Hidup ya gitu, ada naik ada turun, bagianmu adalah beradaptasi dengan perubahan --termasuk berubah dari risih bin aneh mengenakan masker dan perlengkapan lain, demi alasan kesehatan.
Quote di atas pernah saya tuliskan di status WA, di Bulan April lalu. Kita tahu bersama bahwa pasien positif pertama di umumkan oleh pemerintah di awal Bulan Maret 2020.
Setelah info resmi yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan itu, beberapa daerah Indonesia belum merasa sebagai ancaman lantaran mungkin secara geografis, jauh jaraknya dengan wilayah Depok dan Jakarta.Â
Namun dengan berjalannya waktu, penyebaran kian melebar ke daerah lain di tanah air. Merangkak menjauh dari titik domisili pasien pertama dan kedua . Di NTB sendiri, korban coronavirus pertama dideteksi pada awal Bulan April.Â
Setelah pecah telur di pulau yang terkenal dengan sebutan pulau seribu mesjid, warga di kota dan kabupaten lain mulai siaga, alias siap, antisipasi dan berjaga -jaga.Â
Tindakan preventif dari manajemen di tempat bekerja adalah membekali karyawan dengan seperangkat alat pengaman diri. Mulai masker, sarung tangan, multivitamin hingga cairan pembersih tangan. Khusus saya dan rekan -rekan yang keseharian berinteraksi dengan nasabah di ruang depan, tambahannya adalah penutup wajah (face shield/ FS)
"Waduh...mau terbang kemana kita ini. Kurang baju astronot aja,' riuh canda rekan -rekan kala pertama mencoba pakai FS
"Berikan aku sayap. Pengen mengangkasa," sahut salah satu tenaga outsourcing yang sudah 3 tahun bersama di dalam tim
"Serasa di dunia lain," celetuk si teller
"Lambaikan tangan bila sudah tak kuat," jawab teman -teman marketing, yang tak wajib mengenakan FS lantaran kesehariannya lebih banyak di lapangan.Â
![ilustrasi sarung tangan dan masker. (Foto: dokumen pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/07/19/20200403-142704-5f13faeed541df2eba5c1222.jpg?t=o&v=770)