Mohon tunggu...
Adjie Prasetyo
Adjie Prasetyo Mohon Tunggu... Editor - Author - SEO Writer - Influencer - Content Creator

Suka menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Legenda Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat

22 Mei 2024   14:18 Diperbarui: 20 Juni 2024   18:08 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa di Sumatera Selatan, tersebar legenda tentang dua jawara yang sangat terkenal, Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Keduanya dikenal sebagai pahlawan yang gagah berani, namun memiliki sifat yang sama-sama sombong dan merasa paling hebat di antara yang lain.

Pada suatu hari, Si Mata Empat memamerkan kekuatannya di depan umum. "Ha..ha..ha..akulah yang paling hebat sejagat raya ini, tak ada yang bisa menandingiku," teriaknya dengan lantang. Mendengar kesombongan itu, Si Pahit Lidah merasa tertantang. "Hei Si Mata Empat...sombong sekali kau, apa belum tahu kehebatanku?" teriaknya dengan marah. Si Mata Empat merasa geram, namun menyadari bahwa melawan Si Pahit Lidah secara langsung adalah tindakan yang bodoh karena kelebihan lawannya itu terletak pada lidahnya yang bisa mengutuk siapapun.

"Baiklah, sekarang saya beri kelonggaran untukmu yang telah lancang kepadaku, Pahit Lidah. Saya akan membuktikan seberapa hebat kesaktianmu. Lima hari dari sekarang, di dekat Danau Ranau setelah matahari terbenam. Bagaimana, apakah kau sanggup?" tanya Si Mata Empat dengan nada menantang. Si Pahit Lidah menerima tantangan itu dengan tegas, "Baiklah..dengan senang hati saya terima tantanganmu, Mata Empat. Lagipula, aku sudah tak sabar ingin menghajar orang sombong macam kau!!"

Akhirnya, hari yang dinantikan pun tiba. Keduanya berkumpul di tepi Danau Ranau, siap untuk mengadu kekuatan. Si Mata Empat menggunakan permainan licik untuk menguntungkan dirinya. Mereka sepakat untuk melakukan undian siapa yang akan memotong buah aren terlebih dahulu. Si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, Si Mata Empat memiliki dua mata tambahan di belakang kepalanya yang memungkinkannya melihat arah jatuhnya buah aren.

Si Pahit Lidah memanjat pohon aren dengan cepat. "Hei Mata Empat yang sombong, terimalah ini, selamat tinggal untuk selama-lamanya," ucapnya sambil memotong buah aren. Si Mata Empat, dengan mudahnya, menghindar dari runtuhan buah aren berkat mata-mata di belakang kepalanya. "Ha..ha..ha..apakah hanya itu saja kemampuanmu, Pahit Lidah?" ejeknya.

Si Pahit Lidah mencoba lagi dan lagi, namun setiap kali, Si Mata Empat berhasil menghindar. Setelah tiga kali mencoba, Si Pahit Lidah merasa kecewa dan turun dari pohon aren. Kini giliran Si Pahit Lidah untuk menelungkup di bawah pohon aren. Si Mata Empat memanjat pohon itu dengan cepat. "Pahit Lidah, apakah kau sudah siap dengan kematianmu?" tanyanya. "Jangan banyak oceh, cepat potong buahnya!" jawab Si Pahit Lidah dengan marah.

Si Mata Empat pun memotong buah aren tersebut. Gugusan buah aren yang besar dan berat itu meluncur deras ke bawah, langsung mengenai tubuh Si Pahit Lidah yang tidak bisa menghindar. "Akhhhh..." Pahit Lidah berteriak kesakitan. Tubuhnya bersimbah darah dan ia tewas seketika.

"Ha..ha..ha..ternyata kamu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesaktianku," ucap Si Mata Empat dengan puas. Namun, rasa penasaran muncul di benaknya. Mengapa lawannya itu dijuluki Si Pahit Lidah? Karena penasaran, ia mencucukkan jarinya ke dalam mulut Si Pahit Lidah yang sudah mati, lalu mengecap jarinya yang terkena liur Pahit Lidah. "Benar, rasanya pahit sekali. Rasanya lebih pahit dari akar brotoali."

Ternyata, itu ialah racun yang mematikan. Si Mata Empat mengerang kesakitan, memegangi tenggorokannya. Racun tersebut menjalar ke seluruh tubuhnya. Tubuhnya membiru dan ia pun tewas di tempat yang sama. Kedua jawara ini dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau, yang menjadi saksi sejarah pertarungan antara Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Legenda ini mengajarkan bahwa kesombongan dan angkuh tak akan membawa kemenangan sejati. Hanya Allah SWT yang Maha Kuasa atas segala sesuatu di dunia ini.

Referensi : hariansriwijaya.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun