“Tengoklah di Batam sana…tanahnya tadi dibuatkan orang Cina itu jadi toko bertingkat-tingkat. Si Melayu pun ke tepilah. Tapi saya berharap banyak kepada Unri. Mudah-mudahan di masa datang marwah orang melayu bisa kembali diangkat.” (Suman HS., Sastrawan Tiga Zaman dan Tokoh Pendidik) “Padahal kita punya Universitas sebagai agent of change, tetapi belum memberikan warna kepada perubahan itu. Malah dia cenderung diwarnai perubahan tersebut. Unri harus melibatkan diri, bukan minta dilibatkan.” (Rustam S. Abrus, Sekwilda Riau 1994) “Untuk dapat berperan secara maksimal, Unri perlu dan harus terlebih dahulu berhasil membina dan mengembangkan dirinya. Bila tidak, maka Unri akan tetap obyek pembinaan dan perannya akan tetap marginal. ” (Amir Luthfi, Tokoh adat) Saya sangat yakin saat ini hanya sedikit warga Universitas riau baik mahasiswa, dosen, ataupun pegawai yang tahu akan keberadaan buku ini. Buku klasik yang diterbitkan bulan September 1994 ini merupakan Kumpulan tulisan para budayawan, seniman, alumni, praktisi, wartawan, anggota dewan, mahasiswa, akademisi, tokoh adat, dan Birokrat Riau dalam mengomentari eksistensi Unri selama Empat Windu Berdiri (1962-1994). Buku ini diterbitkan dalam dua seri yang merupakan mata rantai penerbitan yang ditaja oleh Unri Press, bersempena dengan Dies Natalies Universitas Riau ke-32. seri pertama berjudul : Empat Windu Unri (1962-1994) Mendedah Universitas Riau. Sedangkan buku seri kedua ini diberi judul : Empat WinduUnri (1962-1994) Pancang-pancang Universitas Riau. Bukan di Perpustakaan ataupun di tempat Arsip Unri buku ini saya dapatkan. Tetapi tidak sengaja saya temukan di rak buku kantor metro TV Biro Pekanbaru. Saya termasuk orang yang jarang berkunjung ke pustaka Unri, jadi saya kurang begitu yakin apakah buku syarat sejarah ini ada atau tidak ada disana. Semoga saja ada. Terhitung 35 tulisan dari 35 masyarakat dan tokoh Riau menyumbangkan pikiran, kritikan dan saran untuk Unri. Yang paling menarik adalah tulisan dari Suman HS yang berjudul tentang “Unri Bermula dari Cukai Getah”. Beliau berkisah tentang awal mulanya Unri didirikan pada 1 Oktober 1962 silam. Pada tahun 1958 di Tanjung Pinang, Ibukota Provinsi Riau waktu itu, Suman HS dan kawan-kawannya berunding dengan Gubernur Riau Mr. S.M Amin, bagaimana jika Riau mendirikan Perguruan tinggi. Gubernur pun setuju dengan usulan itu. Dibentuklah panitia pembangunan dan mulai dipikirkanlah perencanaannya. Tetapi tidak memakan waktu lama Gubernur S.M Amin digantikan oleh Kaharudin Nasution Sebagai Gubernur Riau. Beruntung Pak Kaharudin ini memang berjiwa pendidik dan visioner. Dia pun mendukung rencana pembangunan perguruan tinggi itu. Singkat cerita diperintahkannyalah Suman HS mencari tanah. Lalu mulai bekerjalah beliau mencari lahan yang bisa digunakan. Kata masyarakat, “kalau untuk mendirikan sekolah tinggi, kami jual murahlah, pak.” pada Suman HS. Maka dibelilah tanah di Gobah itu Rp 4,- semeter. Jadi tanah kampus Unri itu dibeli dari orang-orang kampung. Suman HS dan tim panitia pembangunan Unri membeli tanah bukan dari uang Pemerintah. Uang Pemerintah pada waktu itu sedang sulit. Jadi darimana mereka dapat uang? Tak lain tak bukan dari uang hasil swadaya. Dari hasil penjualan Getah atau Karet. Waktu itu getah dibarter dengan Singapura. Getah pada waktu itu banyak. Ada dari tembilahan, bagan, Siak, Selatpanjang, kampar, dan sebagainya. Dari Tiap-tiap 1 Kg getah ke Singapura diminta Rp 1,-. Banyak juga hasilnya. Dari penjualan getah pula dapat dibangun gedung dang merdu, juga sebagian pembangunan Masjid Agung An-Nur. Unri akhirnya diresmikan oleh Suman HS, pada waktu itu Gubernur Kaharuddin sedang ada halangan. Maka resmilah Unri berdiri pada 1 Oktober 1962 . Saat itu Suman HS adalah anggota BPH (Badan Pemerintah Harian). Menurut peraturan pada waktu itu, apabila gubernur tidak ada ditempat atau berhalangan, maka yang menggantikannya adalah anggota BPH. Waktu itu jabatan Rektor belum ada, tetapi masih dalam bentuk dewan presidium. Ketuanya Gubernur Kaharuddin Nasution. Tidak lama kemudian diresmikan juga UIR (Universitas Islam Riau). Ketua panitia pembangunannya Pak Kaharuddin Nasution, yang meresmikannya juga beliau. Jadi, yang punya pemerintah Suman HS yang Meresmikan, sedangkan yang swasta malah Gubernur. Terbalik, Tapi begitulah sejarahnya. Masih banyak tulisan lain yang benar-benar syarat akan sejarah dan kisah tentang perjalan Unri dari berdiri hingga saat buku ini diterbitkan. Lalu bagaimana dengan Unri di usianya yang sudah memasuki dekade kelimanya pada oktober 2012 lalu. Apakah masukan, dan saran dari para pendiri dan pelaku sejarah tadi sudah dilaksanakan? atau malah masalah yang ada semakin bertambah? Untuk usia manusia 50 tahun memang sudah memasuki masa tua dan seharusnya sudah sangat bijaksana. Akan Tetapi, dalam proses membangun suatu tradisi besar keilmuan, usia yang demikian belum dapat digolongkan sebagai umur kedewasaan. Jika dibandingkan dengan Universitas Indonesia yang pondasinya sudah dibangun sejak tahun 1849, UGM yang sudah berdiri pada tahun 1949, tentu Unri masih punya banyak waktu untuk bisa menjadi besar. Tentunya dengan banyak perbaikan di berbagai aspek. Apalagi dengan Moto Unri yang diluncurkan bersamaan milad 50 Unri adalah menjadi The Urgent University (unggul, responsif, global dan enterpreneur).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H