Kabar baiknya, apapun yang kita pelajari, tidak ada yang tidak berguna. Di pekerjaan sekarang, mudah bagi saya untuk memahami dokumen proyek dan pola usaha dari para calon nasabah yang memiliki usaha kontraktor maupun konsultan. Komunikasi dengan calon nasabah yang bekerja di dinas perhubungan atau dinas pengairan juga lebih 'nyambung' lantaran saya sedikit mengerti istilah dan penamaan di dalam bidang -bidang tersebut.Â
Selama saya kuliah di Bali, pulau dewata sudah serasa hometown kedua. Selain ada keluarga orang tua yang sudah dari dulunya berdinas di institusi perbankan dan kepolisian dan menetap di sana, jalinan komunitas dengan teman -teman alumni dan komunitas yang lain juga terjalin dengan baik.Â
Saya juga sudah bekerja di sebuah perusahaan import asal Amerika yang membuka cabang nya di Bali sembari menyelesaikan skripsi TA (Tugas Akhir).Â
Berat memang bekerja sambil kuliah. Lewat usia 25, saya memang tidak ingin lagi bergantung secara finansial terhadap keluarga. Harus mandiri, bisa membiayai hidup sendiri.Â
Puji syukur, akhirnya bisa terselesaikan lewat proses yang dalam tanda kutip berdarah-darah lantaran gaji bulanan banyak terpakai untuk membiayai penelitian dan lelahnya membagi waktu antara waktu untuk bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore lalu dilanjutkan menyelesaikan TA hingga pukul 12 malam bahkan hingga dini hari.Â
Dengan tawaran -tawaran di atas, lewat proses perenungan dan doa, memohon ijin orang tua (ibu) dan keluarga yang lain, saya memilih untuk bekerja di perusahaan yang sekarang.Â
Bila Tuhan berkehendak, suatu saat saya bisa tugas kembali di Bali atau ke daerah asal dimana ada beberapa kantor cabang di sana. Atau bisa jadi ke kota lain di tanah air.Â
Solo Traveler Gili Trawangan
Mengenang libur lebaran enam tahun lalu, di Bulan Agustus di tahun 2013, saya singgah di sini, di Gili Trawangan. Dari sudut warung kecil milik bapak dan ibu asli Lombok di timur pulau yang menghadap ke laut biru.Â
Saya menikmati kopi sasak lokal seharga 5000 dan memandang para wisatawan yang sedang menikmati pasir putih. Mereka, para bule -bule itu, menghabiskan  uang puluhan bahkan ratusan juta untuk datang ke pulau ini.Â