Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang tak hanya kaya akan sumber daya alam, namun juga kaya akan suku, budaya, serta kepercayaan dalam menganut agama.
Indonesia acap kali disebut sebagai negara yang multikultur. Sebagai bangsa dari negara yang multikultur, Pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai cita-cita di masa depan. Pendidikan yang berkualitas merupakan amanat konstitusi kita. Namun, sudah menjadi momok yang mengerikan bagi bangsa kita bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata kemajuan.
Hal apa yang akan terjadi, bila mana sistem pendidikan Indonesia tidak mengalami kemajuan?
Tentu saja, ini akan berdampak secara siknifikan terhadap pembangunan kualitas sumber daya masyarakat yang kacau balau. Sebuah fakta yang tidak bisa dikesampingkan oleh Republik kita. Merujuk pada data statistik dari World Population Review tahun 2022, data tersebut berisi tentang rata-rata kualitas otak (IQ) masyarakat Indonesia yang berada di peringkat 130 dari 199 negara dunia. Â
Data ini merupakan cerminan dari sistem pendidikan yang selama ini ada, belum secara efisien dalam menangngulangi masalah kapasitas sumber daya manusia, terutama pada kualitas pikiran masyarakatnya. Merujuk kembali data statisik untuk pendidikan, hanya sekitar 6,41% yang lulus menjadi sarjana di Indonesia. Data ini sangatlah jauh jika dibandingan dengan negara-negara serumpun di wilayah Asia Tenggara lainnya.
Bagaimana Indonesia akan mencapai tujuan emasnya pada 2045, jikalau pendidikan untuk meperbaiki sumber daya manusianya saja masih tertinggal dari negara-negara tetangga?
Masalah ini juga dapat dikaitkan dengan sistem pembelajaran di sekolah yang tidak menitikberatkan pada perkembangan ilmu pengetahuan secara global, seperti STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) serta diimbangi dengan pengetahuan sosial yang memumpuni.
Kita semua dapat bersepakat, bahwa sistem pengajaran di Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara global di dunia, metode dan sistem yang digunakan para penggajar perlu dilakukan adaptasi dengan perkembangan dunia global saat ini. Indonesia dengan pertumbuhan ekenomi  sekitar 5% harusnya bisa memastikan terjaminnya kualitas pendidikan di berbagai penjuru negeri. Demi menciptakan sumber daya manusia yang siap untuk menghadapi tantangan global yang makin sulit, masyarakat sekarang dihadapkan dengan arctificial inteligent yang mana di khawatirkan jika tidak cepat dalam beradaptasi, maka bangsa kita hanya sebatas akan menjadi konsumen negara-negara maju, bukan menjadi pencipta serta pembuat trobosan baru.
Namun, yang lebih menyedihkan lagi, pendidikan masyarakat di daerah 3T (Terdepan, Terpecil, dan Tertinggal) yang tidak setara dengan pendidikan di kota-kota besar di daerah lainnya.
Padahal kesetaraan pendidikan merupakan akses utama Indonesia dalam menyalip beberapa negara ekonomi besar kedepan nantinya. Kesetaraan pendidikan memberikan kesempatan yang sama bagi masyarakat dalam mencari pekerjaan yang layak demi penghidupan keluarga. Oleh karenanya tingkat konsumsi rumah tangga dapat meningkat, sehingga menciptkakan kesinambungann ekonomi untuk mengalami perkembangan.
Kondisi yang mengenaskan tentang sistem pendidikan Indonesia ini juga kita rasakan pada pemilu 2024 kali ini, dimana masyarakat yang kurang mendapatkan pendidikan, diperdaya untuk mendapatkan suara oleh para calon-calon wakil rakyat yang sebenarnya tidak meperdulikan nasib para pemilihnya, banyak dari para calon-calon ini yang memberikan janji manis yang notabenya tidak masuk akal baginya untuk dilaksanakan, meskipun nantinya ia mendapatkan posisi sebagai wakil rakyat. Dampaknya bagi masyarakat yang memilih adalah tidak tersalurkannya pendapat mereka dengan baik serta efektif. Maka tetap saja kondisinya tetap sama dari tahun ke tahun, celah pembedanya adalah wakil rakyatnya saja yang berbeda tiap lima tahun sekali, namun kondisi masyarakat tetap sama seperti lima tahun yang lalu.
Kekhawatiran akan sistem pendidikan ini juga ternyata tidak hanya datang, dan berkembang di Indonesia saja, akan tetapi juga di negara tetangga seperti, Malaysia. Seorang mantan Perdana Menteri ke-4 dan ke-7, Tun Dr Mahatir Mohammad. Beliau mengkritsi sistem pendidikan saat ini yang terjadi di beberapa negara Asia Tenggara, dalam wawancaranya dengan Mantan Menteri Perdangangan Indonesia era SBY, Gita Wirjawan di kanal youtube nya yang dikenal sebagai serial endgame.
Khawatiran tak hanya muncul dari tokoh luar negara saja, banyak tokoh-tokoh akademisi yang prihatin dengan kondisi pendidikan di Indonesia. Sayangnya, para akademisi ini tidak memiliki kuasa untuk merubah sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Kepada pemangku kebijakan tingkat pusatlah mereka menyuarakan pendapat mereka yang terbentur dinding kekuasaan dan kepentingan elite.
Sebagai masyarakat milenial yang peduli akan kondisi bangsanya, kita harus memutus mata rantai kebobrokan pendidikan di Republik ini dengan menyuarkan pendapat kita terhadap ketidakpuasan ini. Tak satu suara untuk menuntut perbaikan, perlu kolaborasi antara banyak pihak seperti halnya akademisi, penggajar (guru, staff tenaga sekola dll), serta siswa/i yang merasakan dampaknya.
Kita tak boleh diam melihat ketidakadilan, serta kebobrokan terjadi di depan mata kita, jika kita ingin negara kita maju kedepanya. Kita harus bersuara dari sekarang sebelum terlambat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H