Mohon tunggu...
Aditya Sentanu Murti A
Aditya Sentanu Murti A Mohon Tunggu... Freelancer - Behind The Scenes

Pragmatism

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pangkal Pelangi

30 Januari 2020   20:56 Diperbarui: 30 Januari 2020   21:15 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bermula dari instagram story teman-teman saya mendapatkan informasi pendaftaran untuk menjadi volunteer di sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial, edukasi dan kepemudaan kemudian menamakan kelompoknya sebagai IKASA (Ikatan Pemuda Pemuda Aksi Sosial) Regional Makassar. Program yang dilaksanakan adalah GO TEACHING #4 yang memberikan kita kesempatan untuk ikut turun langsung dalam aksi sosial yang dilaksanakan di SDI Borong Bulo (Kelas Jauh) Desa Parang Lompoa, Kecamatan Bonto Lempangang, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Konon kabarnya, sekolah yang menjadi tempat tujuan kami keadaannya sangatlah miris dimana bangunannya yang hanya beralaskan tanah dan papan-papan kayu sebagai temboknya serta berdiri tepat disamping tebing.

Karena keterlambatan saya mengetahui info pendaftaran yang seharusnya sudah bisa diakses tanggal 1 Oktober 2019, saya baru mendaftar pada tanggal 5 Oktober sekitar pukul 16.00 WITA yang bisa dikata merupakan detik-detik terakhir dari pendaftaran tersebut. Ada beberapa tahapan yang harus kita ikuti untuk bisa menjadi volunteer, dengan kata lain tidak semua pendaftar nantinya akan lolos untuk menjadi volunteer. Berdasarkan informasi dari official account IKASA sebanyak 170 partisipan dari berbagai Universitas di Makassar yang mendaftarkan diri dan hanya tersisa 40 orang yang berkesempatan untuk mengikuti program ini dan Allhamdulillah saya menjadi salah satu diantaranya, bagusnya lagi seorang teman kuliah saya yang juga daftar mendapat nasib yang serupa dengan saya.

Saat mengetahui bahwa saya menjadi salah satu dari 40 orang tersebut saya mengira tahapan selanjutnya adalah langsung berkumpul dengan partisipan lain dan panitia untuk mendapatkan informasi tentang persiapan barang ataupun bekal yang harus dibawa ke lokasi, tetapi semuanya berubah semenjak meet up pertama terjadi. Ternyata masih ada beberapa tahapan yang harus kami jalani agar betul-betul bisa ikut dalam kegiatan ini. Singkat cerita hampir seluruhnya dari kami dapat melewati tahapan ini dan saya kembali bersyukur sebab masih bisa menjadi salah satu diantara yang berhasil.

Peserta GoTeaching #4 IKASA Regional Makassar
Peserta GoTeaching #4 IKASA Regional Makassar

Petang menjelang malam pada tanggal 18 Oktober 2019 tibalah saatnya kami akan berangkat bersama ke lokasi yang diawali dengan berkumpul dan melakukan final check di kampung binaan IKASA kemudian berangkat bersama kelokasi dengan dipandu oleh kanda-kanda panitia. Kurang lebih 50 kilometer jarak dari titik kumpul ke lokasi dengan waktu tempuh berkendara sekitar 2 jam 30 menit hingga sampai pada tempat kami menyimpan kendaraan di Posko MRI-ACT Gowa yang berjarak tak jauh lagi dari lokasi yang kita tuju, kondisi jalur yang kami lalui rasanya kurang apik untuk dilalui selain menggunakan motor. Kami melanjutkan perjalanan pada malam itu dengan mengandalkan sepasang kaki yang menurut saya cukup untuk menurunkan berat badan bagi partisipan yang kelebihan. Rombongan kami menyusuri jalan setapak dari tanah dan sedikit bebatuan pada pekatnya malam yang kami tempuh sekitar 1 jam yang sebenarnya bisa saja lebih cepat kalau istirahatnya tidak banyak, maklum dominan dari kami merupakan kaum hawa yang harus dipahami dalam kondisi apapun.

Karena kita sampai di lokasi pada tengah malam saya hanya melihat sekilas kondisi dari sekolah tersebut yang memang sesuai seperti apa yang disampaikan panitia, sekolah yang beralaskan tanah dan papan-papan kayu sebagai temboknya. Barulah saat pagi hari setelah kami beristirahat di kemah-kemah yang kami pasang di halaman sekolah saya melihat dengan jelas betapa memprihatinkannya kondisi dari sekolah ini. Belakangan baru saya ketahui bahwa jumlah muridnya yang tidak sampai 20 dan yang menjadi tenaga pengajar hanya 2 orang pun tak diupah. 

dscf1161-jpg-5e32dc35d541df39e21af8a2.jpg
dscf1161-jpg-5e32dc35d541df39e21af8a2.jpg
Sekolah ini merupakan kelas jauh dari sekolah induk yang ada di dekat Poske MRI-ACT Gowa tempat kami menyimpan kendaraan, sekolah ini dapat berdiri berawal inisiatif warga yang resah terhadap pendidikan anak-anak mereka yang berada di tempat yang sangat terpencil ini. Melihat kondisi sekolah ini saya seketika teringat dengan sebuah film yang diadopsi dari sebuah novel fenomenal gubahan Andrea Hirata. Kondisi bangunan sekolah yang dibangun hanya dari kayu, papan dan bambu ini saya taksir ukurannya tak memenuhi standar rasio minimum 30 m2  sesuai dengan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007. Belum lagi apabila terjadi gangguan alam seperti misalnya hujan ataupun angin kencang yang pastinya akan menghentikan proses belajar mengajar. Fasilitas yang tersedia hanyalah beberapa meja dan kursi kayu serta satu media pembelajaran, papan tulis kapur. Satu hal yang menjadi jeritan dalam hati ketika saya sama sekali tidak mendapati satupun buku referensi atau pengayaan yang seharusnya dapat memperluas khazanah pengetahuan mereka. Tidak bisa saya bayangkan penderitaan yang harus dilalui oleh bibit-bibit muda Parang Lompoa dalam menimba ilmu di tempat yang terisolasi seperti ini.

Ruangan Kelas SDI Borong Bulo
Ruangan Kelas SDI Borong Bulo

 "Mencerdaskan kehidupan bangsa" merupakan salah satu dari cita luhur pendiri Negara Indonesia yang secara gamblang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Bagi saya, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memajukan pendidikan di negeri ini maka seharusnya kontribusi dalam memajukan pendidikan ini bermula dari inisiatif kita. Pemerintah kabupaten terkait (Pemerintah Kab. Gowa) juga sepatutnya memiliki andil yang lebih terhadap kondisi sekolah ini. Saya yakin pemerintah sadar akan pentingnya pendidikan bagi masyarakatnya, bantuan berupa media-media pembelajaran untuk menunjang berjalannya proses belajar mengajar serta pembangunan baik berupa akses ataupun fasilitas penunjang lainnya untuk ke daerah-daerah pelosok merupakan hal yang paling utama yang harus dijadikan prioritas, apalagi menurut data yang saya dapatkan di laman artikel makassar.antaranews.com yang menyatakan bahwa anggaran untuk pendidikan yang paling tinggi di Sulawesi-Selatan tahun 2019 adalah anggaran pendidikan Kabupaten Gowa yang mencapai Rp. 70,7 miliar. Komitmen Bupati Gowa untuk memajukan pendidikan dapat tercermin dari pengalokasian anggaran ini, tapi tercapainya tujuan dari komitmen tersebut adalah perihal yang lain dan berubahnya kondisi dari sekolah-sekolah pelosok seperti ini bagi saya merupakan indikator yang integral dari komitmen tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun