Mohon tunggu...
Aditya Nuryuslam
Aditya Nuryuslam Mohon Tunggu... Auditor - Menikmati dan Mensyukuri Ciptaan Ilahi

Menjaga asa untuk senantiasa semangat berikhtiar mengadu nasib di belantara Megapolitan Ibukota Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Upaya Mendongkrak Kinerja Penggerak Ekonomi Daerah yang Sarat Kepentingan

27 Juli 2023   23:14 Diperbarui: 4 Agustus 2023   18:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya yakin masih sedikit orang yang tahu persis berapa jumlah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia. Sampai dengan saat ini jumlah total Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia adalah 546 daerah dengan rincian terdapat 38 daerah Provinsi (termasuk didalamnya 4 Provinsi baru di Pulau Papua) dan 508 daerah Kabupaten/Kota (tidak termasuk Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta).

Bisa dibayangkan betapa banyaknya daerah di Indonesia ini, dan masing-masing daerah memiliki instrumen penggerak roda pemerintahan di daerah sekaligus pendorong roda ekonomi di daerah yang jumlahnya bervariasi. Secara komulatif total anggaran dalam APBD dari 546 daerah Provinsi dan Kabupaten dan Kota di Indonesia ini mencapai angka Rp1.223,306 triliun atau senilai dengan 40% dari anggaran dalam APBN TA 2023. 

Dari anggaran APBD TA 2023 tersebut baru terealisasi sebesar 41,39% nya atau sebanyak Rp506,338 triliun. Angka ini memang membuat gusar sebagian pengamat, dikarenakan di tahun berjalan yang sudah melewati semester 1 ini serapan anggarannya masih belum mencapai setengahnya, bahkan masih kurang 8,61% secara komulatif. 

Namun jika kita lihat per daerah, tingkat serapan anggaran APBD sangatlah bervariatif, ada daerah-daerah yang serapannya diatas rata-rata nasional, namun tidak sedikit daerah yang tingkat penyerapannya dibawah rata-rata nasional.

Sebenarnya wajar, jika sebagian pengamat otonomi daerah, desentralisasi fikal serta pengamat bisnis mengkhawatirkan tingkat serapan anggaran dalam APBD, hal ini tidak lepas dari tingginya peran APBD dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah. 

Sebagaimana kita ketahui bahwa masih banyak daerah yang belum optimal dalam penggalian potensi ekonomi dan bisnis, sektor swasta belum optimal masuk dan menggarap sektor bisnis secara intens sehingga satu satunya jalan adalah memaksimalkan peran APBD sebagai tulang punggung dalam menjaga laju perputaran ekonomi di daerah.

Selain itu APBD juga diharapkan mampu menjadi instrumen sweetener dan pemancing dunia bisnis untuk masuk dan berinvestasi di daerahnya. Pembukaan akses daerah-daerah penghasil row material industri, memberikan insentif fiskal kepada pengusaha yang mau membuka usaha di daerahnya serta melakukan percepatan pembangunan sarana prasarana layanan dasar menjadi tugas utama Pemerintah Daerah yang tentunya semua dianggarkan dan dibebankan melalui APBD.

Namun demikian, kondisi ideal tersebut seringkali tidak bisa dijalankan dengan mudah, hal ini dikarenakan APBD sebagai instrumen pendukung roda pemerintahan daerah sekaligus menjadi penggerak roda ekonomi ini juga sarat dengan beragam kepentingan serta menjadi oase harapan bagi banyak pihak. 

Kebutuhan pastilah tak terbatas, namun demikian sumber pendanaan dalam APBD sangat terbatas, sehingga ketika pembahasan anggaran baik di tingkat internal Pemerintah Daerah (KUAPPAS) hingga ke DPRD (RaPerda APBD) pastilah sangat alot dan takes time.

APBD sendiri selain mengemban visi misi kepala daerah, juga harus diselaraskan dengan Rencana Kerja Pemerintah (pusat). Belum lagi harus mengakomodir tuntutan masyarakat melalui wakil rakyat. Hal-hal inilah yang kemudian membuat postur APBD yang ditetapkan kadang tidak ideal sebagaimana harapan semua orang. 

Di sisi lain pada tataran pelaksanaan seringkali dijumpai beberapa kendala teknis seperti harus menunggu petunjuk teknis dari pusat, molornya pelaksanaan lelang hingga kesulitan dalam memanage arus kas sebagai konsekuensi dari ruwetnya penentuan skala prioritas dalam pelaksanaan APBD.

Keadaaan diatas menjadi konsekuensi logis atas tersendatnya realisasi atau pelaksanaan APBD, jika kita bisa inventarisir secara lebih detail ada beberapa hal lain yang juga mempengaruhi rendahnya daya serap APBD khususnya TA 2023 ini, yang dapat kita breakdown sebagai berikut :

Kesepakatan Politik Anggaran di Daerah

Sebagaimana APBN, APBD juga disusun berdasarkan kesepakatan anggaran, atau biasa dikenal dengan sebutan politik anggaran. Di beberapa kasus ketika eksekutif (pemda) tidak sejalan dengan legislatif (DPRD) menjadikan pembahasan penyusunan APBD menjadi terkendala dan berlarut-larut. 

Penetapan APBD yang terlambat dan sudah melewati tahun anggaran, akan memberikan konsekuensi logis mundurnya eksekusi APBD, dan sangat besar kemungkinannya akan berpengaruh atas kualitas dan kecepatan dalam penyerapan APBD.

Penyesuaian dengan Rencana Kerja Pemerintah

Pemerintah Pusat sebagai koordinator pencapaian target kinerja nasional secara reguler menerbitkan rencana kerja pemerintah. Dalam pelaksanaannya pemerintah pusat tidak dapat bekerja sendiri, oleh karena itu rencana kerja pemerintah inipun juga harus dipedomani oleh pemerintah daerah. 

Hal krusial dalam mendukung rencana kerja pemerintah ini adalah penyelarasan dengan visi misi Kepala Daerah serta mensinkronkan dengan kebutuhan priotitas daerah. 

Penyesuaian inipun pastilah memakan waktu yang cukup lama, dan berpotensi memperlama proses perencanaan APBD yang pada akhirnya juga bermuara kepada keterlambatan dalam mengeksekusi APBD.

Terlambatnya Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Tidak dipungkiri bahwa sumber pendaaan APBD, masih didominasi dari Transfer ke Daerah. Transfer ke Daerah atau TKD ini terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Desa, Dana Otonomi Khusus (khusus untuk Papua dan Aceh), Dana Hibah dan Dana Keistimewaaan (khusus untuk DIY).

Selain itu ada juga Dana Insentif Fiskal yang diberikan kepada beberapa daerah yang dinilai memiliki prestasi lebih dibandingkan daerah lainnya. 

Di beberapa dana TKD terdapat petunjuk teknis pelaksanaannya yang disusun oleh Kementerian/Lembaga terkait. Apabila petunjuk teknis tersebut terlambat diterbitkan, maka akan berimplikasi pada terlambatnya penyerapan di APBD.

Namun demikian saat ini, untuk percepatan penyusunan petunjuk teknis sudah menjadi concern pemerintah pusat agar dapat ditertibkan tepat waktu.

Proses Lelang Pengadaan yang Tidak Lancar

APBD sebagai instrumen pendorong pergerakan ekonomi di daerah, pastilah sebagian besar anggarannya untuk pengadaan baik itu pemenuhan barang dan jasa pendukung roda pemerintahan, juga untuk pengadaan barang modal yang tentunya untuk memenuhi standar pelayanan minimum seperti pengadaan bangunan sekolah, pengadaan alat alat kesehatan dan pembuatan jalan/jembatan. 

Dalam pelaksanaan atas pengadaan tersebut ada mekanisme lelang pengadaan atau lelang proyek seringkali tidak berjalan sesuai yang diharapkan, misalnya saja jumlah yang ikut tender tidak sesuai kualifikasinya atau ketika telah ditetapkan pemenang, masih belum bisa dilaksanakan karena alotnya proses banding/sanggah.

Kebutuhan Mendesak Pilkada Serentak

Khusus di tahun 2023 dan tahun 2024 nanti, ada satu kebutuhan pemerintah daerah yang cukup besar anggarannya yaitu pelaksanaan pesta demokrasi akbar pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara serempak di seluruh Indonesia pada tahun 2024. 

Besarnya anggaran ini, menyebabkan daerah harus mampu "menabung" untuk membiayai pesta demokarasi tersebut. Alhasil beberapa daerah melakukan "penghematan" anggaran agar nantinya ada cukup "tabungan silpa" yang nantinya akan digunakan sebagai cadangan penganggaran pesta demokrasi. Penghematan ini pastilah akan berpengaruh terhadap serapan anggaran dalam APBD sehingga akan tercatat rendah.

Kebiasaan Rekanan Pemda dalam Pencairan Dana

Faktor ini biasanya di luar dari sistem penganggaran, karena secara kebijakan pencairan atas pembayaran ke rekanan pemda dapat dilakukan secara periodik. 

Namun demikian banyak rekanan pemda yang tidak mengambil termin pembayaran tersebut, dan akan menagihnya di triwulan ke 4 atau setelah pekerjaan selesai. 

Alhasil, secara pencatatan atas serapan APBD terlihat rendah, walaupun sebenarnya telah dilakukan pengerjaan proyek, namun dikarenan tidak diambilnya termin pembayaran oleh rekanan, menyebabkan performa APBD menjadi "terlihat" lemah penyerapannya.

Dari uraian diatas, sebenarnya kita bisa mengambil benang merah atas permasalahan rendahnya serapan APBD khsusunya di TA 2023 ini.

Hal-hal yang perlu menjadi concern kita bersama, baik itu di pemerintah pusat selaku koordinator pemerintah daerah, legislatif dan eksektutif di daerah serta masyarakat selaku stakeholders sekaligus obyek pembangunan di daerah adalah:

1.  Pemerintah Pusat hendaknya dalam menyusun regulasi berpedoman kepada mudah diterjemahkan, simpel, terukur dan terarah, sehingga mudah untuk dipedomani oleh Pemerintah Daerah.
2. Kebijakan tidak terlalu kaku dan bersifat agile, sehingga mudah di intepretasikan serta disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
3. Mengurangi friksi antara eksekutif dan legislatif di daerah dengan menyatukan tujuan demi kemaslahatan rakyat.
4. Memperkuat pengawasan dari masyarakat, guna menjaga keberlangsungan penyerapan APBD yang konsisten dan terukur.
5. Lelang proyek pengadaan disegerakan pelaksanaannya guna memitigasi resiko potensi mandeknya proyek, karena gagal proses lelang.
6. Penggunaan teknologi informasi guna mendukung percepatan penyelesaian administrasi dalam realisasi APBD

Demikian uraian atas beberapa diaknosa terkait keterlambatan penyerapan APBD, dan beberapa tips serta kiat-kiat guna mendorong akselerasi percepatan realisasi APBD.

Memang bukan hal yang mudah, namun jika kita berusaha pastilah akan ada jalan keluar untuk memecahkan permasalahan tersebut.

***

Sumber:

1. djpk.kemenkeu.go.id
2. media.kemenkeu.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun