Globalisasi selalu memberikan dampak positif dan negatif dalam pelaksanaanya, salah satu dampak negatif dari Globalisasi ini sendiri adalah eksploitasi yang mengancam keamanan hidup kaum buruh yang bekerja untuk Perusahaan Multinasional yang hadir karena dampak globalisasi ini sendiri. Berbicara tentang eksploitasi buruh artinya tidak lepas dari pihak utamanya, yaitu Perusahaan Multinasional (MNC).
Perusahaan Multinasional merupakan perusahaan yang berbasis disuatu negara (Home Country) namun mempunyai kegiatan -- kegiatan produksi atau cabang pemasaran di negara lainnya (Host Country), yang bertujuan untuk memperluas pasar karena jenuh pada pasar dalam negeri sedangkan pertumbuhan pasar asing (Foreign market) terus meningkat dan mencari bahan baku baru atau teknologi baru ke berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan produksi di Host Country dan melakukan efesiensi.
Kegemaran masyarakat akan produk fast fashion membuat perusahaan yang bergerak di bidang ini terus meningkatkan kegiatan produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar yang selalu meningkat. Pada tahun 2018 saja tercatat sekitar $278,2 miliar yang dihasilkan dari industri mode, yang artinya sama saja menyumbang pendapatan per kapita terbesar nomor 7 di dunia. Dengan tingginya pendapatan yang di hasilkan industri mode membuat munculnya arti dari fast fashion ini sendiri.
Dengan tingginya permintaan terhadap konsumsi pasar akan Fast Fashion membuat para buruh yang bekerja di Perusahaan Multinasional (MNC) yang bekerja di bidang ini merasa terbebani untuk memproduksi produk dengan jumlah yang banyak dan upah yang sedikit. Hal ini sama saja membuat ketidakadilan bagi kaum buruh.
Salah satu contoh ketidakdilan terhadap kaum buruh di Indonesia adalah pada april 2015 Uniqlo menarik pemesanan produknya dari salah satu pabrik garmen di Indonesia yaitu Pt jaba garmindo, yang berakibat bangkrutnya pabrik ini dan berimbas kepada buruh yang tidak mendapatkan upah kerja, dimana para buruh yang bekerja ini berhak mendapatkan pesangon sekitar 5,5 juta dolar, dan Uniqlo tidak memberikan pesangon tersebut.
Jika dilihat lagi para pekerja buruh ini kebayakan para peremupuan hal ini di lakukan karena adanya faktor ekonomi yang membuat mereka terus bekerja walaupun upahnya tidak seberapa dengan pengorbanan mereka untuk membuat beberapa potong pakaian yang di jual untuk kebutuhan pasar yang semakin bertumbuh dengan cepat.
Konsep ini sama saja seperti bentuk ekspliotasi yang dikatakan oleh karl marx yang artinya adanya ketimpangan antara kaum Borjuis dan Proletar atau terjadinya sistem kelas di kalangan Masyarkat, dalam Marxisme konflik ini terjadi karena ketimpangan keksuasaan dalam produksi kapitalis, yang membuat tenaga kerja di buat dengan tuntutan kerja yang tinggi, untuk produksi dengan jumlah yang besar.
Para pelaku investor yang bergerak di bidang ini ingin memiliki pemikiran untuk melakukan efesiensi dan menurunkan resiko investasi. Pada kasus Fast Fashion ini, terjadi cepatnya putaran tren mode ini, yang artinya terus akan meningkatkan produksi, pada tahun 2018 saja konsumsi pakaian mencapai 60 miliar ton pakaian, dan di ramalkan akan naik pada tahun 2030 yang membuat kebutuhan akan produksi fast fashion akan selalu naik setiap tahunnya.Â
Orientasi kapitalisme dalam hal bisnis membuat para pemilik modal mengabaikan perbedaan dan ciri khas pekerja wanita, contohnya saja kebutuhan biologis seperti kehamilan dan siklus menstruasi. Yang ini sama saja terjadi di karenakan kurangnya akses pendidikan, sumber daya, diskriminasi, dan juga artinya kaum wanita ini adalah pihak yang di rugikan dengan adanya kapitalisme ini sendiri. Belum lagi adanya kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi ketika mereka sedang berada di tempat kerja mereka yang masih banyak terjadi di kasus ini yang tiada usainya.
Globalisasi memang menghadirkan kemudahan bagi siapapun untuk mempunyai sesuatu untuk di miliki, namun adanya globalisasi ini membuka jalan yang lebar bagi kapitalisme ini juga, inilah dampak negatif yang terjadi ketika kapitalisme berjalan dengan adanya globalisasi ini sendiri. Marxisme beranggapan bahwa kapitalisme sangat ingin menerapkan untung yang sebesarnya meminimalkan biaya produksi agar selalu mendapatkan untung yang sebanyak mungkin, dan salah satu cara untuk menekan biaya produksi agar murah adalah dengan cara membayar upah pekerja buruh dengan biaya yang murah dalam pelaksanaan kerjannya itu sendiri.
Pada 2018 saja upah kerja buruh perempuan hanya 85% dari pendapatan kerja pria, yang dimana artinya wanita harus bekerja lebih banyak 39 hari untuk mendapatkan upah setara dengan pria. Yang artinya wanita masih mendapatkan diskriminasi dalam hal tersebut.