Indonesia merupakan negara yang dikenal akan keragaman etnis, suku, agama, budaya, dan bahasa. Keragaman tersebut melopori adanya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna berbeda-beda namun tetap satu. Konteks Bhineka Tunggal Ika sejak berdirinya negara Republik Indonesia telah menyatukan pandangan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir dari perbedaan pulau, ras, agama, suku, bahasa dan adat istiadat tetapi hanya satu kekuatan kebenaran satu ikatan bangsa dan negara yaitu Indonesia (Andarwati, 2017). Dalam implementasinya, semboyan Bhineka Tunggal Ika lahir membentuk karakter yang mampu memahami dan menerima perbedaan identitas pada setiap individu.
Karakter mencerminkan identitas individu atau kelompok. Menurut Mery, dkk., (2022), kepribadian sebuah bangsa yang berkarakter tentu menjadikannya sebagai sebuah bangsa yang menjunjung tinggi nilai, norma, etika dan kebudayaan. Keberadaan sebuah bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai nilai, norma dan budayanya. Kearifan dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat harus dipertahankan untuk melahirkan bangsa yang berkarakter. Hal tersebut merupakan penerapan dari semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Individu yang berkarakter Bhineka Tunggal Ika tercermin dalam profil pelajar pancasila, yakni memiliki karakter (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) berkebhinekaan global; (3) bergotong royong; (4) kreatif; (5) bernalar kritis; dan (6) mandiri. Dikutip dari studi literatur yang dilakukan oleh Safitri, dkk., (2022) indikator karakter tersebut tercantum dalam Kemendikbud (2020). Pertama, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Diketahui bahwa terdapat 5 unsur dalam beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak yang baik diantaranya adalah akhlak dalam beragama, akhlak individu atau pribadi, akhlak kepada manusia lainnya, akhlak kepada alam semesta dan akhlak kepada bangsa dan negaranya. Dalam hal ini, peserta didik mampu memiliki sikap menghargai setiap ajaran agama yang ada di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu, dan Konghucu.
Kedua, berkebhinekaan global. Maksud dari kebhinekaan global ini, yaitu peserta didik menjaga budaya bangsa, lokal dan juga jati dirinya, serta senantiasa untuk memperhatikan sikap terbuka ketika mempererat suatu ikatan dengan budaya lain sebagai wujud dari cara dalam menciptakan suatu perasaan dalam menghormati budaya leluhur yang positif dan juga tidak menyimpang dari budaya leluhur bangsa Indonesia. Arti dari kebhinekaan global sendiri adalah perasaan untuk saling menghargai terhadap keberagaman serta perbedaan yang ada tanpa merasa terpaksa maupun merasa dihakimi maupun menghakimi atau merasa etnosentrisme. Adanya kebhinekaan menjadi dasar pemahaman serta penghormatan terhadap kebudayaan antar lintas budaya.
Ketiga, bergotong royong. peserta didik memiliki keterampilan dalam bekerjasama, yaitu kemampuan dalam melakukan suatu kegiatan secara tulus serta ikhlas sehingga suatu kegiatan tersebut dapat terselenggara dengan lancar dan ringan. Adapun unsur dari bergotong royong ini diantaranya lain yaitu adanya kolaborasi, adanya rasa saling peduli satu sama lain, serta adanya rasa mau berbagi.
Keempat, kreatif. Peserta didik dapat menyesuaikan dan menciptakan hal yang bersifat orisinal, memiliki makna, bermanfaat, serta berdampak. Selain itu, peserta didik memiliki kapabilitas dalam memecahkan suatu permasalahan dengan metode-metode yang inovatif. Adapun unsur dari kreatif adalah menciptakan suatu ide yang orisinil serta menciptakan suatu karya dan juga kegiatan yang orisinal.
Kelima, bernalar kritis. Peserta didik dapat melakukan penalaran kritis dan objektif dalam mengeksplorasi dan mengolah informasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Adapun unsur dari bernalar kritis adalah menerima informasi dan memproses suatu informasi serta gagasan, mengkaji serta mengevaluasi penalaran dan merefleksikan pemikiran, dan proses dalam berpikir serta menciptakan keputusan.
Keenam, mandiri. Peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap suatu proses maupun hasil dari kegiatan belajarnya. Adapun unsur mandiri yaitu pemahaman diri maupun pemahaman terhadap keadaan yang dihadapi dan bagaimana cara pengaturan diri yang ia lakukan.
Peran guru sangat penting untuk membentuk peserta didik yang berkarakter profil pelajar Pancasila sesuai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Guru perlu memberikan contoh terlebih dahulu kepada peserta didik dalam bersikap dan menyelesaikan permasalahan. Di sisi lain, guru perlu mengetahui kemampuan sosial emosional masing-masing peserta didi. Hal itu bertujuan untuk memudahkan guru menjadi mediator terhadap perbedaan yang terjadi pada peserta didik. Sehingga, guru dapat bertindak secara bijak dan tepat tanpa condong kepada salah satu peserta didik dan karakter peserta didik dapat terbentuk dengan baik.
References