Aksi penembakan brutal terhadap jama'ah Shalat Jum'at di Masjid Al Noor & Linwood di Christchurch, Selandia Baru yang dilakukan oleh Brenton Tarrant merupakan aksi terorisme. Sebagaimana yang kita ketahui, aksi terorisme yang selama ini terjadi umumnya adalah pelaku melakukan aksinya secara sembunyi-sembunyi, namun yang dilakukan oleh pria asal Australia itu justru sebaliknya, aksinya itu sengaja direkam dan disiarkan secara live di media sosial.Â
Aksi pembantaian yang sengaja direkam dan disiarkan secara live oleh Tarrant itu menegaskan bahwa aksi itu bukanlah sekedar pembunuhan akan tetapi lebih dari itu, yaitu bertujuan untuk menimbulkan ketakutan yang luar biasa di masyarakat, khususnya bagi umat islam.
Apabila kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan, maka aksi terorisme yang dilakukan oleh Brenton Tarrant itu bisa disebut sebagai terorisme yang paling sempurna.
Serangan teror ke masjid di Christchurch itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa yang terjadi di Hebron, Palestina 25 tahun yang lalu. Ketika itu, Baruch Goldstein, seorang Yahudi-Radikal asal Amerika Serikat menyerbu dan menembaki jama'ah Masjid al-Ibrahimi yang sedang shalat subuh. Bedanya, senjata api yang digunakan oleh Goldstein ketika itu tiba-tiba macet, hingga akhirnya dia terbunuh di dalam masjid oleh jama'ah yang lolos dari penembakan.
 Aksi ini juga mengingatkan kita pada serangkaian aksi terorisme lainnya, seperti aksi-aksi pemboman gereja di beberapa daerah di negeri kita ini.Â
Semua aksi itu adalah aksi terorisme yang tidak diajarkan dan tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam, Kristen, maupun Yahudi, atau agama apapun. Semua agama mengajarkan ketuhanan dan kemanusiaan, kasih-sayang Tuhan kepada manusia dan antar sesama manusia. Meskipun banyak pelaku teror beragama islam, tudingan bahwa islam mengajarkan terorisme adalah fitnah keji karena terorisme dilarang keras dalam ajaran islam. Demikian pula dalam agama Kristen, Yahudi, Hindu, Budha, dan agama-agama lainnya. Semua pelaku teror hanyalah membajak agama untuk tujuan lain.
Aksi pembantaian di dalam masjid yang sengaja direkam dan disiarkan secara live oleh Tarrant itu memberi pesan kepada kita bahwa pelaku tidak suka akan kehadiran umat islam di negerinya. Hal itu sudah diakui oleh Tarrant dalam manifestonya. Tarrant yang berasal dari New South Wales itu mengaku berasal dari masyarakat kelas pekerja, warga kulit putih Australia yang merasa terancam dengan kehadiran imigran muslim yang berkembang pesat di Australia.Â
Yang pasti, apapun alasannya, tindakan terorisme adalah tindakan pengecut dan biadab yang bukan saja harus dikecam tapi juga harus dilawan. Semua aksi teror bertujuan untuk menimbulkan ketakutan di masyarakat, oleh karenanya cara ampuh untuk melawan teror adalah dengan tidak takut. Jika kita takut maka tujuan teroris telah tercapai. Serangan ke masjid tidak boleh membuat umat islam takut datang ke masjid, tapi justru harus lebih sering dan mengajak banyak umat islam untuk datang beramai-ramai ke masjid.
Aksi terorime dengan alasan apapun tidak dibenarkan dan harus dilawan karena aksi itu bertentangan dengan nilai-nilai agama, kemanusiaan dan hukum. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya untuk menimbulkan efek jera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H