1:0, Peradaban dari Feast lebih amanah.
Musik Keras Gagal Menjadi Anthem Perjuangan
Dulu saya sempat meramalkan, ada tiga genre lagu yang punya possibility besar menembus pasar dan menjadi legenda. Pertama artis cilik yang membawakan lagu anak (ingat tasya kamila?), kedua lagu momentual seperti ulang tahun, kemerdekaan, dan sebagainya (cokelat dgn merah putih terbukti), yang ketiga adalah lagu perjuangan mengisi posisi yang ditinggalkan oleh iwan fals. Ini yang sekarang sedang mencoba diisi oleh berbagai penyanyi indie, salah satunya feast/hindia.
Saya, secara personal, tidak pernah mendengar satu musik dengan genre rock/metal band manapun yang menjadi anthem perjuangan di Indonesia. Di luar negeri, mungkin, tapi di Indonesia musik rock/metal keras gagal mengiringi perjuangan berbagai gerakan progresif. Saya justru mencatat banyak penyanyi pop-rock dan indie yang lebih sensitif dengan pergerakan dan suara kaum marginal. Iwan fals misalnya lebih senang menggunakan genre pop/folks dalam berkarya, Slank dan Efek rumah kaca menggunakan genre pop-rock untuk menyuarakan kegelisahannya. Tidak dengan distorsi gitar, tidak dengan headbanging dan suara yang tajam, tapi dengan lirik yang tidak kalah gaharnya.
Peradaban ada di kamar yang sama. Liriknya jelas berteriak kencang pada otoritas tentang intoleransi, kriminalitas pada kaum marjinal, yang langka ditemui pada musik keras manapun yang pernah saya dengar. Kalaupun ada, saya secara personal tidak pernah mendengarnya. Kalaupun pernah mendengar, pesan tersebut tidak sampai pada saya, apalagi saya gunakan untuk anthem perjuangan saya.
2:0, Peradaban dari Feast lebih dapat dipakai untuk perjuangan.
Musik Keras Gagal Populer
Efektifitas cara penyampaian diukur dari berapa banyak pendengar dan seberapa mereka mengimani pesan tersebut. Benar, berbagai musik keras punya banyak penggemar, tapi dibandingkan jumlah penggemar feast & baskara, berbagai band cadas (yang katanya besar) tersebut hari ini tidak ada apa-apanya. Fans mereka menua, terjebak dalam bubble bahwa rock dan metal masih besar dan merupakan musik paling keren dan anarki.
Mereka lupa generasi terbesar hari ini adalah Millenials dan Gen-Z; generasi yang jauh berbeda dari apa yang mereka pahami. CD sudah usang, radio dan TV sudah tak dihiraukan. Suara mereka tak lagi menjadi panutan bagi banyak orang. Musik keras tak mampu beradaptasi, termakan jaman dan jauh dari kata relevan. Bagaikan masturbasi intelektual yang tak peduli pendengar, mereka perlahan menghilang menyisakan nama besar dan video youtube tanpa gahar.
Feast tentu saja sebaliknya. Mereka hidup dan besar di jaman ini, mengerti cara bicara dengan pendengar dan evangelist setia. Angka tidak bohong, mereka ratusan kali lebih terkenal dan lebih relevan dari berbagai pelaku musik keras tanah air. Dengan popularitas ini, suara mereka lebih didengar, lebih banyak mengubah orang dan memberikan perspektif baru tentang kegeraman individu pada berbagai hal; pemerintah, perlawanan, petani, kapitalisme, dan kehidupan.
3:0, Peradaban dari Feast lebih populer dan influential.
* * *
Jadi kalau anda pelaku musik keras yang membaca tulisan ini, saya punya pesan sederhana. Pertama, jangan marah. Anda memang sudah menua dan harus menerima kekalahan ini secara legowo. Kedua, beradaptasilah. Bila anda ingin eksis kembali, cari cara untuk fight back, kenali audience yang kini ada dan buktikan dengan karya. Buktikan bahwa musik anda jauh lebih keras daripada suara ngantukan baskara yang didengar DAN DIHAPAL lebih dari jutaan masyarakat Indonesia.
Suatu saat nanti tanah air kembali berdiri
Suatu saat nanti kita memimpin diri sendiri
Suatu saat nanti kita meninggalkan sidik jari
Suatu saat nanti semoga semua berbesar hati