Ketentuan mengenai pendirian Perseroan Terbatas, haruslah paling sedikit didirikan oleh (2) dua orang. Namun ketentuan tersebut, tidak bersifat imperatif ( kewajiban ), bagi setiap Perseroan Terbatas. Terdapat juga Perseroan Terbatas yang tidak harus didirikan oleh paling sedikit (2) dua orang pihak, contoh pengecualian tersebut adalah Perseroan yang sahamnya dimiliki oleh negara atau yang dikenal dengan BUMN.
Badan Usaha milik Negara adalah Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 19 tahun 2003 tentang BUMN, yang berbunyi :
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Bahwa BUMN terdiri dari tiga kategori bentuk perusahaan yaitu berbentuk Perusahaan Umum, Perusahaan Perseroan ( Persero ) dan Perusahaan Perseroan Terbuka. Bahwa Perusahaan Umum adalah Badan Usaha Milik Negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tingggi. Sedangkan Perusahaan Perseroan ( Persero ) adalah Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % ( lima puluh satu persen ) sahamnya dimiliki Negara Indonesia, yang tujuannya memperoleh keuntungan. Sedangkan Perseroan Terbuka adalah Perseroan Terbatas yang modal dan jumlah pemegang saham memenuhi kriteria tertentu ( mekanisme pasar modal ) dan melakukan penawaran sesuai aturan hukum pasar modal, sesuai dengan pasal 1 ayat 2,3 dan 4 Undang-Undang No 19 tahun 2003 tentang BUMN yang berbunyi :
1.Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuanutamanya mengejar keuntungan.
2.Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Perseroyang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidangpasar modal.
3.Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Kekayaan atau modal BUMN :
Bahwakekayaan atau modal BUMN, terdiri dari modal dalam bentuk uang atau aset benda bergerak dan/atau benda tidak bergerak berasal dari penyertaan modal yang berasal dari kekayaan negara. Bahwa yang dimaksud dengan penyertaan modal negara untuk digunakan dalam kerangka menjalankan roda usaha BUMN adalah Pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ), sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 7 Peraturan Pemerintah No 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, yang berbunyi :
Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk dijadikan sebagai modal BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya, dan dikelola secara korporasi.
Bahwa tujuan negara untuk memberikan penyertaan modal dalam bentuk kekayaan negara kepada BUMN yaitu untukPendirian BUMN atau Perseroan Terbatas Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik Negara; atau Penambahan Penyertaan Modal Negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas yang di dalamnya telah terdapat saham milik Negara, sesuai dengan ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah No 44 tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas, yang berbunyi :
Negara dapat melakukan penyertaan modal untuk :
a. Pendirian BUMN atau Perseroan Terbatas;
b. Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik Negara; atau
c. Penambahan Penyertaan Modal Negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas yang di dalamnya telah terdapat saham milik Negara.
Larangan Pengalihan Aset BUMN :
Bahwa modal dalam bentuk aset yang dimiliki BUMN berasal dari penyertaan modal negara yang berasal dari APBN dan merupakan kekayaan negara. Bahwa aset BUMN tersebut, berasal dari investasi jangka panjang pemerintah untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Bahwa investasi pemerintah tersebut dapat berupa saham, surat utang dan investasi langsung ( memberikan benda bergerak atau tidak bergerak, sesuai dengan ketentuan pasal 41 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi :
1.Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya.
2.Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung.
Bahwa seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, termasuk yang dikategorikan dalam modal BUMN dalam bentuk uang dan aset ( benda bergerak dan/atau benda tidak bergerak ) yang berasal dari penyertaan modal negara tidak dapat dilakukan penyitaan, sesuai dengan pasal 50 Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi :
Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap:
a.uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;
b.uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;
c.barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihakketiga;
d.barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah;
e.barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Selain itu, apabila penyitaan aset BUMN dalam rangka kepailitian, yang mempunyai kewenangan adalah Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan kepailitan dan berdampak aset dari BUMN digunakan untuk pembayaran utang kepada kreditor, sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 5 Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi :
Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H