Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap para sahabat yang yakin bahwa Prabowo Subianto akan menang dalam kompetisi Kursi Istana. Tulisan ini memberikan catatan mengapa setidaknya Prabowo Subianto mendapatkan hambatan yang tidak mudah menjadi Presiden.
Pertama, Prabowo Subianto kalah dalam hal seting opini. Prabowo Subianto selalu dilekatkan dengan pelanggar Ham, Anti Demokratis, Ambisi kekuasaan. Saya mencatat beberapa tone media yang serius menggambarkan hal tersebut diantaranya adalah Metro tv, Berita Satu, Tempo.co, Kompas. Saya tidak mau menuduh adanya intervensi pemilik media begitu saja, karena saya masih percaya mereka yang duduk di jajaran redaksi adalah orang – orang yang cerdas, kritis dan punya idealisme. Menurut saya kesalahan utama ada di lingkar Prabowo yang menghadapi isu tersebut. Semisal , Fadli Zon yang terkesan menanggapi dengan penuh emosi. Fadli Zon dalam salah satu tanggapanya mengatakan
“DKP sudah dijadikan alat politik yang digunakan dalam kampanye dan semua ini merupakan suatu manuver politik dari lawan yang bersifat humor, gosip dan tidak ada dasarnya,”
Akan lebih baik jika Fadli Zon menjelaskan dengan lebih tenang dan lebih mendalam tentang isu tersebut. Saya mencatat Fadli Zon sudah menjawab isu tersebut dalam “Politik Huru Hara Mei 1998” yang kurang adalah bagaimana menjelaskan hal tersebut lebih tenang dan lebih mendalam.
Isu – isu tersebut semakin mengkristal ketika adanya penelitian yang di buat oleh Peneliti UI yang di ketuai oleh Prof Hamdi Muluk. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Prabowo cenderung haus kekuasaan ketimbang Jokowi. Tidak tanggung – tanggung Tempo bahkan merilis Prabowo lebih otoriter dari Jokowi. Hal inilah yang menambah pukulan telak bagi Prabowo dalam Seting opini. Seting opini ini sangat penting karena penempatan opini yang baik satu langkah awal untuk mendapatkan dukungan publik yang dapat di ubah menjadi dukungan kongret di TPS.
Kedua, Prabowo Subianto kalah dalam hal dukungan kelompok minoritas. Masa kampanye lalu isu yang santer di media dan dilapangan adalah menguatnya sentiment Etnis, dan Agama tertentu. Menurut saya hal tersebut terjadi karena mitra koalisi Prabowo adalah kelompok islam garis “keras” namun demikian sejatinya bahwa sekitar 40 % Caleg Partai Gerindra berasal dari Etnis tertentu semisal Thionghoa dan non muslim. Mereka juga yang memilih Partai Gerindra pada Pemilu legislativ 9 April. Hal lain yang sesuai dengan konteks ini kita tidak boleh melupakan Ahok menjadi Wakil Gubernur mendampingi Jokowi dan juga sebagai Kader Partai Gerindra serta menempati jabatan penting di DPP sebagai ketua bidang Politik. Jika Jokowi selalu mengatakan tentang lurah Susan, mengapa Prabowo berserta Team tidak secara efektif mengatakan hal tersebut.
Ketiga,Partai Gerindrasecara infrastrutkur partai masih belum siap menghadapi Pilpres. Satu fakta di lapangan adalah struktur partai dari level bawah yaitu DPC di Kecamatan Kembangan saja kantor Partai tidak pernah buka, padahal pada masa seperti ini Kantor Partai harus tetap buka disanalah masyarakat dapat mengetahui tentang visi misi Prabowo jika kelak menjadi Presiden. Saya pun melihat dan ikut dalam salah satu rapat partai namun perdebatan dalam rapat tersebut hanya sekitar bagaimana kita bergerak jika tidak memiliki dana finasial. Mungkin saya anak baru tetapi saya melihat sisi positif dari Sahabat di Jokowi mereka melakukan gotong royong dalam mendanai kegiatan politik mereka. Saya membacanya ini bukan masalah Jokowi saja tetapi harapan adanya sebuah tradisi politik yang baru yang didasari oleh warga Negara yang aktif dalam politik. Suka tidak suka itulah politik yang saya dambakan.
Sebagai penutup, tulisan ini sama sekali tidak ditujukan untuk serangan terhadap sahabat saya yang berjuang untuk memenangkan Prabowo Hatta, saya hanya mencatat apa yang saya jalani pada saat kampanye lalu dan menurut saya hal ini penting untuk Partai Gerindra , partai dimana saya menjadi Anggota dan saja menaruh harapan terhadap partai ini kelak.
Jika Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla menjadi pemimpin Indonesia selanjutnya pesan saya adalah Bapak bukan hanya Pemimpin dari Kubu Revolusi Mental tetapi juga dari patriot Indonesia Bangkit.
Kita tidak kalah tetapi belum siap menang!
Anggoro Saragih