Headline harian Kompas kemarin (5/06) melaporkan proyek pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) mandek karena tersandera oleh kewenangan pemerintah pusat. Â Upaya DKI dalam menyelesaikan proyek transportasi massal untuk mengatasi kemacetan ini menemui kendala dalam dua hal:
(a) Pembebasan lahan di perumahan Polri menunggu ijin Presiden SBY
(b) Pemerintah pusat mengurangi porsi investasi proyek, dari semula 49% menjadi 40%.
Penutupan Stadion Lebak Bulus untuk depo MRT serta lahan pengganti Terminal Lebak Bulus harus disetujui Kementerian terkait dengan Presiden. Penutupan Stadion Lebak Bulus harus menunggu rekomendasi dari Kementerian Pemuda dan Olahraga, sedangkan pembebasan lahan Perumahan Polri di Ampera, Jakarta Selatan menunggu izin presiden. Padahal, secara administrasi Pemprov DKI sudah melengkapi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan.
[caption id="attachment_327701" align="aligncenter" width="420" caption="Terminal Lebak Bulus: tutup namun belum ada penggantinya (tribunnews.com)"][/caption]
Di beberapa titik, pekerjaan proyek fisik MRT mulai menambah kepadatan kendaraan, seperti di ruas jalan depan Masjid Al-Azahar Jl. Sisingamangaraja, Jakarta Selatan. Ini disebabkan berpindahnya bus transjakarta ke jalur umum setelah transit di halte. Bus-bus ini harus berpindah jalur karena sepanjang koridor bus transjakarta mulai Ratu Plaza hingga Blok M ada pengerjaan proyek MRT. Kemacetan serupa juga terjadi di Jl. MH. Thamrin, utamanya dari arah Sarinah menuju Bundaran HI.
[caption id="attachment_327702" align="aligncenter" width="420" caption="Macet yang semakin massif di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat (tribunnews.com)"]
Tak hanya MRT, Kompas juga mencatat 4 proyek DKI Jakarta lain yang terkendala kebijakan Pemerintah Pusat beserta penyebabnya:
1.Normalisasi Sungai Cisadane
Penyebab: minimnya dana yang dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum
2.Rumah Susun di Atas Sungai Ciliwung
Penyebab: Tidak disetujui Kementerian PU karena dinilai bertentangan dengan PP No. 38/2011 tentang sungai
3.Kebijakan Jalan Berbayar Elektronik (ERP)
Penyebab: Peraturan Pemerintah terkait ERP belum diterbitkan Pemerintah Pusat
4.Tujuh underpass dan tiga jalan layang
Penyebab: Kementerian Perhubungan dan Bappenas akan membangun jalur rel kereta untuk jalur timur
Selain berisiko menambah masalah perkotaan yang sudah ada (macet yang bertambah parah, masalah pemukiman dan banjir) penundaan penyelesaian proyek-proyek ini juga akan berujung pada penalti atas uang pinjaman yang ditanggung Pusat dan DKI karena telah melanggar timeline perjanjian peminjaman dana. Bayangkan betapa mahal harga yang harus dibayar oleh masyarakat luas jika Pemerintah Pusat tidak beritikad baik untuk membantu melancarkan proyek pembangunan di Ibu Kota.
[caption id="attachment_327703" align="aligncenter" width="404" caption="Normalisasi Sungai Cisadane: Terkendala Kementerian PU (liputan6.com)"]
[caption id="attachment_327704" align="aligncenter" width="398" caption="Rancangan apartemen apung di atas kali ciliwung (viva.co.id)"]
Menurut Plt. Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, diperlukan jalan pintas untuk menyelesaikan segala kerumitan masalah ini. Satu-satunya cara efektif adalah menyelesaikan masalah DKI Jakarta dari Istana Negara, ujarnya.
Ternyata benar, nasib pembangunan Ibu Kota sangat bergantung pada Istana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H