Mohon tunggu...
adityawijaya
adityawijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

Just for learning

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ironi Metropolitan Mojokerto

4 Desember 2024   13:00 Diperbarui: 5 Desember 2024   10:18 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Brahu (Sumber : theneistd, Pinterest) 

Kabupaten Mojokerto, yang terletak di jantung kawasan metropolitan Gerbangkertosusila, memiliki potensi besar dalam industri dan ekonomi regional. Namun, realitasnya, ketertinggalan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya yang belum optimal menunjukkan ironi dalam status Mojokerto sebagai kawasan metropolitan. Meskipun memiliki kawasan industri besar seperti Ngoro Industrial Park (NIP) yang memadai dan berbagai fasilitas industri lainnya, masalah pengangguran tetap tinggi, dan sektor publik serta fasilitas dasar tidak berkembang seiring dengan industrialisasi tersebut. Ketidaksesuaian antara pembangunan infrastruktur dan tingkat penyerapan tenaga kerja menjadi tantangan serius yang menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi di kabupaten ini.

Salah satu contoh mencolok adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang masih mencapai 4,67% atau sekitar 30.219 jiwa pada tahun 2023. Angka ini tidak sebanding dengan masifnya pembangunan industri dan infrastruktur di Mojokerto. Program pemerintah yang telah dijalankan, seperti penyelenggaraan job fair dengan ribuan lowongan dan pelatihan keterampilan melalui Tim Koordinasi Daerah Vokasi (TKDV), belum mampu merespons ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri yang berkembang. Sektor-sektor ekonomi baru seperti digitalisasi dan sektor informal di Mojokerto, meskipun memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja, belum dimaksimalkan dengan baik. Oleh karena itu, kesenjangan antara pembangunan infrastruktur dan sektor ketenagakerjaan semakin memperburuk ketimpangan sosial dan menciptakan ironi di tengah arus industrialisasi yang berlangsung.

Selain itu, ketertinggalan infrastruktur juga tampak pada fasilitas publik yang masih terbatas. Di Mojokerto, sebuah kawasan yang berada di bawah bayang-bayang kawasan metropolitan Gerbangkertosusila, fasilitas-fasilitas penting seperti alun-alun, stadion sepak bola, gedung olahraga representatif, atau bahkan gapura batas kabupaten yang ikonik, hampir tidak ada. Padahal, sebagai bagian dari kawasan metropolitan, Mojokerto seharusnya menyediakan berbagai fasilitas publik yang mendukung konektivitas digital dan meningkatkan kesejahteraan warganya, seperti wifi gratis di ruang publik dan jaringan CCTV di seluruh wilayah. Namun kenyataannya, fasilitas-fasilitas tersebut sangat terbatas dan tidak merata. Hal ini mencerminkan rendahnya perhatian pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat yang lebih menyeluruh dan menyentuh kehidupan sehari-hari mereka.

Masalah lain yang memperburuk kondisi ini adalah ketidakmampuan Mojokerto dalam memanfaatkan potensi wisata sejarah yang ada di Trowulan, situs bekas ibu kota Kerajaan Majapahit. Potensi wisata yang seharusnya bisa menarik wisatawan domestik dan internasional belum digarap secara maksimal. Kurangnya fasilitas pendukung seperti toilet, mushola, atau food court yang nyaman menyebabkan wisatawan merasa tidak puas dan lebih memilih mengunjungi destinasi wisata lain yang lebih terkelola baik, seperti Yogyakarta atau Magelang. Padahal, Trowulan memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dan bisa menjadi daya tarik utama jika dikelola dengan baik. Keterbatasan fasilitas wisata ini semakin memperlebar jarak daya saing Mojokerto dengan daerah lain yang lebih mampu mengelola sektor pariwisatanya secara profesional.

Pada sektor industri dan perdagangan, Mojokerto sebenarnya memiliki potensi besar untuk berkembang, tetapi kenyataannya tidak mampu menarik investor besar berbeda halnya dengan Surabaya, Gresik, atau Sidoarjo. Tidak adanya pusat perbelanjaan modern atau pusat hiburan yang menjadi daya tarik utama bagi masyarakat membuat mereka lebih memilih untuk berbelanja dan bersosialisasi di kota-kota tetangga. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor retail dan kuliner yang merupakan sektor penting dalam meningkatkan perekonomian lokal belum maksimal dikembangkan di Mojokerto. Terlebih lagi, daya tarik wisata alam yang ada di daerah Pacet dan Trawas juga belum mampu menarik wisatawan dengan fasilitas yang memadai. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam perencanaan dan pengelolaan sektor industri dan wisata yang dapat meningkatkan perekonomian daerah. 

Selain itu, ketimpangan pembangunan antara Kota Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto semakin memperburuk kondisi ini. Masyarakat Kabupaten Mojokerto sering kali membanggakan fasilitas dan event yang ada di Kota Mojokerto karena minimnya fasilitas menarik di wilayah kabupaten. Kesenjangan pembangunan antara kota dan kabupaten ini menjadi persoalan yang mencolok, yang semakin memperburuk perbedaan kualitas hidup antar wilayah. Jika dibandingkan dengan Malang Raya, yang pembangunan kota dan kabupatennya berjalan beriringan, Mojokerto Raya justru memperlihatkan kesenjangan yang cukup besar antara Kota Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto.

Untuk mengatasi ketertinggalan ini, Kabupaten Mojokerto memerlukan kepemimpinan yang visioner dan inovatif. Pemimpin yang memiliki kemampuan untuk merancang kebijakan pembangunan yang terarah dan terukur, serta dapat mengoptimalkan anggaran daerah untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemimpin seperti ini harus mampu mendorong sinergi antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mewujudkan pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Kabupaten Mojokerto bisa mencontoh daerah-daerah lain seperti Lamongan atau Jember yang mampu mengelola anggaran dengan bijak meski memiliki keterbatasan finansial. Investasi pada sektor pendidikan dan pelatihan keterampilan juga sangat penting untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja di Mojokerto, mengingat sebagian besar tenaga kerja masih bekerja di sektor informal yang tidak terakses secara optimal oleh sektor industri formal.
Dengan adanya pemimpin yang tepat dan kebijakan yang tepat sasaran, Kabupaten Mojokerto berpotensi untuk mengejar ketertinggalannya dan menjadi daerah yang mampu bersaing dengan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Melalui perencanaan yang matang, pembangunan infrastruktur yang merata, dan pengelolaan sektor wisata dan industri yang baik, Kabupaten Mojokerto dapat mewujudkan potensinya sebagai daerah industri dan pariwisata yang maju.
Ketertinggalan infrastruktur dan ketidaksesuaian pembangunan di Kabupaten Mojokerto memperlihatkan ironi yang tajam antara statusnya sebagai bagian dari kawasan metropolitan Gerbangkertosusila dan kenyataannya di lapangan. Agar dapat mewujudkan potensi besar yang dimilikinya, Mojokerto memerlukan kepemimpinan yang visioner, perencanaan strategis yang terarah, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Dengan langkah-langkah yang tepat, Kabupaten Mojokerto dapat berkembang menjadi daerah yang tidak hanya membanggakan sejarahnya, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun