Mohon tunggu...
Frasetya Vady Aditya
Frasetya Vady Aditya Mohon Tunggu... -

Sesekali menulis sepakbola di Panditfootball.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Apa yang Salah dari Penyuka Korea?

7 Juni 2014   19:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:49 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika membagikan statistik sepakbola di pertandingan amal JS Foundation melawan Indonesian All Star semalam, banyak tanggapan yang muncul di media sosial. Mayoritas menanganggap grafis tersebut sebagai lucu-lucuan, tapi ada pula yang menanggapinya secara serius.

“Dasar Homo”. Begitu tulisnya.

Saya sulit mengerti kenapa banyak orang memandang negatif Korea. Saya tidak mempersempit Korea menjadi K-Pop, tapi Korea secara keseluruhan. Pertandingan semalam tidak diisi oleh para boyband--yang sebenarnya punya stamina jauh lebih kuat daripada Anda. Park Ji-Sung membawa skuat yang mayoritas pesepakbola profesional. Namun, agar lebih menarik ia menyertakan tujuh anggota Running Man ke dalam rombongan.

Lalu apa tanggapan para haters Korea? Kebanyakan mereka menanggapi pria-pria berusia di atas kepala tiga tersebut sebagai homoseksual. Ada kesalahan logika dalam cara berfikir mereka. Pertama, mereka menganggap semua orang Korea yang ada hubungannya dengan K-Pop sebagai Homoseksual. Dan kedua, mereka menganggap homoseksual adalah kesalahan.

Korea, Negeri Para Filantropi

Park Ji-Sung bisa dikatakan pesepakbola Korea yang sukses secara karir maupun finansial. Ia adalah kaptennya Korea. Semua orang Korea menaruh respect kepadanya. Mereka juga menaruh harapan sepakbola Korea pada Ji Sung.

Tapi, apakah Anda tahu kenapa ia memutuskan untuk tidak ikut Piala Dunia 2014?

“Aku ingin memberikan kesempatan bagi para pemain muda,” begitu jawab Ji Sung ketika ditanya di acara Running Man.

Apakah di Indonesia ada yang seperti itu? Anda masih akan menemui nama-nama Firman Utina, Ponaryo Astaman, Ismed Sofyan, Bambang Pamungkas, di laga serius bertajuk “All Star”. Saya yakin, jikalau mereka dipanggil ke timnas, mereka tidak akan menolak. Sama sekali tidak tercermin dalam tindakan mereka untuk memberikan kesempatan bagi para pemain muda untuk berkembang.

Pola pikir Park Ji Sung hampir sama dengan artis-artis Korea lain. Mereka senang untuk beramal. Menyumbang sebagian penghasilannya untuk mereka yang kurang beruntung.

Apa yang dilakukan Park Ji Sung? Ia mendirikan sebuah foundation yang fokus untuk pengembangan anak-anak. Apa benefit yang dirasakan Park Ji Sung? Tidak ada, kecuali uang di rekeningnya yang terus menyusut. Kenapa ia melakukan ini? Ia ingin manusia-manusia lain bisa sukses dan berkembang. Simpel.

Ketika mengecek lini masa twitter semalam, ada sebuah akun yang menuliskan laga JS & Friend vs Indonesian All Star semalam sebagai “pupujieun cup”. Atau dalam Bahasa Indonesia bermakna “pertandingan yang sombong, ingin merasa dipuji”.

Ini tentu karena stereotype “Korea” yang melekat dalam pertandingan tersebut. Padahal, pertandingan semalam memang sudah seharusnya dipuji.Sekali lagi saya ingatkan, pertandingan semalam adalah pertandingan amal. Keuntungan dari pertandingan tersebut akan didedikasikan bagi orang yang membutuhkan. Dan mereka yang hadir di stadion pun harus dipuji karena mereka lah yang menyumbangkan sebagian uangnya untuk membeli tiket.

Ini tidak seperti pertandingan tim-tim Eropa yang datang ke sini, yang mana uang tiket kalian akan masuk kantong promotor. Ini fakta. Dan Anda mau-mau saja untuk itu.

Beberapa pekan ke belakang, Korea tengah dilanda bencana nasional. Ini karena kapal ferry yang mengangkut 400-an siswa, tenggelam. Jumlah korban yang meninggal mencapai 200 orang. Seluruh Korea bersedih. Mereka yang simpati menyumbangkan uangnya untuk keluarga para korban.

Di saat yang sama, sebuah kapal di timur Indonesia karam. Tapi negara ini biasa-biasa saja. Beberapa pekan sebelumnya, sebuah kereta api yang berangkat dari Bandung, tergelincir karena tanah longsor. Tidak lupa, ketika truk Pertamina melanggar palang pintu perlintasan kereta api. Kereta menabrak truk, dan terjadi ledakan yang dahsyat. Ada korban? Ada. Terus bagaimana? Bencana datang terus berulang. Ada yang bertanggung jawab? Belum tahu.

Anda tahu apa yang dilakukan wakil kepala sekolah yang sekolahnya menjadi korban tenggelam ferry? Ia bunuh diri karena malu. Padahal, ia bukan penyebab utama ferry tersebut tenggelam.

Apa hubungannya dengan filantropi? Mereka merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Mereka menyumbangkan uangnya karena mereka peduli. Ini adalah bencana nasional, dan jangan sampai terulang kembali. Bahkan, acara Running Man pun sampai harus ditunda hingga dua pekan penayangnya karena tragedi tersebut. Pengiklan rugi? Secara materi pasti. Tapi mereka juga mau mengerti.

Lalu, Anda menyalahkan pertandingan tersebut dan merendahkan penonton yang semuanya perempuan? Apa yang ada di pikiran Anda adalah pemikiran 1600 silam ketika perempuan diinjak-injak haknya. Di saat yang sama, peraturan atas nama keyakinan membuat perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Jika Anda berpikir seperti itu, saya yakin Anda berasal dari masa lalu yang hidup di padang gurun.

Pertandingan semalam memiliki konsep yang bagus dan mendidik. Uang para penonton akan disumbangkan kepada orang yang kurang beruntung? Apa ini salah? Coba pikirkan kembali.

Homoseksual?

Jujur, saya juga benci dengan pria yang berlaga seperti wanita. Tapi hey, boyband Korea di sana juga tampil seperti itu untuk memikat para wanita. Atau preferensi Anda terhadap Korea memang terlampau rendah, karena member boyband di sana adalah para penghuni gym. Saya bertaruh tubuh atletis Anda masih kurang memikat, ketimbang tubuh para anggota boyband itu.

Dan si homo itu—sebutan Anda untuk mereka, telah menghasilkan uang yang lebih banyak dan memberikan hiburan yang jauh lebih menarik ketimbang Anda. Saya memahami jika Anda membenci mereka karena Anda kurang ganteng. Atau pacar Anda yang kerap memimpikan Lee Min Ho dan mengigau tentangnya semalaman. Ya, saya paham. Jelas paham.

Tapi kebencian ini seharusnya memiliki dasar yang jelas. Anda benci mereka karena mereka homoseksual? Tidak ada seorang pun yang tahu orientasi seksual seseorang dengan hanya melihat wajahnya. Atau, Anda pernah mencobanya, ya?

Lalu apa yang salah dengan homoseksual? Jujur, saya tidak suka dengan orang yang memiliki orientasi seksual penyuka sesama jenis. Kebencian ini berdasar dari praduga saya, yang takut menjadi korban pelecehan seksual mereka.

Tapi, jelas salah besar jika menyingkirkan mereka dari pergaulan. Mereka sama seperti Anda, punya rambut, tangan dua, kaki dua, mata dua, sama. Semuanya normal. Tapi Anda membenci mereka.

Anda tahu, gengnya teroris Noordin M. Top ketika mereka mati dibunuh Densus? Berdasarkan pemeriksaan medis, diketahui mereka memiliki luka di anus. Atau artinya, mereka pernah melakukan anal sex. Ah serius? Ya, serius. Geng teroris yang dibela organisasi keagamaan ini ternyata homo. Homo betulan loh bukan Cuma praduga.

Dengan paparan yang sangat singkat ini, apa Anda masih menaruh pemikiran negatif tentang Korea? Atau saya yang memang terlalu berlebihan?

Pemain Indonesia Kurang Piknik

Dalam pertandingan semalam, ada pemandangan lucu dari para pemain Indonesian All Star. Mereka menganggap pertandingan ini seperti pertarungan hidup-mati yang harus dimenangkan, bagaimanapun caranya.

Di awal-awal pertandingan, Anda akan menyaksikan bagaimana beringasnya Ahmad Jufriyanto ketika menebas serangan JS Friend. Di babak pertama tercipta empat pelanggaran yang dibuat oleh para pemain Indonesia. Dan keempatnya adalah pelanggaran keras.

