Banyak orang tertawa melihat 'pertunjukkan' orang lain, tapi tidak cukup kuat untuk menertawakan masalahnya sendiri
Quote di atas ini status WA seorang teman, beberapa bulan lalu ketika Corona mulai merebak di mana -mana. Sontak saya sedikit tersentil kala membaca. Dalam hati, iya juga sih. Mengapa tak sedikit dari kita seakan mengamini pernyataan itu dalam kehidupan sehari-hari.Â
Siapa yang punya masalah dalam hidupnya? Maaf tidak usah unjuk jari atau angkat tangan...Kalimat pertanyaan itu hanyalah menegaskan bahwa tanpa di tanyakan, diminta, di WA atau phone a friend, problematika hidup ibarat pakaian yang dikenakan sehari-hari.Â
Kadang mudah terekpsresi dari luar layaknya kemeja, celana atau gaun di badan seseorang. Kadang pula tersembunyi (atau disembunyikan) seperti pakaian dalam yang tak terlihat orang lain, namun mengikutinya ke mana-mana.Â
Lepas satu ganti satu. Ukuran dan warna bisa sama, kadang juga berubah. Tergantung dinamika hidup pemiliknya.Â
Mari coba luangkan watu sebentar...(ngga maksa ya), melihat dengan cara pandang yang baru terhadap problem hidup yang mendera. Di saat ini, di akhir Bulan Desember 2020 ini. Bila memang stok masalahnya kosong, coba cek toko sebelah..hehe
Maksudnya orang -orang terdekat di sekitar kita, siapa tau tengah berhadapan ombak kehidupan. Sama-sama berperahu berlayar di lautan. Hanya saja mungkin kebetulan perahu kita kokoh, namun perahu lain berada dalam zona bahaya, Penandanya suara isyarat : kapal oleng bos.
Berada dalam pengibaratan kondisi seperti itu, respon bisa beraneka macam. Tak sedikit  yang akan  terus fokus sama bahtera agar tak oleng juga diamuk badai. Ibaratnya : Gue mau nolong Lue, tapi kondisi Gue juga berat. Maaf ya."
Meski demikian, tak menutup kemungkinan, siaga bantuan dan tindakan bisa datang dari yang lain. Namun karena hidup terus berjalan, mereka yang dulunya empati, bisa jadi suatu saat, karena pertimbangan tertentu, Â tak lagi punya cukup stok kepedulian lagi. Udahan nya membiarkan bergelut sendiri.Â
Masalahnya apa dan mengapa perlu tertawaÂ
Satu kepastian di bumi, selain manusia yang terus beranak pinak, yaitu masalah. Alasannya ya karena nempel kayak bayangan. Dari lahir sampai kembali masuk ke tanah, ngikuttt terus pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Hadir terus bos ku.Â
Kau datang dan pergi sesuka hatimu. Oh kejamnya dikau problemo hidup. Beraneka dampaknya. Kadang cuma ibarat angin sepoi-sepoi. Namun bisa aja menjelma jadi puting beliung, tornado, tsunami hingga retak -retak di perode tertentu dalam kehidupan. Â
Efeknya hati juga dapat retak. Masalah diputus pacar, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, sampai Desember tetap kelabu meski sudah tambah pandemik Corona. Nunggu jodoh ngga datang-datang, yang sudah bertunangan malah bisa lepas kayak perahu di dermaga. Perih taukk!
Tsunami PHK menghanyutkan banyak pekerja dan pegawai keluar dari tempat bekerja, yang dulunya ibarat rumah kebanggaannya. Satu persatu sahabat pergi dan tak kan pernah kembali. Itu bukan hanya lirik lagunya Om Iwan Fals di Ujung Aspal Pondok Gede. Tapi realitas di dunia sekuler mulai Bulan April hingga Akhir Desember 2020 ini.Â
Perusahaan tergoncang, rumah tangga keluarga -keluarga di Indonesia juga ikut bergoyang. Bukan goyang yang bikinn mana tahan, tapi tahannya sampai mana. Sampai akhir tahun ini kah? Sampai Bulan Februari 2021 kah? Atau sampai kapannnn.....?Â
Tak ada yang bisa menjawab. Mau tanya sama rumput yang bergoyang, eh sudah dicabut sama Opa Ebiet G Ade. Â Si rumput bete dan bosan. Telah puluhan tahun dirinya direkomendasikan terus bila tak ada yang mampu menjawab..Ups!
Jadi mengapa perlu tertawa, mungkin ini jawaban nya :Â
1. Sumber masalah mungkin masih tetap ada, tapi dampak psikologis nya berkurang.Â
Jujur ya,manusia itu sangat berpengaruh pada apa yang dilihat,apa yang didengar, apa yang orang katakan, dan cara pandang terhadap diri sendiri. Ketika informasi dari luar itu  sifatnya baik, efeknya bikin bahagia. Namun Bila sebaliknya,bisa bikin depresi dan stress yang mengganggu psikologis.Â
Menertawakan masalah yang timbul karena tak terjadi sesuai harapan (rencana), adalah tindakan mengalihkan fokus dan konsentrasi terhadap masalah, kepada sesuatu yang bikin seseorang tertawa lepas.
 Sesuatu itu bisa berarti lelucon, pertunjukkan komedi, percakapan dan saling lempar banyolan lucu di WA Grup,tayangan film dan musik, atau sebuah buku bacaan humor. Nah makanya kenapa tayangan komedi selalu laris manis, mungkin banyak penontonnya sedang pikul masalah..hehe.Â
Logikanya imbas dari pelarian masalah ke sejumlah kegiatan ini, tidak membuat sumber problem itu menghilang, tapi dampak problem terhadap diri sendiri akan sedikit berkurang. Biasanya akan mendapatkan cara pandang baru atau solusi lain terhadap kasus masalah, karena efek pikiran yang agak fresh dikit sehabis tertawa.Â
Kebanyakan orang mikirin problem hidup kadang sampai lupa makan dan lupa tidur. Udahannya selain psikologisnya terganggu, gangguan kesehatan lain adalah asam lambung naik, sakit maagnya kambuh, jantung berdebar-debar, dan akibat lainnya.Â
Nah lho...bahaya kan!Â
2. Menertawakan masalah, menunjukkan bahwa kita mengalahkan masalah dan bukan dikalahkan oleh masalah.Â
Masalah bisa terjadi karena dampak dari luar yang masuk ke kehidupan kita. Contoh nyatanya adalah Virus Covid 19. Ngga ada yang request, satu dunia terganggu. Tapi kita juga sadar, kadang masalah terjadi lantaran khilaf seseorang. Tau sesuatu itu salah, ngga benar, tapi diterobos juga. Ujungnya repot sendiri dan ngerepotin yang lain.Â
Setelah sadar akar masalahnya dan dalam proses menyelesaikannya, ada baiknya belajar menertawakan. Contoh simpelnya berkaitan dengan tragedi Covid yang meruntuhkan sendi perekonomian, banyak meme dan stiker berbau jenaka soal nama - nama bayi yang lahir selama masa pandemiki seperti Ahmad Covidus, Corona Coronawati.Â
Ada lagi  kepanjangang PSBB (Pendapatan Sedikit Pengeluaran Banyak) dan kiasan humor soal cinta tak drestui keluarga, seperti ungkapan : Cintaku di lock down.Tanpa sadar, beraneka kreasi ini membikin sedikit dan tawa di tengah kesulitan hidup karena selama pandemi.
Sama caranya juga dengan menertawakan diri sendiri, Â bila diri sendiri penyebab masalah. Salah satu cara dengan penyesalan bernada jenaka : Kok bisa saya sekonyol itu, Alangkah lucunya diriku,"hehe
Kedengarannya aneh, tapi banyak kok yang mengatakan seperti itu pada diri sendiri. Tak sedikit yang lain malah tertawa kala mengenang kesalahan dan kekonyolan diri.Â
Maksudnya adalah masalah yang sudah terjadi, ya tetap di hadapi, tapi mbok ya, jangan sampai menghancurkan semua mu... termasuk harapanmu  untuk bangkit...berjalan lagi.....dan akhirnya berlari kembali dalam lintasan kehidupan.Â
Mungkin begitu saja.Â
Jadi...sudah bisakah menertawakan masalah?Â
Yukk sama -sama kita coba karena Indonesia butuh ketawa
HA...HA...HA....HA...HA
Salam,Â
26/12/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H