Jayapura_Papua, 14 Mei 2012
Dear all,
Berikut pengalaman muhibah di negeri atas awan Pegunungan Bintang, Papua. Banyak kesan mendalam yang ditinggalkan, semoga juga meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.
Quote seorang saudara tua, Ernawati, saat berkomentar tentang Kepulauan Aru,
“Keberagaman milik Indonesia tercinta ini harus disyukuri, kecuali keberagaman akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan...”
***
Oksibil_Pegunungan Bintang_Papua, 12 Mei 2012
Pagi yang tergesa dan kami yang masih malas beranjak, setelah menempuh perjalanan 11 jam dari Surabaya sehari sebelumnya. Pagi itu gerimis, sekitar jam 05.30 WIT, kami berangkat dari Jayapura menuju bandara Sentani. Menurut petugas Trigana Air Services kami sudah harus melapor di bandara setidaknya jam 06.00 WIT.
Trigana Air Services, maskapai dengan jadwal penerbangan paling tentatif sedunia! Apa pasal? Kami sudah berdiri di counter check in maskapai tersebut jam 06.15 WIT dan ternyata belum buka, dan bahkan baru dibuka pukul 09.00 WIT, dan bahkan berangkat baru jam 11.00 WIT dari jam 07.00 yang direncanakan semula, tanpa pemberitahuan apapun. Tak berlebihan rasanya bila saya menyebutnya sebagai ‘maskapai dengan jadwal penerbangan paling tentatif sedunia!’.
Saya tidak punya pilihan maskapai lain untuk menuju Kabupaten Pegunungan Bintang, meski dua bulan sebelumnya masih ada satu lagi operator penerbangan reguler yang beroperasi, Pelita Air.
Tapi kondisi saat ini yang tersisa hanya Trigana Air Service, sisanya adalah pesawat-pesawat kecil, Cesna, yang dioperasikan secara full flight, atau lebih gampangnya disebut carter, dengan biaya 24-32 juta one way, sekali berangkat, ‘murah’sekali bagi ukuran saya yang PNS. Hahaha...