Banyak dari kita yang tidak sadar membenarkan kesalahan. Penulis pun sama. Membenarkan kesalahan yang dianggap sudah umum dilakukan.
Menyogok polisi, lumrah lah. Tidak mengenakan helm, yasudahlah. Membeli DVD bajakan, biarinlah.
Sudah biasa.
Ah semua orang juga gitu. Nggak apa-apa lah, sekali ini.
Lebih parahnya lagi saat sudah biasa melakukan kesalahan, kemudian merasa benar diatas kesalahan yang dilakukan.
Gue nggak bilang kalo gue gak pernah lewat jalan itu. Gue pernah bro. Tiap malem kalo kosong gw pasti lewat situ. Tapi kalo ada pengendara yang sah lewat, gue pasti minggir sebisa mungkin, kalo perlu berhenti. Kalo perlu naik trotoar. Karena gue sadar, gue salah. Setidaknya kesalahan gue nggak mengganggu lo.
Nah ini sudah menyerobot jalan, lalu menghardik pengguna yang sah. Ini keterlaluan. Dimana logikanya? Gue nggak paham sih.
Orang yang salah, dan sadar bahwa dirinya salah, itu masih bisa dimaklumi.
Orang yang salah, dan tidak sadar bahwa dirinya salah - terlebih merasa benar? Ini yang perlu dibantai!
Dan gue pikir terlalu banyak orang tipe ini di jakarta. Salah dan merasa benar. Merasa benar karena biasa.
Pedagang kaki lima, preman, calo, hakim, polisi sampai korporasi, pejabat negara, presiden, mahasiswa...
Apa kesimpulannya?