John Kei. Saat ini sosoknya menjadi buah bibir. Siapa sebenarnya sosok pemilik tubuh kekar dengan rambut gondrong yang menjadi ciri khasnya ini, sehingga menjadi senter menjadi pemberitaan di media massa? Saya percaya, baik pembaca tulisan ini ataupun masyarakat pada umumnya banyak yang tidak mengenalnya, kecuali setelah berita penembakan sosok ini beredar luas di media.
Mengikuti informasi terupdate tentang Jhon Refrai Kei atau Jhon Kei di media online, bila diliat sepak terjangnya, saya menilai sudah diramalkan oleh salah seorang budayawan dari Kebumen, Wahyu NH Aly. Jhon Kei, yang diketahui merupakan pimpinan himpunan pemuda Ambon ini atau Angkatan Muda Kei (AMKEI), lahir dari keluarga miskin. Kemiskinan yang menggerogoti keluarganya membuat dirinya melatih olah fisik untuk mempertahankan eksistensinya. Singkatnya, Jhon Kei memilih karirnya sebagai debt collector melalui AMKEI setelah sebelumnya menjadi seorang petinju. Karir Jhon Kei sebagai debt collector terus meningkat. Hingga kemudian dirinya tertangkap oleh polisi di Hotel C'One, Pulomas, Jakarta Timur pada Jumat (17/2) sekitar pukul 20.00 WIB. Jhon Kei ditangkap terkait pembunuhan bos PT Sanex Steel, Ayung alias Tan Hari Tantono di Swiss-Benhotel, Jakarta Pusat, Selasa malam (27/1). Melihat jejak Jhon Kei ini, Wahyu NH Aly pernah menuliskannya di tahun 2009. Wahyu mengulas secara detail. Mulai dari kemiskinan yang menjeratnya, hinaan masyarakat yang dialaminya, sampai tertangkapnya oleh pihak aparat. Bisa jadi kebetulan cerita yang disampaikan Wahyu kebetulan, namun cukup menarik untuk diikuti. Wahyu dalam tulisannya memang tidak menggunakan nama Jhon Kei. Namun kisah Jhon Kei sangat mirip dengan sosok yang digambarkan oleh Wahyu. Di dalam tulisannya, Wahyu menggunakan nama Roji. Roji, digambarkan oleh Wahyu sebagai sosok pemuda yang lahir dari kalangan orang miskin. Di masyarakatnya, dia sering mendapatkan perlakuan kurang adil, baik di wilayah sosial-kemasyarakatan sampai hal-hal yang terkait dengan religi. Hinaan, cacian, lirikan-lirikan sinis, sering dilakukan masyarakatnya. Di sekolahnya juga Roji sering mendapat perlakuan tidak adil oleh gurunya. Akumulasi tekanan dalam dirinya itu, membuat Roji menjadi kasar meskipun dia di dalam tulisan tersebut juga dijelaskan sebagai sosok yang jenius. Roji semakin beringas, dan melalui kejeniusannya dia mengorganisir orang-orang yang memiliki kondisi yang serupa. Roji melakukan aksi brutal membalas dendam perlakukan masyarakatnya yang keji terhadap dirinya. Namun demikian, Roji juga sangat baik dengan sebagian masyarakat yang memiliki ekonomi yang sama dengannya, sama-sama miskin, meskipun di antara mereka juga banyak yang tidak menyukai dirinya. Aksi Roji mulai dari pemukulan terhadap kalangan elit di kampungnya, kekerasan terhadap banyak guru di sekolah-sekolah yang dinilainya tidak adil kepada siswa-siswinya, sampai aparat keamanan yang tindakannya tidak mencerminkan sebagai penegak hukum pun menjadi sasaran Roji dan kelompoknya. Akibat tindakan ekstrim yang dilakukan oleh Roji beserta kelompoknya ini, membuat para korbannya banyak yang masuk rumah sakit jiwa. Para korban banyak yang mengalami trauma sampai gila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H