Mohon tunggu...
adjatwiratma
adjatwiratma Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Guru

"Terus Bergerak Untuk Bermanfaat"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Oh PPDB Bikin Galau?

20 Juni 2019   11:28 Diperbarui: 20 Juni 2019   11:53 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sistem online yang diterapkan membuat cara baca data yang masuk secara otomatis, kelemahan komputerisasi adalah tidak ada tatap muka (wawancara) dan survei lapangan sebagai dasar dari pengambilan keputusan. Tapi ini jauh lebih "fair," selama keamanan data terjaga, dan jaringan tidak mengalami gangguan.

Hal lain yang dikeluhkan para orang tua adalah saat harus memilih sekolah, terutama bagi siswa dengan nilai tinggi. Tidak meratanya kualitas guru dan sarana prasarana setiap sekolah, membuat masih banyak orang tua yang menginginkan anaknya bersekolah di sekolah tertentu. Persoalan ini sangat darurat harus diselesaikan pemerintah. Penghapusan stigma sekolah favorit dan non favorit harus dijawab dengan memberikan perlakuan yang sama kepada semua sekolah.

 Sayangnya sampai saat ini, hal itu belum dapat sepenuhnya terwujud. Harus diakui ada sekolah dengan guru-guru berprestasi dengan fasilitas memadai, namun ada sekolah dengan fasilitas yang tidak begitu istimewa.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dilakukan setiap tahun harusnya tidak selalu kisruh setiap tahun. Ironisnya masalah selalu sama. Orang tua dibuat gelisan, khawatir anak mereka tidak diterima sekolah. Kegelisaan orang tua itu menular pada anak.

Selain soal pilihan sekolah, sistem zonasi yang tidak disertai dengan sistem populasi membuat penyebaran siswa setiap sekolah di setiap wilayah menjadi bermasalah. Pemerintah harus dapat memetakan berapa jumlah sekolah yang ada dalam satu wilayah, dengan jumlah calon peserta didik potensial yang tinggal di wilayah tersebut. 

Sehingga tidak ada sekolah yang sepi peminat, di tempat lain banyak calon peserta didik baru yang ditolak karena sudah melebihi kuota yang dimiliki sekolah. Tidak setiap kecamatan memiliki jumlah satuan pendidikan SD, SMP dan SMA/SMK yang sama. 

Di daerah bahkan satu kecamatan belum tentu punya SMA, atau punya SMA tapi tidak punya SMK. Atau ada pula di daerah-daerah perkotaan dengan jumlah penduduk padat, mereka harus bersangin ketat untuk bisa memasukan anak-anak mereka ke Sekolah Dasar. Persoalan jumlah siswa alih jenjang dan daya tampung sekolah yang belum memadai juga menjadi soal yang harus diperhatikan, agar kebijakan yang tujuanya baik itu bagus juga dalam pelaksanaanya.

Manajemen penerimaan peserta didik baru harus terus dibenahi dengan tidak hanya pada tataran aturan, tapi juga pelaksanaanya. Tujuan utama sistem zonasi untuk membuka akses dan keadilan pendidikan bagi semua harus dirasakan masyarakat. 

Saya setuju, semua anak punya hak yang sama dan tidak boleh ada diskrimnasi, tidak ada hak ekslusif dalam mendapatkan layanan pendidikan. Dalam hal ini sekolah negeri, dengan layanan dan fasilitas yang disediakan Negara sejatinya mengadopsoi sistem layanan publik.

Mengakhiri "kisruh" PPDB, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ri jangan menunggu waktu lama untuk melakukan "Revolusi" pemerataan layanan pendidikan. Sistem zonasi nantinya bisa juga diterapkan tidak hanya bagi siswa tapi juga para guru dan tenaga kependidikan. 

Namun yang terpenting dari semangat tidak ada diskriminasi dalam pendidikan adalah pemerataan kualitas guru dan pemerataan layanan pendidikan di seluruh Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun