Mohon tunggu...
Adjri Septiani
Adjri Septiani Mohon Tunggu... -

Sedang Mencoba menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Upah atau Anugerah?

9 Oktober 2013   15:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:46 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pemberian hadiah atau reward pasti pernah di dapatkan oleh setiap orang. Sejak kecil tentunya, hadiah yang diberikan orang tua pada saat anak nya menjadi juara kelas, pintar mengaji atau hanya sekadar membantu pekerjaan orang tua. Hadiah pun didapatkan. Mulai dari permen, es krim, pensil baru bahkan sepeda. Saat itu bahagia pasti sangat tersirat diwajah.


Namun, jika melakukan kesalahan reward yang setimpal pun didapat. Ketika seorang anak dapat raport merah, bertengkar dengan temannya, atau terlalu banyak nonton TV pastilah sang Ibu marah dan memberi hukuman. Cubitan didapatkan dipinggang, telinga dijewer, bahkan sampai dimandikan dengan air dingin. Semua itu pelajaran yang berarti.


Bagaimana dengan hadiah atau upah yang didapatkan setelah bekerja? Itu merupakan sekedar upah atau anugerah dari Allah SWT ?. Dan surat teguran yang dilayangkan dari atasan, atau teguran dari dosen apakah tanda bahwa Allah sedang mengingatkan kita?


Tentu saja, jawabannya iya. Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNYa. Beribadah dengan cara bekerja, belajar dan lain sebagainya. Tak jarang seseorang berharap meminta upah yang besar, nilai A atau bahkan A+, atau hadiah dari orang tua. Namun, pernahkah kita berkaca diri, upah yang diberikan Allah saat ini adalah sudah merupakan anugerah yang telah ditakdirkannya. Allah adalah Raja. Bahkan tanpa disadari, nikmat bekerja atau belajar pun sudah merupakan upah dari Allah karena kita beriman kepadanya, untuk orang-orang beriman tentunnya. Jika terfikirkan, tanpa diminta upah telah Allah berikan tanpa diminta oleh manusia. Anugerah bernafas, nadi yang berdenyut, jantung yang berdetak beraturan telah dialirkan pada manusia.


Malu, jika tanpa bekerja pun manusia tetap meminta upah yang berlebih. Bagi seorang hamba yang sadar kalau dirinya tidak pernah melakukan apa-apa pada sang Raja, tentu akan merasa malu. Terlebih jika dirinya tetap tercukupi dan terpelihara hidupnya oleh sang Raja. Tidak ada perbuatan yang pantas dari diri ini lakukan kecuali senantiasa berterimakasih dan terus berterimakasih.
Lalu, apa yang kita dapatkan selama ini merupakan upah yang pantas didapatkan?


Bekerja dan belajar tanpa pamrih adalah kuncinya. Jika selama ini bekerja untuk uang bukan karena Allah, tentu itu adalah rasa syukur yang salah. Jika selama belajar hanya nilai yang diharapkan, bukan ilmu dan Ridha Allah, maka itulah kesalahan. Pamrih adalah pengaharapan, tak salah memang jika mengaharapkan sesuatu, selama apa yang menjadi kewajiban telah terlaksana dengan maksimal. Misal, selalu beribadah kepada Allah tak pernah melakukan kesalahan, maka tidak salah mengaharap pahala dan rezekinya. Sudah bekerja lembur, meeting dan pekerjaan lain, tentu mengharapkan insentiv tambahan. Tidak ada yang salah selama professional.
Jika selama ini pamrih, maka kurangi pamrih dengan cara berikut :
1.Melakukan semua pekerjaan dengan Ikhlas
2.Memulai semua kegiatan dengan Bismillah
3.Mengharap Ridha Allah, kerena dengan Ridha Allah, Insya Allah berjalan dengan baik.
4.Jauhkan dari fikiran bahwa nanti akan mendapat reward, karena jika pengaharapan terlalu tinggi lalu reward itu tidak didapatkan, maka selanjutnya akan membuat malas bekerja atau belajar.
5.Senantiasa bersyukur atas anugerah yang diberikan
6.Menanamkan rasa malu untuk meminta.
7.Tanamkan rasa tidak puas untuk selalu melakukan yang terbaik.
Dengan menghilangkan sifat pamrih, tentu upah yang selama ini didapatkan akan menjadi anugerah yang sangat indah. Apapun yang ada padaNYA adalah keagungan dan kemuliaan. Berbagai nikmat dan anugerah senantiasa Allah berikan. Sementara manusia hanya dapat melakukan kesalahan-kesalahan bahkan pamrih dijunjung tinggi. Segala kesalahan dapat dibukakan pintu maafNYA. Allah selalu mengerti dan memaklumi pada setiap kekhilafan hambannya.


Upah yang selama ini didapatkan sudah ada catatannya di tempat yang tidak diketahui. Upah seorang tukang becak tentu berbeda dengan upah yang didapatkan seorang dokter. Adakah upah itu difikirkan sebagai anugerah?. Tukang becak hanya diberikan rezeki dengan bentuk uang yang tak seberapa. Namun ada upah dan anugerah yang Allah berikan dibalik itu. Tukang becak bisa berolahraga setiap saat, mengayuh becaknya. Bercucuran keringat, menikmati udara pagi saat mengantarkan penumpang pergi bekerja sampai kedepan kompleks rumah. Bukankah itu sebuah anugerah?. Anugerah yang tidak bisa didapat setiap saat oleh seorang dokter tadi. Dokter memberikan resep untuk kesehatan seseorang, tapi dokter tidak bisa berolahraga seperti tukang becak yang menjadi alternative kesehatan. Dokter hanya berada didalam ruang AC, di ruang operasi yang tak terkena sinar matahari. Sungguh hanya Allah pemberi Anugerah kehidupan yang amat Mulia.


Semua upah yang didapatkan hari ini, kemarin, atau mungkin besok adalah hanya sebagian kecil dari anugerah yang telah Allah berikan. Janganlah berfikir upah adalah yang terpenting dari apapun. Jika anugerah bernafas tidak didapatkan maka upah pun hanya diangan-angan.


Mengaharapkan Anugerah lebih penting dari mengaharap upah. Bersyukur, berterimakasih, bekerja tanpa pamrih, dan belajar dengan giat hanya itu yang dapat dilakukan sebagai manusia yang menghamba.
Semoga Anugerah selalu tercurah pada kita semua. Amiin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun