antara fungsi jembatan timbang, kebijakan ODOL dan umur rencana jalan demi meminimalisir kerusakan jalan. 

Baca juga :"Ridwan Kamil dan Emmeril Khan, Pergi Bahagia Pulang Sedih" 

Salam

Brader Yefta

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun