Masalah di Jakarta, pusat pemerintahan, bukan hanya sekedar politik, walau memang mesti diakui kebanyakan yang kita dengar adalah masalah pemerintahan. Masih ingat dengan mitos (atau fakta) banjir periodik 5 tahunan yang selalu membuat resah masyarakat kota yang katanya metropolis Indonesia? Yap, banjir 5 tahunan kadang memang terlupakan oleh kita. Kenapa terlupakan? Ya karena periodenya yang 5 tahunan itu, membuat orang terlena akan permasalahan-permasalahan lainnya yang juga banyak hadir di Jakarta.
Hari ini, 25 Oktober 2010, Jakarta kembali di”gempur” oleh serangan banjir, yang entah benar atau tidak, 5 tahunan itu. Seperti biasa, menghadapi banjir 5 tahunan, sumpah serapah, caci maki marak terdengar dari mulut masyarakat Jakarta, khususnya ditujukan kepada Pemerintah Provinsi D.K.I Jakarta. Dapat dimaklumi kiranya kalau memang muncul atmosfir negatif dari masyarakat Jakarta, Janji “politik” gubernur (saat ini) ketika mencalonkan diri adalah (kurang lebih) “Serahkan pada ahlinya”. Gembar gembor memiliki kemampuan di bidang tata kota, mempunyai berbagai konsep, yang salah satunya adalah penanganan atas banjir, sempat membuat masyarakat Jakarta menjadi lengah. Toh? Buktinya? Banjir tetap ada, mungkin setiap tahun selalu ada dan dialami oleh masyarakat Jakarta. Lagi-lagi, hari ini, banjir terjadi di beberapa daerah di Jakarta, tadi misalnya, di seputar Jalan Gatot Subroto, kemacetan terjadi sangat parah (oh tentunya, selalu macet) tapi kali ini berbeda, macet tidak terjadi karena banyaknya kendaraan yang lalu lalang atau banyaknya kendaraan umum yang ngetem. Kali ini pemandangan lebih semarak lagi dengan adanya luapan air atau “genangan” (mengambil istilah dari Gubernur D.K.I Jakarta terpilih, Fauzi Bowo) yang meluap di seluruh gorong-gorong maupun jalanan ibukota. Yah, selamat datang di Jakarta.
Ah, Jakarta kota utopia, tempat dimana mimpi dapat terealisasikan, kecuali mimpi akan wilayah bebas banjir tentunya.
Di satu sisi, banyak dari masyarakat miskin kota yang harus bersedih dan terpaksa merelakan barang-barang, atau mungkin karyawan yang harus pulang jam 5-6 sore dan terjebak kemacetan di jalan raya, namun di sisi lain, para wakil rakyat hanya menuntut untuk melakukan studi banding di Yunani atau mungkin petinggi pemerintahan yang selalu curhat akan permasalahan yang dihadapinya. Sungguh miris memang. Yah tapi ini lah potret para pemimpin kita, yang kita pilih sendiri. Hey tapi ada satu usulan, sedikit usulan mungkin dapat diterima dan didengarkan.
Kenapa tidak ajak para wakil rakyat, DPD, DPR dan juga Presiden untuk plesiran di kota Jakarta ketika banjir? Sejenak lupakan penat masalah pemerintahan dan nikmati banjir yang melanda Jakarta. Yuk bersama-sama bergandengan tangan melenggang dan langkahkan kaki di tengah arus banjir? Hey it’s fun, is it? A big, NO!
Artikel juga dapat dilihat di:
http://www.politicalinquiries.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H