Mohon tunggu...
Adi Wursito
Adi Wursito Mohon Tunggu... -

try to feel the euphoria of technology in parallel society

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Televisi Si Kotak Ajaib

25 Desember 2015   23:48 Diperbarui: 26 Desember 2015   01:05 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah website yang sore ini aku baca dan aku ketahui dari istriku. Tentang sinetron yang semakin hari tayangan televisi itu meresahkan keluarga di negeri ini.  Di laman website kegelisahan seseorang  yang sama seperti yang aku alami. Dengan judul "Pak Presiden, selamatkan kami dari bahaya sinetron".

Kegelisahan yang diungkapkan seorang warga negara, seorang pribadi yang peduli kepada bangsanya yang patut mendapatkan apresiasi. Berikut kutipanya "Tolong selamatkan kami dari bahaya sinetron. Kami menanti tayangan bermutu yang mendorong proses peningkatan ilmu pengetahuan. Kalaupun mau memaksakan tayangan sietron murahan seperti itu, mohon jam tayangnya diganti tengah malam sehingga kami sudah tidur dan tidak akan terpengaruh pada adegan terkutuk yang ditampilkan"(Arief Siddiq Razaan.www.islampos.com).

Aku sependapat, menurutku tulisan beliau bukan saja kegelisahan tapi adalah kemarahan dan ketakutan pada bahaya yang massive, seharusnya masuk dalam kategori menjadi bencana nasional..hehe

Program acara yang disuguhkan televisi kepada kita kalau mau jujur sangat jauh dari kebaikan. Tayangan berbobot sangat sedikit, berbobot yang aku maksud adalah informatif, mendidik dan menghibur dalam satu kesatuan. Sudahkah merasa terhibur dan merasa sehat dengan hidangan dari televisi di negeri ini?.  

Ritual menonton televisi tidak saja pada jam-jam tertentu atau prime time, namun menghabiskan waktu seharian dengan televisi. Kita melakukan pembiaran kepada anak-anak dengan khusyuk melahap tayangan televisi seharian dikala liburan sekolah seperti saat ini dengan itikad bahwa anak kita tidak main diluar rumah dan mendapat pengaruh buruk?..duh. Televisi digemari dan dianggap sebagai hiburan paling murah di Indonesia. Setiap rumah di era digital ini tidak saja mempunyai sebuah televisi namun bisa lebih, dua atau bahkan tiga! Wah super sekali..di tingkat pelosok televisi dengan angkuhnya telah merebut obrolan diteras rumah tetangga (Lebih baik didalam rumah dan menonton televisi)..

Ada seorang kyai dari Tuban mengatakan bahwa Tuhan telah berganti televisi, akan melakukan sholat nunggu sinetron iklan dulu. Lhoo kita saja diperintah televisi setiap saat mau kok, (contoh; jangan kemana-mana kami segera kembali) lha kok diperitah Gusti Allah suruh sholat nunggu iklan hehe. Jadi ingat perkataan Gus Mus -Bagaimana mau menjadi khalifah, wakilnya Allah dunia wong menjadi hamba malas,  Jadwal hidupmu diatur televisi..hehe

Bagaimana hidangan yang disuguhkan televisi bisa merubah identitas manusia? Dengan pembelokan makna informatif yang disuguhkan. Dengan kelezatan menu tayangan yang dihidangkan seperti bagaimana keseharian seorang selebritis, model hijab terbaru, selingkuh, kekejaman dan segala macamnya itu. Kotak yang menyala itu - televisi, mampu meredam rasionalitas, spiritualisme, dan etika kemanusiaan kita..duh. Secara tidak sadar kita menjadi terprovokasi, untuk kiblat kesempurnaan hidup contohlah seperti di sinetron A misalkan.  

Religiositas palsu, norma palsu dan budaya palsu sinetron membentuk budaya baru, keimanan baru dalam kesempurnaan realitas kehidupan. Atas kepentingan rating,  atau uang itukah mengapa dengan  penonton diberondong dengan amunisi yang menghipnotis?. Menghibur dengan hiburan yang mematikan berdasarkan kutipan yang mengatakan "menonton televisi adalah menghibur diri sampai mati" (Neil Postman:1995). Televisi si kotak ajaib yang mampu menghipnotis umat, dan diimani sebagai tuhan baru.

Televisi telah menjadi  korporasi dengan pelbagai kepentingan namun dengan impian bahwa pengharapan kepada adanya perbaikan kualitas tayangan televisi negeri ini sebagai media yang mendidik, pembuka wacana sehingga keadaban negeri tidak akan tumbang pada ketamakan kapitalisme semata. Negeri dengan rakyat  yang suntuk dan repot memikirkan selebritas  adalah negeri ironi dan tragedi (Bandung Mawardi: kompas 2008). Sekian ...

Sumber gambar: www.randybishop.devianart.com

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun