Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengadilan Pajak yang Terlupakan

17 Januari 2017   15:53 Diperbarui: 17 Januari 2017   18:41 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : http://setpp.depkeu.go.id

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati pernah berkata bahwa jatuh-bangun negara kita tergantung pada penerimaan pajak dari masyarakat. Ucapan tersebut sangat berdasar. Sebagaimana kita ketahui bersama, pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai belanja negara sebagian besar memang berasal dari penerimaan pajak. Hal tersebut dapat kita dilihat dalam postur APBN Tahun 2017, proyeksi Pendapatan Negara yang jumlahnya mencapai Rp 1.750,3 Triliun, sebanyak Rp 1.498,9 Triliun diantaranya berasal dari penerimaan pajak. Jadi 85,64% pendapatan negara kita berasal dari pajak. Pendapatan dan belanja negara sangat tergantung pada penerimaan pajak, jadi bisa dibayangkan, apa jadinya apabila penerimaan pajak mengalami hambatan atau capaiannya jauh dari target? Penerimaan pajak sendiri sangat tergantung pada kondisi perekonomian dan tax ratio atau tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak.  

Terkait dengan kepatuhan membayar pajak tersebut, salah satu program yang sedang digalakkan oleh pemerintah saat ini adalah tax amnesty atau pengampunan pajak. Program ini bisa dibilang cukup sukses, hanya dalam jangka waktu tiga bulan saja pada periode pertamanya di akhir tahun 2016 yang lalu, program ini telah berhasil menarik minat masyarakat untuk melaporkan kekayaannya hingga mencapai Rp 3.500 triliun dan uang tebusan lebih dari Rp 95 Triliun. Capaian ini patut disyukuri, namun karakter program yang bersifat temporer dan periodik, membuat program ini tidak bisa diandalkan untuk jangka panjang. Setelah program ini usai, maka pemerintah harus kembali banting-tulang lagi untuk menggenjot penerimaan pajak dengan cara yang sudah ada atau mencari formula lain.

Dalam rangka menjaga keberlangsungan penerimaan pajak tersebut, ada banyak aksi yang mesti terus dilakukan, mulai dari perbaikan sistem administrasi dan teknologi informasi, pembenahan sumber daya manusia aparatur pajak, ekstensifikasi dan intensifikasi, maupun sosialisasi.

Selain itu, sebenarnya ada institusi yang memiliki potensi untuk dioptimalkan, namun selama ini terlupakan. Institusi tersebut bernama Pengadilan Pajak. Lembaga peradilan yang menangani sengketa pajak ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2002, bahkan sejak jaman kolonial, dengan nama Institusi Pertimbangan Pajak yang didirikan di Batavia pada tahun 1915 berdasarkan StaatsbladTahun 1915 Nomor 707. Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Tugas dan wewenang Pengadilan Pajak adalah memeriksa dan memutus sengketa pajak.

Lalu apa korelasi dan urgensi Pengadilan Pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak? Sebagaimana yang kita pahami bersama bahwa dalam Undang-undang Dasar 1945, yaitu pada Pasal 23A, telah ditegaskan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk kepeluan negara diatur dengan undang-undang. Artinya pungutan pajak harus diatur dan sesuai dengan undang-undang, maka untuk menjaga agar pungutan pajak tersebut tetap berjalan sesuai dengan undang-undang, maka diperlukan institusi peradilan, yaitu Pengadilan Pajak. Putusan Pengadilan Pajak dapat digunakan untuk memastikan berapa jumlah pajak yang menjadi hak negara dan wajib dibayar oleh wajib pajak.

Berdasarkan data dari Pengadilan Pajak, diketahui bahwa pada tahun lalu saja, ada 10.158 sengketa pajak yang masuk ke Pengadilan Pajak, sementara jumlah sengketa yang masih dalam proses adalah 16.011 sengketa. Jumlah sengketa yang masih banyak dan terus meningkat setiap tahunnya dengan jumlah Rupiah yang tentunya tidak sedikit itu, menunjukkan masih tingginya dispute atau sengketa perpajakan antara otoritas pemungut pajak dengan masyarakat wajib pajak. Kondisi ini tentu berdampak negatif pada penerimaan pajak, ada sejumlah pajak yang semestinya menjadi hak negara, namun tidak masuk ke kas negara. Demikian pula sebaliknya, ada penghasilan masyarakat yang dipungut tidak sesuai dengan undang-undang.

Disinilah korelasi dan urgensi Pengadilan Pajak dalam upaya meningkatkan atau setidaknya mengamankan penerimaan pajak. Disamping itu, hakim-hakim di Pengadilan Pajak tidak hanya berfungsi sebagai hakim yang mengadili sengketa pajak, namun juga dapat melakukan penemuan hukum (rechtsviding) atas sengketa yang belum diatur secara lengkap dan jelas dalam undang-undang. Putusan-putusan Pengadilan Pajak yang berkekuatan hukum tetap itu, dapat dijadikan pegangan dan acuan bagi aparat pajak dalam meningkatkan penerimaan negara. Untuk mengoptimalkan peran Pengadilan Pajak dalam upaya meningkatkan atau setidaknya mengamankan penerimaan pajak, tentu dibutuhkan Pengadilan Pajak yang kuat dan berintegritas tinggi.

Kondisi Pengadilan Pajak saat ini bisa katakan masih jauh dari ideal. Pengadilan Pajak saat ini memang telah memiliki 18 majelis, setiap majelis terdiri dari tiga orang hakim dan dua orang Panitera Pengganti. Setiap majelis bersidang dua kali dalam seminggu. Pengadilan Pajak juga melakukan sidang diluar tempat kedudukannya di Jakarta, yaitu di Yogyakarta dan Surabaya. Persoalan yang dihadapi oleh Pengadilan Pajak saat ini sesungguhnya masalah klasik di negeri ini. Salah satunya adalah keterbatasan sumber daya manusia yang capable, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Indikasinya dapat dilihat dari jumlah sengketa yang belum terselesaikan yang masih ribuan jumlahnya. Kondisi ini tentu berdampak pada tertundanya kepastian hukum dan penerimaan negara.  

Oleh karenanya, hal pertama yang mesti dilakukan tentunya adalah mengatasi permasalahan di internal Pengadilan Pajak, yaitu antara lain dengan melakukan penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, dan peningkatan kualitas hakim dan manajemen sumber daya manusia, serta menerapkan teknik pemeriksaan yang sistematis, dengan tetap memperhatikan ketelitian dan kecermatan dalam pemeriksaan. Semuanya itu tentu akan berdampak pada produktifitas dan kualitas putusan Pengadilan Pajak, yang pada akhirnya memberikan kepastian hukum, mengamankan dan meningkatkan penerimaan pajak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun