Setelah kontestasi dalam Pilpres yang berdampak pada polarisasi antara pendukung yang sangat keras dan berlanjut dengan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, akhirnya Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Prabowo Subianto (PS).Â
Keduanya bertemu pada hari Sabtu, tanggal 13 Juli 2019 di Stasiun MRT Lebak Bulus. Dalam pertemuan rekonsiliasi tersebut, PS mengucapkan selamat kepada Jokowi yang kembali terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2019-2024. Dalam pertemuan tersebut, keduanya juga menegaskan tidak ada lagi 01 dan 02, tidak ada lagi Cebong dan Kampret, tapi Garuda Pancasila dan Merah-putih, bahkan PS menyatakan siap membantu Jokowi apabila diperlukan.Â
Setelah keduanya bertemu, muncul isu mengenai adanya kemungkinan PS dan Partai Gerindra yang dipimpinnya bergabung dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin nanti. Saya pribadi, selaku anak bangsa yang ikut merasakan dampak langsung dari kerasnya kontestasi diantara keduanya dan para pendukungnya dalam Pilpres yang lalu, memandang rekonsiliasi diantara keduanya tidak cukup tanpa ditindaklanjuti dengan bekerjasama dalam koalisi, baik dalam pemerintahan maupun di parlemen.Â
Bergabungnya PS dan Gerindra dalam koalisi pemerintahan Jokowi tentu ada dampak positif dan negatifnya. Apapun pilihan dalam politik, pasti ada dampak positif dan negatifnya, namun demikian kita mesti memilih mana yang paling banyak dampak positifnya dan paling sedikit dampak negatifnya.Â
Dengan mempertimbangkan berbagai hal, positif-negatifnya, baik-buruknya atau manfaat-mudaratnya, maka menurut saya, pilihan yang terbaik saat ini bagi keduanya adalah dengan cara berkoalisi dalam pemerintahan dan parlemen.Â
Terlepas dari adanya dugaan penumpang gelap di dalam kubu pendukung 02, namun faktanya dalam Pilpres yang lalu, PS dan Sandiaga Uno didukung dan dipilih oleh 68.650.239 orang atau 44,50 persen dari pemilih. Jumlah itu tentu bukan jumlah yang kecil karena hampir separuh dari keseluruhan pemilih. Oleh karenanya jika tujuannya ingin mewujudkan rekonsiliasi dan mempersatukan lagi bangsa ini, maka tidak ada cara lain selain mempersatukan pemimpin kedua kubu tersebut dalam arti yang sesungguhnya dan kongkrit, yaitu berkoalisi dalam pemerintahan dan parlemen.Â
Memang untuk membangun bangsa ini, seseorang atau partai tidak harus bergabung dalam pemerintahan, namun menjadi oposisi yang konstruktif juga masuk dalam ketegori membangun bangsa, namun faktanya jika PS dan Gerindra tetap menjadi opisisi seperti yang terjadi selama lima tahun belakangan ini, maka keinginan untuk mempersatukan kedua kubu yang sudah terpolarisasi sedemikian tajamnnya, akan sulit terjadi. Polarisasi akan terus berlanjut karena memang ada kelompok yang tidak ingin kedua kubu bersatu. Jadi pilihan yang paling bijaksana adalah PS dan Gerindra bergabung dalam Pemerintahan Jokowi, dan untuk mempersatukan keduanya tidaklah sulit sebenarnya karena keduanya seorang nasionalis yang mementingkan persatuan bangsa indonesia. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H