Mohon tunggu...
Adityo Anggoro Saragih
Adityo Anggoro Saragih Mohon Tunggu... -

Pembaca Filsafat Politik, Loyalis Carl Schmitt, Pemimpin Akan datang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mega vs Prabowo

18 Maret 2014   22:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:47 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MEGA VS PRABOWO

Jokowidodo atau yang lebih dikenal dengan Jokowi telah resmi berterus terang bahwa Ia adalah Kandidat presiden dari Partai Oligarki Lenteng Agung. Publik lantas mengapresiasi seolah bahwa si krempeng pasti akan menang dan akan menjaga amanat rakyat dengan menjalankan tugasnya selama lima tahun tidak seperti sebelumnya pernah terjadi di Solo dan Jakarta. Media juga sangat menyanjung laku politik jokowi. Hal – hal tersebut adalah sebuah kesalahan besar jika kita hanya berfokus pada Jokowi semata. Ada jejak sejarah yang terlupakan oleh publik dan difasilitasi oleh Media yaitu tentang Hubungan Mega dengan Prabowo.

Tahun 2009 menjadi masa pernikahan politik Mega dengan Prabowo. Mereka sepakat maju untuk menjadi Capres dan Cawapres. Mereka berjuang untuk mengembalikan Indonesia yang sudah terpuruk karena dominasi asing. Ekonomi kerakyatan menjadi ideology politik yang mereka perjuangkan. Ideologi tersebut memang bukan sesuatu yang asing karena kedua partai tersebut memiliki irisan yang sama dalam hal ideology partai nasionalis. Perbedaan mendasar adalah PDIP diuntungkan dengan Oligarki biologis Soekarno , sementara Gerindra memiliki dianggap memiliki catat sejarah karena Prabowo menjadi bagian dari Orde Baru. Jika saja publik lebih mengamati sejatinya Gerindra lahir dari salah satu Anak Bung Hatta. Salah satu program Gerindra akan membangun kembali koperasi kita sebagai soko guru ekonomi bangsa. Hal tersebut pasti Nasionalisme! Sayangnya, MEGAPRO gagal dan kegagalan tersebut bukan karena perolehan suara namun karena sistem pemilu kita dirusak oleh SBY!

Hubungan Mega Prabowo kembali mesra ketika Pemilu Gubernur 2012. Peran Prabowo bukan tidak besar, Prabowo berani mengambil keputusan untuk menerima Ahok yang notabene cina, Kristen, dan sebelumnya berasal dari Partai Golkar. Ia juga yang melobi Megawati. Perlu kita ketahui bersama pada waktu masa – masa penggodokan kandidat dari PDIP , PDIP telah membangun komunikasi politik dengan beberapa tokoh seperti Fauzi Bowo, dan Faisal Basri. Bahkan , Taufiq Keimas dengan kekeh tidak akan mendukung Jokowi Ia akan mendukung Fauzi Bowo. Akan tetapi di menit – menit terakhir Mega mengambil keputusan untuk mencalonkan Jokowi.

Singkat cerita Jokowi – Ahok berhasil memenangkan pemilu Gubernur, namun justru disinilah hubungan konflik Mega dan Prabowo kembali merekah. Saling klaim siapa yang menjadi Gubernur menjadi bukti hadirnya konflik tersebut. Megawati dengan tegas dalam salah satu pidato mengatakan “Ada penumpang gelap dalam kemenangan politik kita, penumpang gelap itu mengklaim kerja politik kita. Hal tersebut berbeda dengan idelisme politik yang saya miliki , bahwa politik bukan persoalan menang dan kalah” kira – kira Mega mengatakan hal tersebut. Pesan politiknya sangat jelas bahwa kemenangan politik kemarin bukan dari Prabowo yang memang punya andil sangat besar. Prabowo bahkan dengan serius memberikan garansi bahwa Jokowi akan bertindak amanah, Jika tidak Amanah saya akan berada paling depan untuk mendemo Jokowi – Ahok. Sayangnya konflik tersebut bukan selesai melainkan menjadi bara dalam sekam untuk hubungan Mega Prabowo

Bara hubungan Mega Prabowo menjadi menguat ketika pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Prabowo dalam satu kesempatan mengatakan akan mendukung Teten Masduki sebagai kandidat Gubernur dari Partai Gerindra. Sementara Oligarki Lenteng Agung dikabarkan akan mencalonkan RDP atau Rieke Diah Pitaloka sebagai Gubernur . Secara mengejutkan Oligarki Lenteng Agung membajak Teten Masduki sebagai Wakil dari RDP untuk Jawa Barat. Tindakan PDIP dengan tidak melakukan koalisi dengan Partai Gerindra menjadi pelengkap bara konflik dengan Prabowo. Sayangnya baik Mega dan Prabowo kalah dalam pertarungan tersebut, pemenang sejatinya adalah PKS sekalipun mereka dihantam besar – besaran dengan kasus korupsi besar yang menimpa mereka.

Kemenangan PKS menjadi perhitungan sendiri bagi Prabowo untuk kembali mengalahkan Mega melalui pemilihan Walikota Bandung tahun 2013. Prabowo dengan PKS mencalonkan Ridwan Kamil – Oded M. Danial. Sementara Mega memilih berkoalisi dengan Hatta Rajasa mencalonkan Ayi Vivananda – Nani Suryani. Hasilnya Prabowo mengalahkan Mega melalui kemenangan Ridwan Kamil sebesar 44, 45 persen, sementara Ayi hanya bisa memperoleh suara sebesar 15,38 persen.

Hal yang harus kita cermati adalah paska kemenangan Jokowi – Ahok bara pertarungan Mega dan Prabowo menjadi titik awal dan menjadi klimaks pada saat pertaruhan jawa barat. Kini kita mengetahui bersama sejatinya terdapat perjanjian politik yang diakui secara hukum bahwa Mega mendukung Prabowo untuk 2014.Saat ini si krempeng dengan jujur mengakui bahwa pencalonan dirinya tergantung ibu ketua umum dan di saat detik – detik pencalonan dirinya Jokowi juga menyebutkan bahwa saya menerima amanat Ibu Ketum. Saya kembali bertanya apakah si krempeng kandidat dari Partai Oligarki Lenteng Agung atau ini pukulan Mega kepada Prabowo. Saya memilih pilihan kedua ini murni Mega vs Prabowo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun