Mohon tunggu...
Aditya Pratama 475
Aditya Pratama 475 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 - Sastra Indonesia - Universitas Pamulang

Be Yourself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Eksistensi Wayang Kulit Solo Jawa Tengah

16 Desember 2022   14:04 Diperbarui: 16 Desember 2022   14:15 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi

Asal usul budaya adalah istilah Sanskerta Buddaya, yang berarti pikiran atau akal. Budaya digambarkan sebagai hal-hal mental dan rasional. Dalam penggunaan umum, budaya juga identik dengan seni. Budaya setiap bangsa terdiri dari aspek-aspek penyusunnya. Tujuh aspek budaya yang diyakini sebagai budaya universal meliputi alat, mata pencaharian, sistem sosial, bahasa, seni, dan sistem pengetahuan (Soekanto, 2015). Budaya adalah entitas multifaset yang meliputi kepercayaan, pengetahuan, moralitas, seni, hukum, adat istiadat, dan keterampilan lain yang diperoleh anggota komunitas Supiyah (Nurhidayanti, Shalifah, dan Syarifuddin, 2022:02).

Kesenian daerah adalah kesenian yang lahir dan berkembang di suatu daerah. Kesenian daerah ini sangat erat kaitannya dengan praktik keagamaan, ritual, adat istiadat, dan hiburan kelompok etnis tertentu. Kesenian yang muncul dalam budaya kontemporer berpotensi menjadi salah satu ciri khas setiap suku bangsa di Indonesia. Seni dapat digunakan untuk menggambarkan ciri-ciri suatu kelompok masyarakat. Ciri khas inilah yang mendorong keragaman budaya dan seni (Kurnia and Wimbrayardi, 2021:02).

Wayang kulit adalah seni pertunjukan kuno yang berusia lebih dari 500 tahun (Mulyawan, 2016:01). Asal-usulnya terkait dengan masuknya Islam Jawa. Seorang anggota Wali Songo membentuknya dengan mengadopsi Wayang Beber yang muncul pada Zaman Keemasan Hindu-Buddha. Karena wayang sudah diasosiasikan dengan orang Jawa, wayang menjadi media ideal bagi dakwah untuk menyebarluaskan Islam, karena Islam melarang praktik seni rupa. Akibatnya, wayang kulit dikembangkan di mana hanya bayangan yang terlihat.

Wayang kulit Kata dalam bahasa Jawa wayang berubah dengan kata bayangan yang berarti bayangan, dan kata watu dan batu yang berarti batu karang, serta ungkapan wuri dan buri yang berarti belakang. Budaya Jawa tidak dapat dipahami terlepas dari kesenian tradisional wayang kulit yang tetap populer hingga saat ini. Sesuai namanya, wayang kulit dibangun dari kulit binatang (kerbau, lembu atau kambing). Secara historis, wayang kulit kebanyakan berasal dari Jawa dan semenanjung Malaysia timur, termasuk Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit lebih lazim di Jawa bagian tengah dan timur, tetapi wayang golek lebih sering dipentaskan di Jawa Barat (Mertosedono, 1994:01).

Wayang kulit diterjemahkan sebagai walulang inukir (kulit ukir), dan refleksinya dapat dilihat pada layar. Namun pada akhirnya, definisi ini akan mencakup semua jenis pertunjukan di mana seorang dalang berperan sebagai pembicara. Bagi orang Jawa, dunia wayang adalah cermin bisnis yang memiliki ciri-ciri simbolis dan menentukan kehidupan masyarakat. Karena orang Jawa menganggap wayang memasukkan pelajaran agama dan filsafat.

Wayang pertama kali digunakan adalah untuk mengadaptasi cerita dari ukiran pada relief candi yang mewakili tokoh leluhur, serta tradisi kepala suku yang mengadaptasi cerita Ramayana dan Mahabarata. Belakangan, desain wayang itu diubah menjadi set lukisan dengan gaya menyebar dengan gambar manusia sesuai dengan pahatan relief candi. Wayang adalah sarana pengajaran moral yang sarat dengan contoh baik dan buruk dari perilaku manusia. Wayang merupakan perwujudan gambaran tentang sifat manusia dengan tingkah lakunya. Tentang hubungan manusia dengan Tuhan Pencipta Alam Semesta, hubungan manusia dengan pemerintah, dan hubungan anak dengan orang tuanya.

Pertunjukan wayang sepanjang malam ala Yogyakarta terdiri dari tiga babak dengan tujuh baris (adegan) dan tujuh adegan pertarungan. Babak pertama yang dikenal dengan pathet lasem terdiri dari tiga baris dan dua adegan pertarungan yang diiringi lagu pathet lasem. Pathet Manura yang menjadi babak ketiga memiliki dua baris dan tiga adegan pertempuran. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki dua baris dan dua adegan pertempuran. 

Gara-gara yang menampilkan humor khas Jawa menjadi salah satu porsi yang paling dinantikan dari setiap pementasan wayang. Untuk mementaskan wayang kulit secara utuh dibutuhkan sekitar 18 suporter. Satu orang sebagai dalang, dua orang sebagai waranggana, dan lima belas orang pengusaha sebagai penabuh gamelan. Pertunjukan malam rata-rata adalah tujuh hingga delapan jam, mulai pukul 21.00 dan berakhir pada pukul 05.00. Jika dilakukan pada siang hari, pertunjukan biasanya dimulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 16.00. 

Pengajian dalang akan diiringi oleh sekelompok nayaga yang memainkan gamelan dan para vokalis menyanyikan lagu-lagu. Ki Dalang memainkan wayang kulit di belakang layar, yaitu layar kain putih, sedangkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong) disinari di belakangnya, sehingga penonton di seberang layar dapat melihat bayangan wayang kulit tersebut. boneka jatuh ke layar. Untuk memahami cerita wayang (lakon), penonton harus mengenal tokoh-tokoh yang bayang-bayangnya muncul di layar.

Sebagai waranggana, dan 15 orang sebagai penabuh gamelan, semuanya pengusaha. Pertunjukan malam rata-rata adalah tujuh hingga delapan jam, mulai pukul 21.00 dan berakhir pada pukul 05.00. Jika dilakukan pada siang hari, pertunjukan biasanya dimulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 16.00. 

Pengajian dalang akan diiringi oleh sekelompok nayaga yang memainkan gamelan dan para vokalis menyanyikan lagu-lagu. Wayang kulit dibawakan oleh Ki Dalang di belakang layar kain putih, dengan lampu listrik atau lampu minyak (blencong) yang bersinar di belakangnya, sehingga penonton di seberang layar dapat melihat bayangan wayang tersebut jatuh ke layar. layar. Agar penonton dapat memahami alur (lakon) wayang, mereka harus mengenal tokoh-tokoh wayang yang gambarnya ditampilkan di layar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun