Mohon tunggu...
Aditya Wisnu
Aditya Wisnu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dirjen Pajak Bilang Mobile 8 Tak Rugikan Negara, Kejagung Tetap Paksakan Kasus

19 Maret 2016   23:54 Diperbarui: 20 Maret 2016   00:22 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo akhirnya menepati janjinya untuk memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus restitusi pajak PT Mobile 8 pada 2004 lalu. Pria yang akrab disapa HT ini diperiksa sebagai saksi ketika menjabat sebagai komisaris perusahaan tersebut. Meskipun kasus ini sudah 12 tahun lalu, namun Kejagung yang dipimpin politisi Nasdem HM Prasetyo masih memaksakan kasus tersebut.[caption caption="sumber foto : suara.com"][/caption]Kasus ini pun menarik perhatian banyak pihak dimana HT yang hanya menjabat komisaris (padahal HT bukan satu-satunya komisaris di PT Mobile 8) dikaitkan dengan kasus ini melalui komentar dan opini para pejabat Kejagung di media. Saking menariknya kasus ini, Komisi III DPR membentuk Panja Mobile 8 yang diketuai oleh Desmond Junaidi Mahesa.

Panja pun sempat menggelar rapat tertutup dengan menghadirkan Jampidsus Arminsyah dan Dirjen Pajak Ken Dwi jugi asteadi.  Desmond mengatakan untuk membuktikan adanya kerugian negara dalam transaksi yang dilakukan Mobile 8 maka harus menunggu laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“BPK lah yang berhak apakah ini menyebabkan kerugian negara atau tidak. Jadi tidak bisa Kejaksaan Agung mengatakan ini menyebabkan kerugian negara. Apapun omongan Dirjen Pajak ataupun Kejaksaan Agung, kami komisi hukum akan melihat benar tidaknya ya dari BPK yang mengaudit, apakah terjadi kerugian negara di dalam kasus Mobile 8 ini,” tutur Desmond dikutip bisnis.com.

Dalam rapat kerja itu, Desmond mempertanyakan wilayah yuridiksi Kejagung dalam melakukan penyelidikan dalam kasus tersebut. Jika yang dipermasalahkan adalah window dressing, yaitu manuver yang kerapkali diasosiasikan dengan praktik 'menipu' atau mengelabuhi yang dilakukan oleh beberapa pengelola reksadana, dimana saham yang sedang melemah dijual dan saham yang sedang menguat dibeli, untuk memberikan kesan bahwa mereka telah memegang saham yang berkinerja baik, maka hal itu bukan wilayah kejaksaan tapi ranahnya Otoritas Jaksa Keuangan (OJK). Desmond juga mengatakan jika yang disidik olek Kejaksaan Agung adalah menyangkut window dressing maka kejaksaan agung juga harus berlaku sama terhadap perusahaan lain.

Tapi nyatanya, PT Mobile 8 sama sekali tidak melakukan hal tersebut dan sama sekali tidak merugikan negara di sektor perpajakan. Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Pajak Ken Dwi yang mengatakan tidak ada masalah dalam restitusi pajak PT Mobile 8.

Jika menyimak pernyataan Desmond, sepertinya banyak perusahaan yang memakai trik window dressing ini, tapi mengapa hanya PT Mobile 8 yang diselidiki dan menggiring opini bahwa seorang Hary Tanoe terlibat dalam kasus tersebut. Kejagung terlihat sekali memaksakan kasus ini karena Dirjen Pajak pun menegaskan tidak ada yang salah dari restitusi pajak yang diterima PT Mobile 8.

Lalu mengapa Kejagung terlalu memaksakan kasus ini yang jelas bukan otoritasnya dan tidak memiliki bukti keterkaitan Hary Tanoe?

“Hukum harus ditegakan walaupun langit runtuh” mungkin kita setuju akan ungkapan itu, namun bukan berarti hukum dijadikan alat politik yang bisa membunuh karakter seseorang karena hanya berdasarkan opini. Bahkan yang lebih miris, opini demi opini dikeluarkan oleh para Jaksa Agung yang tugasnya adalah menjerat terdakwa, bukan membunuh kararkter.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun