Just Sharing...
Maaf, sekali lagi maaf.Â
Sebagai anak daerah yang merantau ke kota besar sekian tahun lalu, saya agak sensitif sama kata salah satu hewan ini. Bahkan saya pernah ribut ketika seseorang melontarkan kata ini pada diri saya. Dibalik makna apapun yang terkandung pada kata binatang berkaki empat ini, rasa - rasanya terlalu kurang di ajar bila terucap dari lidah seseorang.Â
Kini ketika anjay menjadi polemik di masyarakat, saya tiba -tiba ketiban heran. Pertanyaan pertama adalah apa tidak ada kata yang lebih pantas dari itu? Selanjutnya yang kedua adalah melihat geografi wilayah Indonesia yang memanjang dari Sabang sampai Merauke, mengapa istilah yang bermakna negatif oleh warga di kota besar , harus bermigrasi ke ranah verbal anak -anak di daerah?Â
Apakah identitas bahasa sehari -hari hanya mengacu ke penduduk Indonesia di Jakarta dan Jawa Sentris, hingga anak -anak muda dan anak -anak usia sekolah dari ujung barat sampai timur harus membahasakan itu agar terkesan modern dan gaul?Â
Alangkah baiknya tidak seperti itu. Bahasa gaul atau komuniikasi slang bisa menjadi tren sesaat dalam rentang generasi tertentu, tetapi dampaknya akan terwarisi.
Lihat saja anak -anak keci pada masa kini. Â Tak usah jauh -jauh mutar TV atau nonton you tube. Tak perlu juga cek ricek di IG atau face book. Amati saja anak -anak sekolah usia TK, play grup bahkan usia SD dan SMP. Sadarkah bahwa segelintir di antara anak atau cucu -cucu ini, ada umpatan kata AN**Y atau ANJ**G keluar dari lidah kecil mereka. Â
Ini 3 Alasan mengapa tak elok membiasakan kata - kata seperti ini :Â
1. Tidak semua keluarga mengajarkan dan membiasakan perkataan itu dalam tumbuh kembang si anak
Ini mungkin alasan yang logis. Ketika orang tua yang membesarkan si anak dan budaya yang tumbuh di dalam keluarga besar mengharamkan perkataan makian dengan menggunakan nama -nama hewan, atau makian fisik lainnya, akan merasa terbeban ketika suatu saat terdengar itu dari mulut si anak.
Wajar itu. Lantaran manakala si buah hati tumbuh dengan nilai -nilai kebahasaan yang diwariskan keluarga, di situ salah satu ukuran keberhasilan orang tua dalam mendidik sang anak. Harapannya akan turun temuun budaya santun dalam berbahasa itu di wariskan.Â