Mohon tunggu...
Adnan Abdullah
Adnan Abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Seorang pembaca dan penulis aktif

Membaca, memikir dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Ada Gempa, Ini Caranya Agar Selamat Dunia dan Akhirat

5 Agustus 2019   11:22 Diperbarui: 5 Agustus 2019   11:29 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com

Pada Jumat malam yang lalu, tanggal 2 Agustus 2019, pada pukul 19.03 WIB terjadi gempa yang dirasakan di sebagian pulau Jawa, Sumatera dan Bali. Penulis ikut merasakannya langsung ketika masih berada di atas mobil yang baru saja diparkir di pusat perbelanjaan di Kota Bogor, Jawa Barat. Penulis merasakan mobil bergoyang cukup kencang. Menurut BMKG, gempa berkekuatan 6,9 skala richter tersebut berada di kedalaman 48 kilometer di bawah laut dan 164 kilometer di sebelah barat daya Pandeglang, Banten. Gempa tersebut bukan hanya dirasakan Pandeglang dan Bogor, namun juga dirasakan sampai ke Jakarta, Bandung, Bandar Lampung, Bantul, Malang, bahkan hingga ke Denpasar, Bali.      

Penulis sendiri sudah sering mengalami gempa, mulai dari yang skalanya kecil, antara 2 s.d. 3 skala richter sampai yang skalanya lumayan besar antara 6 s.d 7 skala richter, namun hanya ada 3 kejadian yang cukup berkesan dan tidak terlupakan dalam ingatan. 

Gempa pertama berkesan yang pernah Penulis alami adalah ketika saya sedang mengikuti ujian tes CPNS di lantai 2 balkon auditorium IKIP Ujung Pandang (Sekarang Universitas Negeri Makassar). Ketika sedang asyik menjawab soal-soal, tiba-tiba tempat duduk Penulis bergoyang. Awalnya Penulis mengira itu ulah seorang teman yang duduk di belakang, ketika Penulis menoleh, ternyata dia sudah tidak ada, dia kabur tanpa memberi tahu, bersamaan dengan kepanikan peserta lain di sekitar itu, di situ Penulis baru sadar kalau telah terjadi gempa. Para peserta yang ada di balkon pun berlarian dan berebut turun melalui tangga, Penulis sendiri memutuskan untuk tetap diam di tempat sampai gempa berhenti.  

Gempa berkesan kedua terjadi ketika Penulis masih berkantor di komplek kantor pusat Kementerian Keuangan RI, di lantai 20 gedung Sutikno Slamet di Jl. Wahidin, Jakarta Pusat. Ketika sedang asyik mengetik di depan monitor komputer, tiba-tiba tempat duduk Penulis bergoyang, barang-barang yang ada di ruangan pun bergoyang sendiri dengan irama goyangan yang sama. Dari situ Penulis baru sadar kalau telah terjadi gempa. Saat itu Penulis juga memutuskan untuk diam di tempat dan tidak ikut turun ke bawah. 

Gempa berkesan ketiga adalah gempa yang baru saja terjadi pada Jumat malam itu, terjadi hanya beberapa menit sebelum waktu adzan Sholat Isya. Sama dengan kejadian gempa-gempa sebelumnya, Penulis juga memutuskan untuk tetap diam di dalam mobil. 

 Mungkin cara Penulis itu salah dan tidak patut dicontoh, tapi Penulis punya 2 alasan mengapa Penulis melakukan itu.

 Alasan Penulis yang pertama adalah kalau kita panik ketika terjadi gempa, lalu lari turun ke lantai bawah atau keluar gedung, belum tentu juga akan selamat. Banyak kejadian, karena panik, orang-orang yang berlarian menuruni tangga justru terjatuh dan terinjak-injak oleh yang lainnya, lalu tertimpa reruntuhan bangunan di atasnya. Sebaiknya memang apabila masih memungkinkan, kita disarankan untuk keluar dari bangunan dan menuju titik evakuasi di tanah lapang yang luas, tapi itu sulit ditemukan di perkotaan dan pemukiman padat. Banyak pula kejadian, korban justru tertimpa bangunan atau benda keras lainnya ketika sudah berada di luar bangunan. Cara lain apabila sudah tidak memungkinkan untuk keluar dari bangunan adalah berlindung dengan cara jongkok di dekat/sisi dinding, lemari, meja atau tempat tidur. 

Alasan Penulis yang kedua dan ini yang paling penting, Penulis memiliki keyakinan dalam agama islam bahwa hidup dan mati kita sebagai makhluk sudah ditentukan oleh Allah, Tuhan yang mahakuasa. Kemana pun kita lari dan bersembunyi, ketika ajal sudah tiba, maka tidak ada satu pun yang bisa menahan atau menundanya sedetik pun. Begitu pun sebaliknya, ketika belum waktunya, kejadian apapun yang kita alami, kita akan selamat. 

Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa segala musibah atau bencana yang dialami manusia adalah akibat dari perbuatan manusia, sehingga hal yang mesti dilakukan ketika kita mengalami musibah atau bencana adalah berdzikir dan beristighfar atau memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah kita perbuat. Dengan begitu, InsyaAllah kita akan terselamatkan, bukan hanya di dunia, namun juga di akhirat nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun