[caption caption="sumber: www.eanamed.eu"][/caption]Aku baru saja terlelap, ketika deringan ponsel di samping tempat tidurku hampir saja memecah gendang telingaku. Sambil memicingkan mata, aku meraih ponselku itu. Aku mendengar suara parau Francois di seberang sana.
“Allo! Ahmad?”
“Hmm…”
“Comment vas tu?”
“Ca va, et toi?”
“Ca va. Tu viens avec nous au cinema, ce soir?”
Francois, sahabatku di kampus, mengajakku menonton di bioskop malam ini.
“Non, je ne me sens pas bien depuis deux jours,” tolakku dengan alasan lagi tidak enak badan.
“Allez! Viens avec nous, quio!” pintanya setengah memaksa.
Seminggu yang lalu, dia memang sudah berjanji akan mengajak aku, Pierre, dan Hidetoshi untuk menyaksikan film yang sedang booming di seluruh dunia, The Da Vinci Code. Film yang sebagian pengambilan gambarnya dilakukan di Paris. Namun aku juga sudah terlanjur mengajak Sophie untuk makan malam, merayakan hari ulang tahunnya malam ini.
“Ce n’est pas possible, j’ai mal a la tete,” elakku lagi dengan alasan sakit kepala.