Anda tentu tidak akan lupa bagaimana Tantan dan Ramdhani Lestaluhu yang bermain begitu ngotot. Cara bermain mereka seperti orang yang belum digaji selama lima bulan. Mereka hanya akan mendapatkan gaji, jika memenangkan pertandingan ini.

Kejadian paling aneh menurut saya, ketika member Running Man, yang juga seorang komedian, membuat gimmick dengan menghalang-halangi kiper Mukti Ali Raja. Lalu, apa yang dilakukan Mukti? Dengan wajah nyolot, ia melakukan protes ke wasit. Gila.

Ini berulang di babak kedua. Ketika Indonesian All Star melakukan serangan balik, TA Musafri telah berada dalam posisi yang bebas di depan gawang. Umpan pun telah dilepaskan kepadanya. Pemain belakang JS Friend lambat ketika melakukan jebakan off side. Tapi, hakim garis dengan cekatan mengangkat bendera dan menyatakan posisi Musafri telah berada dalam posisi off side.

Saya paham dengan pemikiran asisten wasit yang mengangkat bendera off side. Saya yakin, ia tahu posisi Musafri tidak off side. Ia sengaja mengangkat bendera agar meminimalisasi peluang Indonesian All Star memperlebar jarak dengan JS Friend. Tapi coba lihat apa yang dilakukan Musafri? Dengan wajah sangarnya, ia melakukan protes keras!

Saya bingung dengan skuat yang dipilih oleh promotor. Kenapa mereka memasukan nama pemain sepakbola yang masih aktif berlaga. Slot untuk artis hanya ada empat, itu pun hanya bermain sebentar. Keempatnya yaitu Riko Ceper, Judika, Ibnu Jamil, dan Hero Doom (Dia artis?).

Saya penasaran apakah para skuat Indonesian All Star ini tidak di-briefing dulu sebelum bertanding? Sponsor utama acara ini sebenarnya sudah menekankan bahwa ini adalah laga amal yang menekankan entertain. Apakah pemain Indonesian All Star melakukan entertain semalam? Saya hanya mencatatkan satu momen. Itu adalah ketika Ismed Sofyan melakukan tendangan bebas melengkung. Bahkan Park Ji-Sung sendiri ternganga karena tendangan itu.

Ada momen lain? Mungkin saya pikun, tapi seingat saya tidak ada lagi.

Seorang teman mengatakan, dengan dilakukannya laga lucu-lucuan ini, secara jelas memerlihatkan betapa konyolnya teknik dasar para pemain sepakbola Indonesia. Mereka rata-rata masih aktif bermain di klubnya. Tapi salah umpan, dribling, masih saja salah.

Saya setuju dengan penuturan ini. Tapi ada hal yang lebih konyol dari itu semua. Saya pikir, para pemain Indonesia kekurangan nilai profesionalisme dalam diri mereka. Ini laga amal yang dibalut entertain, tapi mereka sama sekali tidak menunjukkan sisi “lucu” dari diri mereka.

Silakan Anda buka Youtube dan cari pertandingan amal yang melibatkan pemain Eropa. Meskipun tidak melucu, tapi mereka biasanya memamerkan skill. Ketika pamer skill itu, pemain lawan dengan sengaja tidak merebut bola. Mereka memberi kesempatan bagi pemain tersebut untuk pamer skill. Jangan heran, pertandingan amal di Eropa biasanya menghasilkan lebih dari lima gol.

Jika sulit, Anda bisa cek pertandingan penghormatan untuk pemain Tottenham Hotspur, bulan lalu. Bahkan, wasit yang memimpin saat itu, Howard Webb,turut serta dalam kelucuan itu. Ia, sebagai wasit, malah merebut bola dari pemain lawan. Ketika menggiring bola, ia di-tackle, dan melakukan diving. Ketika berdiri, ia mengejar orang yang men-tackle-nya dan mendorong orang tersebut. Orang itu pun bepura-pura terjatuh dengan cara yang lebay.

Sontak, kejadian ini memancing tawa dari seluruh stadion. Dan inilah yang tidak saya dapatkan semalam. Kecuali saat momen Yoo Jae Suk jatuh tersungkur karena menyelamatkan bola.Nilai entertain di pertandingan semalam tidak ditunjukkan oleh pemain Indonesian All Star. Ini menandakan mereka selalu menghadapi apapun dengan serius.

Saran saya, pemain macam Musafri, Ramdhani maupun Mukti harus sesekali membuka Youtube dan menonton SNSD.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun