Mohon tunggu...
Adi Yuza
Adi Yuza Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang biasa yang suka menulis.\r\nmau berhubungan:\r\n#twitter: @adiyuza

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik tingkat keselamatan Penyeberangan Selat Sunda

29 Januari 2011   11:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:04 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari kemarin, musibah kembali menimpa transportasi Indonesia. Tercatat di hari yang sama terjadi 2 kecelakaan, kebakaran kapal laut, dan Tabrakan kereta api , dengan sejumlah korban tewas tentunya.

Yang saya cukup kaget adalah kebakaran KMP Lautan Teduh di Selat Sunda. Soalnya, 2 hari sebelumnya saya pergi-pulang dari dan ke Jakarta dengan Kapal Laut.

Saya tidak tahu, apakah kapal-kapal penyeberangan di selat sunda memenuhi standar atau tidak. Namun, mungkin dari pengalaman saya bisa jadi penilaian rekan-rekan sekalian.

Bus dari Terminal Rajabasa Bandar Lampung yang saya tumpangi berhenti di Terminal Pelabuhan Bakauheni. Lalu setelah itu, saya membeli tiket Kapal Biasa. Harga tiket Rp 11.500 untuk dewasa dan Rp 7.000 untuk anak-anak. Di tempat pembelian tiket, kita akan disuguhi tayangan televisi yang menginformasikan waktu keberangkatan dan kondisi cuaca di Selat Sunda dari BMKG.

Kita akan diberi 2 tiket, 1 tiket kartu yang akan kita serahkan kepada petugas di dermaga. Dan satu potongan kertas yang kita bawa pulang. Tiket Kartu agak tidakjelas, namun tidak separah tiket Transjakarta yang putih total.

Untuk tiket potongan kertas, hanya ada tulisan masa berlaku. Tidak ada nama kapal yang akan kita naiki. Selain itu tidak ada nama calon penumpang. (kalau kata ayah saya, dulu untuk tiket kapal cepat ada nama penumpang. Tidak tahu jika sekarang). Mungkin sistem Tiket Kapal Cepat berbeda dengan kapal Biasa.

Ketika menunggu di dermaga, tidak ada pemeriksaan tiket lagi. Kita akan langsung masuk ke kapal begitu kapal tiba.

Di dalam kapal, toilet yang ada cukup standar. Namun terkadang beberapa toilet tidak memiliki pintu yang layak. Mungkin kondisi toilet rata-rata di Kapal memang seperti itu. Soalnya, hal yang sama saya temukan di Kapal-kapal lain ketika saya melakukan penyeberangan sebelumnya. Untuk masalah toilet, saya agak maklum mengingat toilet-toliet umum di Indonesia memang kebanyakan seperti itu.

Penumpang tidak begitu banyak. Mungkin karena bukan musim mudik. Muatan kapal lebih didominasi oleh kendaraan penumpang maupun barang.

Pengalaman saya ketika saya naik Mobil Travel ataupun Bus langsung, Mobil tidak dimatikan. Hal ini supaya AC tetap menyala. Sehingga penumpang yang berada di dalamnya bisa istirahat nyaman. Padahal, di dalam dek kendaraan tertulis “Kendaraan harap dimatikan Ketika kapal sedang berlayar".

Untuk di dek penumpang, kondisinya standar. Namun kondisi tersebut berlaku untuk kelas 3. Kondisi yang lebih nyaman akan kita dapatkan ketika masuk dek penumpang kelas 2, bahkan kelas 1. Saya pernah mencoba masuk ke dek kelas 2, dan memang kondisinya lebih enak dan lebih nyaman. Biasanya kita kan dipungut bayaran sekitar Rp 8.000 untuk masuk kelas 2 dan mungkin kelipatannya untuk Kelas 1.

Di tiap kelas, akan terpampang poster cara memasang jaket keselamatan. Namun penumpang jarang yang memperhatikan. Karena keberadaanya kurang mencolok.

Tidak ada demonstrasi bagaimana cara menggunakan jaket keselamatan. Dan penumpang tidak diajari bagaimana cara menggunakan jaket keselamatan. Saya sempat bingung, bagaimana seandainya jika benar-benar terjaadi keadaan darurat. Karena tidak ada penjelasan apa saja yang harus dilakukan jika terjadi keadaan darurat. Mungkin penumpang akan langsung lompat ke laut jika terjadi keadaan panik, pikir saya.

Selain itu, tidak ada juga penjelasan jalur evakuasi jika seandainya keadaan darurat benar-benar terjadi. Tidak ada penunjuk arah dimana lokasi jaket keselamatan.

Tiba di Pelabuhan Merak ternyata dermaga untuk kapal yang kami tumpangi bersandar sedang rusak. Sehingga kami terpaksa menggunakan tempat keluar bersamaan denga mobil-mobil yang keluar. Keadaan ini cukup berbahaya. Mengingat kita harus berbagi dengan mobil yang keluar. Belum lagi jembatan yang bergoyang-goyang karena mobil yang melintas. Jika kurang hati-hati, kita bisa terjatuh ke laut karena kita berjalan dipinggir jembatan.

Saya lebih suka menyeberang malam hari, karena saya akan tiba di Terminal Jakarta atau Lampung saat pagi hari. Sehingga kejahatan malam di terminal bisa diminimalisir.

Ketika kami menyeberang kembali ke Lampung melalui Pelabuhan Merak, hal yang sama masih bisa ditemukan. Mulai dari pembelian tiket hingga ketika berada di dalam kapal. Juga masih tidak ada penjelasan hal-hal yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat.

Parahnya, di kapal yang saya tumpangi kali ini, tidak ada petujuk arah untuk menuju Toilet. Toilet yang kami temukan pun sangat tidak nyaman untuk wanita. Sehingga teman saya yang wanita akhirnya tidak jadi menggunakan toilet tersebut.

Terus terang,saya adalah tipe orang yang selalu berkhayal yang tidak-tidak. Termasuk ketika berada di KapaL. Saya selalu berpikir seandainya jika terjadi ini, jika terjadi itu. Dan pastinya strategi yang akan saya lakukan jika hal-hal tersebut terjadi. Terlebih ketika saya menyeberang, Kondisi cuaca di Selat sunda tidak begitu baik.

Tapi Alhamdulillah, Kapal yang saya tumpangi berhasil merapat dengan selamat di pelabuhan Bakauheni.

Saya cukup kaget ketika mendapati berita KMP Lautan Teduh terbakar, karena salah satu pikiran buruk saya ketika berada berada di Kapal adalah “Bagaimana jika seandainya Kapal Ini terbakar dan apa yang harus saya  lakukan”.

Salam

Adi yuza

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun