Mohon tunggu...
Adly Febrian
Adly Febrian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Jakarta

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia: Implikasi bagi Jalannya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara

14 April 2024   21:21 Diperbarui: 14 April 2024   21:21 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Terdapat banyak ancaman terhadap kedaulatan Indonesia dan stabilitas kawasan Asia Tenggara, salah satunya adalah konflik Laut China Selatan. Potensi konflik ini menimbulkan dampak negatif sangat besar mengingat kawasan Laut China Selatan adalah kawasan yang bernilai ekonomis, politik, dan strategis, dimana lewat geografisnya yang menghubungkan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sebagai Jalur Pelayaran Perdagangan atau Sea Lane of Trade (SLOT) dan Jalur Komunikasi Internasional atau Sea Lane of Communication (SLOC). 

Wilayah Laut China Selatan menjadi titik temu Negara China dan beberapa Negara tetangganya, termasuk kawasan ASEAN yang membuat wilayah ini memiliki peran geopolitik yang penting bagi negara disekitarnya. Konflik Laut China Selatan berawal ketika China mengklaim secara sepihak kepemilikan dari Laut China Selatan berdasarkan dari peta Nine Dash Line yang meliputi hampir seluruh Laut China Selatan. 

Konflik ini melibatkan sejumlah negara di sekitar wilayah tersebut, termasuk China, Singapura, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia. Konflik Laut China Selatan berkaitan dengan klaim atas wilayah, sumber daya alam, hak pelayaran, dan kontrol atas jalur perdagangan penting di kawasan tersebut. Beberapa negara ASEAN yang terlibat konflik dinilai terlalu lemah dan terpaksa berada dalam beberapa opsi. Opsi yang paling memungkinkan adalah menjalin kerjasama dengan China agar tidak menjadi musuh atau memperkuat ASEAN sebagai kekuatan penyeimbang China.

Posisi Indonesia sendiri memiliki perbatasan langsung dengan kawasan Laut China Selatan. Indonesia juga dalam posisi strategis karena menjadi “Choke Point” antara kawasan Samudra Pasifik dan Hindia yang menjadi penghubung kedua samudera tersebut. Dalam menghubungan kawasan Laut China Selatan, Indonesia memiliki tiga jalur lintas pelayaran yang dinamakan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI-1 menghubungkan beberapa wilayah perairan diantaranya Selat Sunda, Selat Karimata, hingga Laut Natuna. ALKI-2 meliputi Selat Lombok, Laut Jawa, Selat Makassar, Hingga Laut Sulawesi. 

Sedangkan ALKI-3 melintasi Laut Sawu, Laut Arafuru, Laut Banda, dan Laut Seram. (Kurnia, Aan:2017: 53-54). ALKI menjadi bukti pelaksanaan kewajiban Indonesia sebagai Negara kepulauan untuk menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran bagi semua orang dan menjadi salah satu bentuk atas kedaulatan yang dimiliki Indonesia atas perairan teritorialnya.

Indonesia memiliki kepentingan strategis di kawasan Laut China Selatan karena sebagian besar perdagangan maritimnya melewati kawasan tersebut. Indonesia telah memindahkan ibu kota negara baru yang akan menjadi pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang berdekatan dengan kawasan Laut China Selatan. Hal ini menjadi tantangan besar bagi kedaulatan Indonesia terlebih jalannya ibu kota negara baru yang berdekatan dengan kawasan Laut China Selatan. 

Dengan dipindahkannya ibu kota di kalimantan, Indonesia harus memikirkan bagaimana kedaulatan maritim, kedaulatan ibu kota negara, pengaruh ekonomi dan sumber daya alam, ketegangan politik dan militer, dan pembangunan infrastruktur pertahanan dan keamanan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara untuk memastikan kedaulatan penuh Indonesia dalam konflik di kawasan Laut China Selatan.

Berbicara mengenai peran dan kepentingan Indonesia dalam konflik di kawasan Laut China Selatan, harus dilihat dari dua hal yang saling berkaitan, yaitu dinamika konflik di kawasan Laut China Selatan dan persinggungan di Laut Natuna Utara. Nine Dash Line yang diklaim China secara sepihak telah bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia di Laut Natuna Utara. 

Konflik di kawasan Laut China Selatan menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mempertahankan teritorialnya di Laut Natuna Utara. Indonesia berhak atas perairan di Laut Natuna Utara atas dasar United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) TAHUN 1982. Atas dasar itu Indonesia memiliki hak berdaulat atas eksplorasi sumber daya alam yang terdapat di dalamnya. Hal lainnya bersinggungan dengan kepentingan ekonomi Indonesia. 

Laut Natuna kaya akan sumber daya laut seperti ikan dan biota laut yang lain. Serta terdapat kandungan minyak dan gas yang terkandung pada Laut Natuna. Berdasarkan potensi tersebut Indonesia memiliki hak untuk mengelola sumber daya alam yang terdapat di Laut Natuna Utara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Tumpang tindih  pengklaiman hak di kawasan Laut China Selatan membuat konflik antara China dan negara yang berbatasan langsung di kawasan Laut China Selatan, termasuk Indonesia. 

Dengan melihat dinamika konflik yang ada di kawasan Laut China Selatan yang meliputi pengerahan kekuatan militer dan nilai strategis, Indonesia harus turut menjaga stabilitas keamanan di wilayah tersebut. Indonesia berpotensi merasakan dampak langsung jika terjadi konflik di kawasan Laut China Selatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun