Mohon tunggu...
adjatwiratma
adjatwiratma Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis, Guru

"Terus Bergerak Untuk Bermanfaat"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Main Medsos, Self Control atau Dikontrol?

18 Mei 2019   10:31 Diperbarui: 18 Mei 2019   21:53 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan massa di sejumlah negara disebut-sebut lahir karena kuatnya dorongan di media sosial. Media sosial, yang awalnya hanya digunakan sebagai sarana informasi dan komunikasi, berubah menjadi media perubahan yang sangat kuat. Revolusi Arab Spring misalnya, diamini sangat dipengaruhi oleh warga yang aktif menginisiasi gerakan politik, sehingga menyebarnya wacana tentang revolusi.

Jauh sebelum itu, pemanfaatan media sosial seperti Twitter, Facebook hingga Youtube untuk skala yang lebih besar sebagai wadah menggalang massa untuk perlawanan politik terjadi pada 2010. Masyarakat Tunisia tergerak hatinya saat ada aksi bunuh diri dengan cara membakar diri seorang pemuda penjual sayur yang barang dagangannya dijarah aparat polisi. 

Peran media sosial dalam menggerakkan massa juga pernah terjadi di Hong Kong, aksi protes dengan memanfaatkan media sosial terjadi pada 2014. Saat itu, masyarakat Hong Kong marah atas dihapuskannya pemilihan kepala Pemerintahan Hong Kong secara langsung.

Jika dilihat dari banyak kejadian, peristiwa demi peristiwa terjadi karena ada satu perasaan yang sama atas ketidakadilan, kekerasan kekuasaan yang nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi negaranya, melanggar asas demokrasi, dan nilai kemanusiaan yang dianut. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia hari ini? Menkopolhukam Wiranto menaruh perhatian serius terhadap aktivitas para elit di media sosial. Pernyataan yang menjurus pada provokasi akan diminimalisir. Belakangan disinyalir, isu yang erat kaitannya dengan hasil pemilu jadi isu yang dikhawatirkan Pemerintah.

Penguatan Literasi Masyarakat.

Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengguna media sosial yang tinggi. Sayang, ini tidak sebanding dengan cermin pendidikan masyarakatnya. Indonesia masih menjadi negara tingkat minat baca yang rendah. Dengan minat baca yang "cetek," seseorang akan mudah termakan informasi. 

Ini juga menjadi indikatornya kenapa hoaks menjamur. Tinggal klik, seseorang dapat dengan mudahnya berbagi berita yang belum tentu dianggap benar. Media sosial telah melahirkan karakter instan penggunanya.

Sejak awal Saya mendukung ketegasan Pemerintah untuk melakukan penyaringan atas konten-konten negatif di media sosial, seperti pornografi, kekerasan fisik, dan hoaks.

Bagaimana dengan pembentukan tim hukum, bentukan Menkopolhukam?

Pembentukan tim hukum ini diharapkan tidak merduksi semangat kebebasan publik berpendapat yang saat ini tercermin dalam aktivitas media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun