Banyuwangi merupakan bagian dari pulau Jawa paling timur yang berbatasan dengan laut selat Bali sehingga memiliki julukan "The Sunrise of Java" atau Matahari Terbit di Jawa. Sejarah Berdirinya Banyuwangi tidak jauh dari sejarah Kerajaan Blambangan yang merupakan cikal bakal Banyuwangi. Tidak jauh dari Sejarah Indonesia yang mengusir Belanda, Kerajaan Blambangan mengusir VOC dari tanah Banyuwangi sehingga terjadinya perang Puputan Bayu yang merupakan perlawanan Masyarakat Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC.Â
Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Rakyat Blambangan (Osing) menampilkan kegigihannya melawan VOC yang akhirnya memuncak pada tahun 1771-1772 dibawah pimpinan Mas Rempeg atau Pangeran Jagapati yang dikenal dengan perang Puputan Bayu. Perang ini telah berhasil memporak-porandakan rakyat Blambangan dan hanya menyisakan sekitar 8.000 orang (Ali,1993:20).
Hal ini menunjukkan betapa patriotik dan beraninya rakyat Blambangan pada masa itu. Mereka terus melawan berbagai penjajahan dan mempertahankan wilayahnya. Blambangan memang tidak pernah lepas dari pendudukan dan penjajahan pihak luar. Pada tahun 1765 tidak kurang dari 60.000 pejuang Blambangan terbunuh atau hilang untuk mempertahankan wilayahnya (Epp,1849:247). Anderson(1982:75-76) melukiskan bahwa betapa kekejaman Belanda tak bertara sewaktu menguasai Blambangan terutama dalam tahun 1767-1781.
Dengan mengadakan Arts and Cultural Center Banyuwangi sehingga Masyarakat mampu mempelajari segala hal yang bersangkutan akan Banyuwangi baik itu sejarah, budaya, keseharian yang dapat ditunjukkan melalui teater, galeri, maupun buku, dan lainnya. Lokasi perancangan yaitu di Jalan Dr. Sutomo yang berbatasan dengan Lapangan Blambangan dan Hotel Blambangan yang sangat strategis untuk lokasi wisatawan maupun Masyarakat lokal.
Arts and Cultural Center Banyuwangi ini mengambil atap rumah Osing sebagai representasi dari suku Osing yang kemudian menggunakan metode metafora sehingga membentuk seperti di gambar. Kemudian dengan mengambil Sejarah perpecahan Kerajaan Majapahit yang mengakibatkan suku terbelah-belah, sehingga menghasilkan bentuk tatanan massa seperti pada gambar.
Pengunjung dapat menikmati pertunjukan menggunakan amphiteater maupun auditorium. Kemudian terdapat perpustakaan yang dapat digunakan secara umum dan juga terapat ruang serbaguna yang bisa digunakan sebagai galeri terbuka maupun event. Apabila mau mempelajari Sejarah Osing dapat melewati pintu masuk sebelah barat daya yang menuju ke basement 1 dimana disitu pengunjung dapat merasakan kegelapan yang direpresentasikan sebagai rakyat Blambangan yang mengalami keterpurukan pada saat VOC menyerang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H