Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Epidemi Corona dan Ibadah Minggu yang Diliburkan

22 Maret 2020   12:59 Diperbarui: 23 Maret 2020   02:02 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Just Sharing....

Genap sudah tiga minggu hari berjalan di bulan ini. Teringat di tanggal satu lalu, saya menulis di akun media sosial :Bulan baru semangat baru. Ternyata Bulan Maret 2020 memang butuh semangat di atas semangat, Dobel spirit.Menyemangati diri sendiri untuk melewati teror corona. 

Karena tak mungkin menyemangati orang lain andai diri sendiri tak semangat. Apalagi memberi semangat pada orang -orang tersayang di dalam hidup. 

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Usai gelombang pertama Virus Covid-19 menghantam negeri tirai bambu hingga negeri gingseng, kini gelombang keduanya menghantam Indonesia dan beberapa negara lain. Tak tanggung-tanggung. Di tanggal-tanggal segini warga +62 tak hanya babak belur dihajar tanggal tua, tapi juga 'dibogem' Si Corona. 

Daya beli masyarakat menurun krena kebijakan stay at home. Penawaran berkurang, pengangguran sementara meningkat. 

Sektor-sektor penyumbang pendapatan pada skala usaha kecil melemah lantaran penghasilan yang tak seberapa mesti berbagi anggaran masker, pembersih tangan, dan produk penambah daya tahan tumbuh. Sudah harganya naik, langka pula di pasaran

"Maaf Om, habis masker yang biasa,. Ada yang ini saja, masker N-95, harga eceran  65 ribu," kata Mba Pelayan di Apotik Kimia Farma, tadi malam 

Banyak pembeli di apotik BUMN yang berlokasi di seberang jalan Rumah Sakit Umum Kabupaten Sumbawa itu. Beberapa mereka, seperti halnya saya,  mengurungkan niat untuk membeli. Sayang uangnya. 

"Uang segitu bisa dapat beras 5 kilo," ujar Bibi Inak, wanita asal Lombok penjual jagung bakar di samping gedung olahraga. 

Tak dapat pula disalahkan soal stok tak ada. Manakala permintaan meningkat dan penawaran terbatas, sudah hukum ekonomi harga akan naik. Corona memang tak pandang bulu. Tak pilih -pilih level pekerjaan dan level ekonomi. 

Tinggal di perumahan mewah atau di gang sempit,berkantong tebal atau berkantong kering, semua berpotensi menjadi korban.Itu mungkin namanya korona...alias korban semena-mena. Korban uang,korban harta, korban waktu, korban kebijakan dan yang paling miris adalah korban nyawa.   

Terpaksa saya mencari di salah satu klinik kecil yang cukup terkenal, tempat saya biasanya berobat manakala kondisi kesehatan terganggu. Syukur, masih ada dijual masker biasa. Saya membeli dua masker. Cukup murah, lima ribu dapat dua.  

"Ngga bisa banyak Om. Satu orang dibatasi cukup dua, agar yang lain kebagian juga" tutur Mas pelayannya. 

Epidemi corona menggeser prioritas kebutuhan, dari tak penting menjadi penting. Berapa lama akan ada dalam fase ini? 

Ukuran lamanya tak dapat diprediksi. Mungkin bisa sampai bulan depan atau berdampak hingga bulan Mei. Corona ibarat musuh tak terlihat namun jejaknya terpantau. 

Berperang dengan musuh yang tak kelihatan mungkin cara menghambat agresinya adalah mengenali polanya, membatasi migrasinya dan memperkuat basis sebagai tempat yang tak dapat diinvasi oleh si penyusup. 

Dan mau tak mau, suka tak suka, harus ada 'harga' yang harus dibayar.Pembatasan jarak sosial,bekerja dari rumah, belajar dari rumah, meniadakan event besar yang berpotensi mengumpulkan banyak orang dalam satu ruang, itu semua adalah harga yang dibayar. 

Sekalipun mungkin mahal dan ibaratnya berdarah --darah. Konsekuensi pilihannya adalah harta atau nyawa. Namun bila sudah soal keselamatan jiwa, apapun akan diperjuangkan. Sekalipun harus mengesampingkan yang lain. 

Skala Prioritas dan Ditiadakannya Ibadah Bersama

Sebuah gereja di township Pennysilvania, USA (sumber: yorkdailyreport.)
Sebuah gereja di township Pennysilvania, USA (sumber: yorkdailyreport.)
Kita mengenal skala prioritas. Ada empat yang terutama. SPSM, SPTM,TPSM dan TPTM. Ini hanya singkatan sederhana. SPSM adalah Sangat Penting Sangat Mendesak. SPTM itu Sangat Penting Tidak Mendesak. Dan dua berikutnya adalah Tidak penting Sangat Mendesak dan Tidak Penting Tidak Mendesak. 

Dalam menangani epidemi corona di tanah air, langkah pemerintah memesan obat penyembuh dari negara luar adalah tindakan yang SPSM. Penggunaan masker oleh masyarakat bisa jadi masuk dalam TPTM alias tak penting -penting amat dan juga tak mendesak, bila tak perlu. 

Arahan pemerintah agar sebaiknya meniadakan ibadah bersama sholat jumat bagi teman-teman yang muslim, kebaktian misa dan kebaktian minggu bagi umat katolik dan protestan, dan umat hindu dan budha juga sehubungan perayaan Hari Raya Nyepi di tanggal 25 Maret nanti, adalah kebijakan yang boleh dipandang sebagai SPSM demi membatasi akses penularan Corona antar manusia. Hal yang bijak untuk disikapi dalam kaitannya dengan skala prioritas kendati ada pro dan kontra. 

Kesehatan memang bukan segalanya, namun tanpa tubuh yang sehat, tak mungkin semua aktitas harian dapat terlaksana. Termasuk dalam menjalankan aktifitas keagamaan. 

Negara menjamin kemerdekaan tiap warga untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya, namun andai aktifitas itu berpotensi membahayakan dalam tanda kutip kesehatan sesamanya, layaklah itu dipertimbangkan untuk tak dijalankan.

Virus Covid-19 tak memandang keyakinan. Semua pemeluk agama punya potensi yang sama. Benar bahwa kehidupan diberikan Sang Khalik, tapi keputusan dan kehendak bebas berpulang pada manusia. 

Pilihlah apa yang baik, bagi diri sendiri dan bagi sesama. Karena esensinya hidup adalah bermanfaat bagi banyak orang. Bila dia tak menjadi saudaramu dalam iman, biarlah dia menjadi saudaramu dalam kemanusiaan. Sebuah ungkapan yang mulia. 

Di Kabupaten Sumbawa, untuk umat Kristen dan Katolik, kemarin sudah ada imbauan agar tak ada ibadah bersama di gereja. Umat melakuka ibadah sendiri di rumah bersama keluarga. 

Ini sejalan dengan arahan dari PGI atau Persekutuan Gereja -Gereja di Indonesia. Sebuah keputusan yang baik. Karena tak berkumpul bersama pun, di jaman online seperti sekarang, saling menguatkan secara spiritual dapat dilakukan dalam komunitas grup maupun secara pribadi. 

Karena sejatinya membentengi diri sendiri dan tak menularkan ke orang lain juga adalah bagian dari ibadah. 

dokpri_grup WA gereja
dokpri_grup WA gereja
Semoga badai ini cepat berlalu. Dan kita semua, pemerintah dan warga,  diberikan kekuatan dan semangat untuk melewatinya.

Referensi 

Salam,
Sumbawa, NTB, 22 Maret 2020
13.40 Wita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun