Mohon tunggu...
Daniel Ferdinand
Daniel Ferdinand Mohon Tunggu... Administrasi - Aku Mah Apa Atuh... Cuma mau Indonesia Maju dan Indonesia Bersatu

Chairman Indonesian Seafarers Association \r\nhttp://www.inseas.org Pembina Federasi Nelayan Indonesia http://www.fenelindo.org

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Sang Pengarang

21 Januari 2014   10:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:37 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Alkisah disebuah negeri yang awalnya tersohor kemakmurannya di Jambrut Katulistiwa bertahtahlah seorang raja yang hobby nya mengarang. Pada awal dia bertahta dikarangnya sebuah lagu dan didendangkannya dihadapan para hulubalang dan pungawa-pungawa kerajaaan. Tepuk riuh dan pujian bergema seantero alun-alun kerajaaan. Entah enak atau tidak enak didengar, Para hulubalang dan punggawa kerajaan terpaksa memuji daripada mengambil resiko dilempar dari Istana dan menjadi rakyat jelata.

Mimpi buruk menjadi rakyat jelata menghantui para hulubalang dan pungawa kerajaan karena menjadi rakyat jelata bukan saja harus hidup prihatin dan bekerja keras karena upeti yang mereka harus setorkan kelumbung padi kerajaan sangatlah besar dan hampir setiap tahun harga kayu bakar dan rumput untuk makanan kuda mereka mengalami kenaikan dengan alasan untuk kepentingan bersama dan pembangunan kerajaan.

Pada awal sang raja bertahta dia pernah berjanji bahwa dalam masa 100 hari akan memberantas hama tikus yang mengerogoti lumbung padi Rakyat Jelata.

Waktu terus berjalan, sang Raja yang mungkin dulunya bercita-cita menjadi penyair namun tidak kesampaian terus mencari ide untuk membuat karangan-karangan dan cerita-cerita baru, dalam setiap karangan Sang Raja selalu pandai memainkan kata untuk bisa tenangkan hati para rakyat Jelata.

Karangan demi karangan dipublikasikan, namun rakyat jelata tetap saja menderita, Janji 100 hari sang Raja pun ditepati dengan sebuah karangan bukan dengan tindakan nyata membasmi tikus-tikus yang mengerogoti lumbung padi rakyat, sampai sang Raja tidak sadar bahwa dilingkungan kerajaan ternyata para hulubalang dan para pungawa kerajaan  banyak diantara mereka adalah siluman tikus dan ular berbisa.

Sang Raja tetap asik mengarang, niat mulia sang Raja adalah disaat dia lengser dari jabatan Raja dia akan mempersebahkan sebuah karangan yang tebal dan isinya adalah cerita dan suka duka dia saat mengarang sambil memerintah Negeri.

Hujan Badai, Angin Topan, Banjir Bandang dan Gunung Meletus tidaklah mengoyahkan keasikan san Raja untuk mengarang, selagi dia menjadi Raja dia berpikir dia akan mampu mewujudkan cita-citanya yang tertunda untuk menjadi penyair. Bahkan disaat hakim kerajaan yang bertugas untuk memberantas hama Tikus yang meresahkan rakyat jelata menangkap dan mengandangkan para hulubalang dan pungawa-pungawa kerajaan setelah cukup bukti bahwa ternyata mereka dalah siluman Tikus, sang Raja Pun Tetap asik dengan penanya.

Namun saat tinggal beberapa halaman buku karangan sang raja akan rampung, munculah seorang bupati dari kalangan rakyat jelata yang tidak bisa mengarang, dia hanya suka bekerja dengan gaya blusukan keluar masuk kampung dan rumah rakyat jelata untuk bisa membantu menyelesaikan masalah dan kesulitan para rakyat jelata.

Kemunculan sang Bupati cukup menganggu konsentrasi sang raja untuk mengarang, bahkan dia sempat menanggalkan pena untuk beberapa saat dan mencari kata yang tepat untuk menjatuhkan sang  Bupati dengan  karangan barunya. Kebetulan saat itu terjadi musibah banjir bandang disekitar  kerajaan, sang raja pun mendapat inspirasi untuk karangan barunya dan dia memberi pernyataan bahwa banjir bandang adalah kesalahan si Bupati.

Setelah karangan singkat yang isinya menyalahkan si Bupati sang raja pun melanjutkan penanya dibuku tebal yang akan dia publikasikan sebelum lengser dari jabatan sebagai raja, dan dengan tekat dan niat yg sungguh-sungguh akhirnya rampunglah sudah buku karangan pamungkas sang Raja dan malam dipublikasikannya buku itu tepat dimalam para rakyat jelata menahan kepedihan karena musibah banjir bandang.

Para rakyat pun hanya bisa mengusap dada dan merasa bersalah kepada diri sendiri karena dia telah salah memilih Raja, seharusnya Raja yang mereka pilih bukanlah orang yang hobby membuat karangan, tapi orang yang hobby nya blusukan keluar masuk kampung bekerja dan memikirkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat jelata.

(Dikisahkan oleh Sang Rakyat Yang Baru Belajar Mengarang)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun