Mohon tunggu...
Aditya
Aditya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Sosiologi

Mengharap semua orang senang dengan pikiranmu adalah utopis. Keberagaman pikiran adalah keniscayaan yang indah.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tanah Surga Itu Hutan Indonesia

16 Februari 2020   22:45 Diperbarui: 17 Februari 2020   17:27 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon sagu, sumber gambar: @enjel_kitchen

Hutan Indonesia menduduki posisi ke tiga dunia dan menjadi paru-paru dunia, dimana sumbangan terbesarnya dari hutan kalimantan dan papua. Menurut data dari Forest Watch Indonesia, delapan puluh dua persen hektar daratan di indonesia masih hutan.Ini tentu menjadi prestasi bagi Indonesia mengingat dunia kini tengah sibuk dengan isu penghijauan kembali.

Apabila dilihat dari tujuannya hutan di Indonesia dapat kita kelompokkan menjadi hutan konsesi, gutan konservasi, hutan adat, dan hutan kemasyarakatan. Hutan konsesi ialah hutan yang diberi izin oleh pemerintah untuk digarap oleh individu maupun perseroan yang kemudian diambil kekayaan alamnya. Hutan konservasi ialah hutan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk melindungi keragaman hayati dan hewani contohnya saja penetapan taman nasional, cagar alam, taman hutan raya, suaka marga satwa, dan taman wisata alam. Hutan adat ialah hutan yang berada dalam suatu wilayah masyarakat hukum adat. Dan hutan sosial ialah hutan yang dapat diakses secara legal oleh masyarakat untuk dikelola.

Hutan sumber pangan bagi masyarakat, hal ini layaknya dua mata uang yang tak terpisahkan. Bagaimanapun masyarakat membutuhkan hutan untuk memenuhi kebutuhan pangannya, dan ada begitu banyak hasil hutan yang dijadikan olahan makanan. Di Riau ada beberapa komoditi hutan sosial yang menjadi pangan bagi masyarakat diantaranya, kelapa, nenas, dan sagu.

Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan daerah potensial penghasil sagu di Indonesia (Bintoro, 2008). Hampir di semua kecamatan tersebar tanaman sagu. Luas lahan tanaman sagu pada tahun 2015 di Kabupaten Meranti mencapai 50.514 Ha dengan total produksi tanaman sagu sebesar 287.349 ton, dan petani yang terlibat dalam usaha tani sagu mencapai 7.484 KK. Perkebunan sagu ini umumnya dikelola oleh rakyat dan hanya ada satu perusahaan swasta. Perkebunan milik rakyat yang memproduksi sagu terbanyak adalah Kecamatan Tebing Tinggi Timur dengan jumlah produksi sebanyak 71.942 ton (BPS Kabupaten Meranti, 2017).

Walhi Riau juga turut andil dalam pemberdayaan sagu di Kabupaten Kepulauan Merani, dimana Walhi Riau melakukan kampanye menjaga hutan gambut yang menjadi ekosistem sagu itu sendiri dari pengerusakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Dan langkah Walhi ini mendapat respon positif dari masyarakat, terutama masyarakat yang bermata pencaharian petani sagu ataupun buruh sagu. Kesadaran kolektif masyarakat Kab. Kepulauan Meranti tidak dapat kita pungkiri telah bangun.

Melimpahnya sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti tentu menjadi potensi bahan pangan dari hutan bagi Indonesia dengan mengolahnya secara maksimal dan berkelanjutan. Hal ini dibuktikan dengan bermunculan olahan berbahan dasar sagu yang bervariasi, mulai dari gula sagu, sagu rendang, kerupuk sagu, bubur sagu, tepung sagu dan mie sagu.

Mie sagu merupakan olahan yang sering dijadikan lauk pauk oleh masyarakat Riau, karena dapat diolah menjadi berbagai hidangan seperti mie sagu goreng, mie sagu rebus, dan mie sagu kuah. Salsahsatu keunggulan mie sagu ialah

tidak mengandung gluten (gluten free food) sehingga baik untuk bahan pangan pokok (Elida, 2018)

Penulis sendiri yang memiliki kedekatan emosional dengan Kabupaten Kepulauan Meranti menyukai olahan mie sagu, Ayah atau Ibu kadang mengolah mie sagu untuk menjadi menu hidangan, dan yang paling penui suka ketika ibu menumis pedas mie sagu, aduh nikmatnya  tidak tertahan dari cita rasa olahan mie sagu tersebut.

Penulis memprediksi sagu akan menjadi komoditi bahan pangan utama di masa mendatang, hal ini dilihat dari beberapa faktor salahsatunya semakin berkurangnya lahan sawah dimana dan banyak lahan sawah beralih fungsi menjadi homestay maupun dibangun vila. Ketika beras nantinya tak lagi mudah didapat maka sagu menjadi jawaban bagi masyarakat kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun