Ketika mendengar Yogyakarta, maka pikiran kita akan langsung tertuju pada Malioboro. Malioboro seperti bagian yang tak terpisahkan dari Yogyakarta, dan kini Malioboro yang hanya sebuah Jalan di depan ruko menjelma menjadi objek wisata, sentral perbelanjaan serta tempat yang strategis untuk penampilan kesenian jalanan.
Malioboro yang yang membentang dari Tugu Stasiun Yogyakarta hingga perempatan Kantor Pos Yogyakarta mempunyai sejarah yang menarik, ada beberapa sumber sejarah mengenai penamaan Malioboro. Namun yang masuk diakal ialah, mengutip dari tulisan sejarawan Peter Carey berjudul "Asal Usul Nama Yogyakarta Malioboro", yang diunggah di academia.edu, pendapat jika nama Malioboro diambil dari nama seorang Jenderal Inggris tidak masuk akal.
Pasalnya, jalan Malioboro telah digunakan untuk tujuan seremonial tertentu, jauh-jauh hari sebelum kedatangan orang-orang Inggris. Menurut Carey, besar kemungkinan kawasan ini sudah bernama Malioboro sejak awal keberadaannya.
Dalam bahasa sansekerta Malioboro berasal dari kata malyabhara, yang artinya berhiaskan untaian bunga. Tercatat di dalam sejarah bahwa Malioboro menjadi saksi bisu dari serangan umum 1 Maret, yang berhasil menunjukkan kepada Dunia Internasional bahwa militer Negara Indonesia masih ada.
Seakan tak pernah kehilangan pesonanya, Malioboro kini menjelma menjadi objek wisata yang begitu ramai dikunjungi oleh traveller dan  wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman). Hal ini terlihat ketika Aku menyambangi Malioboro dalam karya wisata bersama seluruh delegasi Universitas di kegiatan SMNPDN . Trotoar disesaki oleh wisatawan yang lalu lalang, entah itu belanja oleh-oleh atau sekadar menikmati nuansa melewati Malioboro.
Malioboro dapat kita kunjungi dengan motor, mobil, Ojol dan juga transportasi umum seperti bus way Jogja yang melintasi Maliobori. Aku dan teman-temanku mengunjungi Malioboro menggunakan Go Car, dikarenakan lalu lintas di Malioboro yang begitu sesak serta diberlakukan satu arah, Mobil yang kami tumpangi merangkak dengan perlahan menyusuri Malioboro sembari mencari titik pemberhentian. Setelah mendapat titik pemberhentian, kami harus turun dengan segera agar arus lalu lintas di Malioboro tidak tersendat.
Apabila kamu lelah berjalan-jalan di Malioboro, tersedia kursi di trotoar pedestrian yang dapat kamu tempati untuk beristirahat, bersantai, mengobrol dan menikmati suasana Malioboro bersama teman, kekasih, dan keluarga. Kursi tersebut disediakan disepanjang Jalan Malioboro. Wisatawan beraga Islam yang ingin menunaikan shalat juga tidak perlu khawatir, ada mushalla yang letaknya di pinggir Malioboro. Namun kamu harus sedikit ekstra memperhatikan untuk menemukannya. ATM yang tersebar dibeberapa titik disepanjang Malioboro memudahkan wisatawan menarik uang untuk berbelanja di Malioboro.
Bagi kamu yang ingin membeli oleh-oleh, maka Malioboro adalah jawaban dari semua kegundahanmu mau beli apa. Karena di Malioboro kamu dapat menemukan bakpia, sentra batik, gantungan kunci, blangkon, sarung batik, dan masih banyak lagi. Untuk harga kamu jangan ambil pusing dulu ya, karena harga di Malioboro cukup bersahabat jadi kantong kamu masih aman.
Jika kamu beruntung ketika kamu sembari duduk santai di kursi trotoar, kamu akan di hidangkan penampilan menarik dari musisi atau kesenian jalanan asal Jogja. Aku termasuk salahsatu yang beruntung ketika mengunjungi Malioboro, karena grup angklungan yang bernama "Oplosan" sedang tampil di trotoar Malioboro.
Penampilan mereka tidak hanya sebatas alunan angklung dan gendang namun juga dilengkapi oleh penari yang melenggak-lenggok dengan gemulainya di trotoar Malioboro.