Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Plecing Kangkung, Kopi dan Gergaji

24 Oktober 2018   14:50 Diperbarui: 9 Januari 2020   16:15 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi pagi masuk kantor badan masih lelah. Kemarin sore baru balik ke Sumbawa setelah ikut meeting nasional divisi selama 3 hari di Bali.

Meeting apa eating? Ya dua -- duanya lah. Dibilang meeting boleh, eating juga tidak salah. Pilihan makanan dan minuman beragam disajikan selama break meeting. Sampai bingung mau makan yang mana. Tambah satu lagi yang paling diharapkan bila ada event seperti ini : liburan.

Masa  diadakan di Pulau Dewata isinya cuma meeting doang? Hehe....itu katanya IbuTatik, pemilik warung nasi di samping kantor, tempat saya biasanya duduk ngopi.  Wanita lima puluh tahunan itu salah satu nasabah di kantor sehingga akrab bersenda gurau dengan beliau.

"Pokoknya rujak dah Bibi," jawab saya. Tiga kegiatan itu dicampur jadi satu bak rujak buah. Manis, asam, pedas. Kolaborasi yang luar biasa. Hasilnya, pegal pinggang duduk seharian dari pagi sampai malam. Kejang otot betis berjalan naik turun tangga di obyek wisata. Capek tapi mengasyikkan, soalnya gratis:)

"Ngga plecing ke om?" ulang bertanya lagi Si Bibi dengan nada bercanda. Maksudnya lebih pas di ilustrasikan seperti plecing kangkung dibanding rujak buah.

Haha...saya tertawa juga akhirnya.

Plecing adalah makanan khas di Sumbawa dan Lombok yang terdiri dari sayur kangkung dan kecambah yang sudah direbus lalu di atasnya dituang dengan sambal mentah ulekan cabe, tomat,kacang tanah goreng, ditambah sedikit terasi, garam dan gula jawa. Rasanya enak, pedas dan agak manis.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Di Sumbawa, bibi adalah panggilan sehari -- hari untuk wanita yang lebih tua dan sudah berkeluarga.Bila itu laki -- laki, maka biasanya disebut paman. Kesannya lebih dekat dan tidak formal. Jadi bukan salah bunda mengandung apabila selama bertugas di Sumbawa saya dan juga teman -- teman yang lain di kantor punya banyak paman dan bibi...hehe. Oleh sebab sebagian besar nasabah kami memanggilnya dengan sebutan paman dan bibi ketimbang menyebutnya mereka sebagai bapak atau ibu.   

Pesanan kopi saya masih panas dan mengepul uap . Satu sesapan kopi hitam itu memberi rasa nikmat di badan. Thanks God, a new day with a new grace and your strength over me.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sembari menikmati  sarapan pagi ini ,  saya membaca beberapa pesan WA (whats up)  yang masuk, berkenaan dengan meeting yang baru selesai kemarin. Ada satu screenshot WA yang mengugah saya.Membacanya seperti mengingatkan tentang cara pandang yang baru untuk terus bertumbuh. Menjadi setia dan loyal di pekerjaan itu tidak salah, tapi menjadi dewasa dan bertumbuh itu pilihan.

Dokumen grup WA
Dokumen grup WA
Tidak tahu dari sumber mana screenshot ini diambil. Tapi yang pasti pesan di WA ini menginspirasi saya untuk mengevaluasi pertumbuhan pribadi, baik di pekerjaan, keluarga, pelayanan rohani dan keterlibatan sosial lainnya

Mengasah Gergaji

Siapa yang punya gergaji dirumah? Kapan terakhir kali kita mengasahnya? Jangan -jangan gergaji yang dulunya tajam ampuh dan cepat menumbangkan dahan dan badan pohon, kini mulai tumpul. Dengan berjalannya waktu, masihkah gigi - gigi gergaji itu tajam dan runcing seperti di masa lalu? Memakai gergaji yang tumpul butuh waktu lama untuk memotong dan menghabiskan energi mu. Maukah engkau berhenti sebentar dan mengasah gergaji mu karena pohon itu semakin besar dan akarnya semakin kuat.

Tantangan di pekerjaan dan dunia sekuler terus ada. Kompetitor baru terus bermunculan. Teknologi dan perilaku masyarakat terus berubah dari generasi ke generasi. Mengingatkan dirimu bahwa tidak hanya gergaji yang butuh di asah, tapi dirimu sebagai pemegang gergaji juga wajib 'di asah'.

John C Maxwell mengutip ungkapan Edwin Markham tentang nilai manusia dan menuliskan nya dalam Buku Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda.  Mengapa membangun kota begitu megah kalau manusia tidak di bina? Sia-  sia saja kita membangun dunia kecuali kalau pembangunnya juga tumbuh.

Sudahkah kita mengasah gergaji ?


Salam kompasiana

(tulisan ini juga buat teman2 area Bali Nusa Tenggara_Let's Grow Friend...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun