Mohon tunggu...
adi uthama
adi uthama Mohon Tunggu... Guru - Menulis dan membaca

jangan bedakan status sosial.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Ada yang Perlu Dicemaskan

21 Januari 2020   13:20 Diperbarui: 21 Januari 2020   15:24 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari terus berjalan, kaki semakin berat untuk bergerak melangkah, stroke yang pernah di derita sepenuhnya tidak pergi dari jiwanya. Semua geraakan seolah sudah diatur oleh stroke, sungguh malang nasibmu ayah? Anakmu Joko seperti tidak punya niatan untuk membahagiakanmu, ayah. Kata jaka dengan raut wajahnya yang sedih seperti akan takut akan masa depan. "Bagaimana keadaan ini jika terus terbawa sampai tua, terus bagaimana dengan keluargaku yang akan saya bangun kelak, terus bagaimana dengan anaku" Jaka merenungkan nasibnya dan takdir yang ia takuti.

Jaka, apa yang kau lamunkan. aku melihatmu seperti orang yang sedang bersedih dan juga seperti ada yang kau takuti dan kau cemaskan. Apa yang kau  cemaskan jaka? "aku mencemaskan akan masa depanku, akan seperti apa jika aku menuruti apa yang pernah kau katakan. jawab jaka. 

Kau terlalu sempit mengartikan apa  yang aku pernah aku katakan padamu, jangan mencemaskan masa depanmu, masa depanmu akan baik-baik saja tidak ada yang dicemaskan. 

Kau bekerja sekeras apapun jika hatimu masih diiringi rasa takut semua tidak akan ada guna. Aku memang tidak terlalu tertarik kepada uang tapi bukan berati aku tidak membutuhkan uang, aku juga bekerja, aku juga tidak lupa akan kewajibanku. Aku hanya takut akan  mati, bukan aku tidak peduli dengan orang tua. 

Orangtua mau dikasih harta sebanyak apapun menurutku tidak akan ada gunanya, karena ayah kita sakit dan bukan umurnya untuk menikmati harta maupun kekayaan. jika kau menginginkan seperti itu kenapabaru sekarang kau berpikiran seperti disaat sudah tidak ada gunanya atau sudah terlambat. 

kita harus menyiapkan saku atau bekal untuk ayah kita, tapi bukan berati aku menginginkan ayah cepat meninggal, aku hanya priyatin diusia yang senja ini masih memikirkan harta, buat apa? tidak ada gunanya. 

Ku harap kau memahami apa yang aku pikirkan bukan berati aku tidak peduli pada orang tua kita. justru saya sangat peduli maka dari itu aku tidak ingin orang tua kita mengalami penderitaan di dunia dan akhirat. tidak bahagia di dunia setidaknya punya harapan di akhirat kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun