Mohon tunggu...
Aditya Rizki Yudiantika
Aditya Rizki Yudiantika Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saat ini masih menyandang sebagai mahasiswa IT konsentrasi Sistem Informasi di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Banyak tertarik dengan perkembangan dunia teknologi informasi, terutama di bidang pemrograman web, internet, networking (jaringan), dan keamanan komputer (computer security). Motto hidup saya adalah jadilah diri sendiri dan selalu berpikir positif. www.adityarizki.net

Selanjutnya

Tutup

Nature

Peran Mahasiswa Teknologi Informasi untuk Mengatasi Kesenjangan Digital (Digital Divide)

19 Oktober 2010   09:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:18 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_295136" align="alignleft" width="300" caption="Teknologi Masuk Pedalaman"][/caption] Kesenjangan digital di era teknologi informasi saat ini menjadi perhatian penting di berbagai negara untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di bidang teknologi informasi, salah satunya yaitu di Indonesia. Definisi kesenjangan penguasaan teknologi (digital divide) sendiri menurut OECD tahun 2001, yaitu suatu gap/kesenjangan antar individu, kelompok, bisnis, dan area geografis pada level sosial-ekonomi yang berbeda, dimana sangat membutuhkan akses teknologi informasi dan komunikasi serta penggunaan internet untuk berbagai aktivitas kehidupan. Masalah kesenjangan digital (digital divide) di Indonesia sebenarnya banyak dipengaruhi oleh tidak meratanya pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi dan regulasi di berbagai daerah. Sebagai contoh, adanya perbedaan pola hidup antara masyarakat perkotaan dan pedesaan di daerah-daerah yang sudah maju. Masyarakat perkotaan di daerah yang sudah maju mempunyai kemampuan dan wawasan yang lebih tinggi akan teknologi informasi dibandingkan masyarakat perkotaan yang hidup di daerah kurang maju. Demikian pula, masyarakat pedesaan di daerah yang sudah maju, mereka akan mempunyai pengetahuan yang sedikit lebih tinggi untuk mengenal teknologi informasi dibanding masyarakat pedesaan di daerah yang kurang maju (bahkan tidak terjangkau jaringan komunikasi sama sekali). Padahal, jika ditilik dari antusiasme masyarakat itu sendiri, bisa dikatakan bahwa masyarakat yang pernah mengalami usia anak-anak hingga remaja di milenium ketiga ini, dipastikan sudah mengenal piranti cerdas yang disebut komputer. Dengan demikian, antusiasme untuk mengenal lebih jauh tentang komputer dan internet bagi kebanyakan masyarakat sangat tinggi sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Kepemilikan komputer bagi setiap individu di masyarakat bukanlah menjadi sesuatu yang sulit didapatkan untuk saat ini, mengingat harga komputer yang semakin hari semakin terjangkau dengan berbagai pilihan. Kendala serius yang dihadapi pemerintah untuk mewujudkan masyarakat informasi justru terletak pada cara pandang masyarakat mengenai kebergunaan komputer itu sendiri yang tidak hanya dipatok sebagai barang mewah yang kaya hiburan. Akan tetapi, sudah saatnya kita sebagai ahli teknologi informasi meyakinkan dan melatih masyarakat untuk mengenalkan bahwa komputer adalah piranti cerdas yang mampu meningkatkan produktivitas, lapangan kerja, dan ketersediaan informasi yang cepat dan mudah digunakan di berbagai aspek bidang kehidupan. Peran mahasiswa teknologi informasi untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan masyarakat informasi di tahun 2025 tidaklah mustahil jika dicanangkan sejak sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dan dapat direalisasikan secara berkelanjutan yaitu melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang mengangkat jargon Pemberdayaan Pembelajaran Masyarakat, yang diadakan setiap semester di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tidak ada salahnya apabila pihak universitas dan pemerintah bekerja sama untuk membentuk tema khusus yang berkaitan dengan pengenalan teknologi informasi di masyarakat, sedangkan mahasiswa bertindak sebagai pelakunya. Sejumlah keterbatasan yang menjadi faktor pendukung di lapangan juga harus dipersiapkan terlebih dahulu. Misalnya dengan melakukan survey daerah pelosok yang sudah terjangkau listrik, jaringan telepon, dan internet. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi sosial, budaya, dan pendidikan masyarakat setempat untuk mengetahui tingkat antusiasme dan kesadaran masyarakat untuk menyongsong masyarakat informasi di masa depan. Hal ini bukanlah menjadi hal yang sulit apabila sudah benar-benar direncanakan dan ditanggapi menjadi masalah yang fundamental oleh pemerintah. Beberapa waktu yang lalu, penulis telah mengikuti program KKN PPM yang kebetulan mengangkat tema pokok teknologi informasi. Salah satu kegiatan utama yang diadakan yaitu pengenalan dan pelatihan komputer kepada masyarakat dan pamong desa di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman. Daerah tersebut dapat dikatakan termasuk daerah yang sudah merupakan perpaduan antara pedesaan dan perkotaan, dimana masyarakatnya sudah cukup mengenal dunia teknologi informasi, tetapi masih menjaga kebudayaan asli setempat. Dari hasil pengamatan di lapangan, antusiasme mereka ketika mengikuti kegiatan tersebut sangatlah tinggi, dengan peserta yang sebagian besar adalah remaja kawula muda. Lain halnya dengan pelatihan yang dilakukan untuk pamong desa yang rata-rata berusia di atas empat puluh tahun, antusiasme mereka untuk belajar dunia komputer sangat kecil. Melihat kenyataan tersebut, level usia masyarakat yang hidup di era komputerisasi juga harus diperhatikan untuk memudahkan akselarasi kemajuan teknologi informasi di tahap selanjutnya. Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa untuk mengatasi kesenjangan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai tahap dan metode pembelajaran. Pertama, diawali dengan sosialisasi dan pengenalan yang mendasar tentang pentingnya masyarakat informasi agar dapat bersaing dengan dunia global. Kedua, perlunya pelatihan dan pembelajaran secara bertahap sesuai dengan kemampuan sumber daya dan prasarana yang dimiliki setiap individu masyarakat. Ketiga, menanamkan pola pikir masyarakat akan pentingnya media informasi untuk meningkatkan produktivitas kerja di berbagai aspek kehidupan. Untuk itu, sudah saatnya peran mahasiswa teknologi informasi dibantu oleh pemerintah dan masyarakat digalakkan di berbagai pendidikan tinggi Indonesia untuk menghadapi masalah kesenjangan digital yang terlalu renggang, sehingga kelak mimpi Indonesia mewujudkan masyarakat informasi benar-benar bisa dirasakan setiap lapisan masyarakat di mana pun mereka tinggal. Source : http://soulofmyheart.blogspot.com/2010/10/peran-mahasiswa-teknologi-informasi.html (my blog) Image Source : http://enjcorp.blogspot.com/2009/04/internet-masuk-desa.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun