Mohon tunggu...
Aditya Irawan
Aditya Irawan Mohon Tunggu... -

I see and I observe

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Birokrat Jawa Barat Tak Jalankan Amanat

1 Juli 2014   01:02 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:05 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik membaca tulisan Yogi Suprayogi Sugandi di berbagai media yang berjudul Politisasi Reformasi Birokrasi Jawa Barat. Dosen dan Peneliti Kebijakan Publik dari Universitas Padjadjaran, Bandung ini mengupas hal yang luput dari perhatian publik. Terlebih di tengah gegap gempita pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 ini.

Sebagai provinsi terpadat se-Indonesia, Jawa Barat menyimpan segudang potensi sekaligus setumpuk masalah. Penduduknya tercatat berjumlah 43 juta jiwa (Data BPS 2010) atau mencakup 18% dari populasi nasional. Birokrasi yang kuat dan profesional mutlak dibutuhkan Jabar agar roda pemerintahan dapat berjalan dengan baik.

Dengan penduduk yang besar tersebut, sebanding pula dengan jumlah anggaran yang dibutuhkan dalam pembangunan. APBD Jabar untuk tahun 2014 ini saja mencapai 21,6 Triliun. Itu belum ditambah dengan dana hibah sebesar 14,2 Triliun pada tahun 2011 sampai 2013. Padahal sebagaimana kita tahu, dana hibah sangat rawan disalahgunakan dalam penyalurannya. Tapi gawatnya, Jabar masih terbelit dalam politisasi birokrasi.

[caption id="attachment_331467" align="aligncenter" width="650" caption="Gedung Sate, pusat pemerintahan Jabar (indonesianinfrared.com)"][/caption]

Pemilihan presiden pada tanggal 9 Juli 2014 telah menjadi pertanda buruk bagi awak birokrasi di Jawa Barat. Bukan hanya gubernur dan wakilnya yang menjadi juru kampanye bagi calon presiden, para birokrat di bawahnya juga digerakan untuk mendukung capres tertentu. Inilah bukti bahwa politisasi birokrasi di Jawa Barat masih sangat kental

Ketika terpilih sebagai Gubernur untuk kedua kalinya pada tahun 2013, Ahmad Heryawan mengusung janji politik dituangkan kedalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018.

Janji tersebut antara lain:

§Menggratiskan biaya sekolah baik negeri maupun swasta,

§Merevitalisasi Posyandu,

§Menyerap dua juta lapangan kerja,

§Memberikan bantuan rumah tinggal layak huni sebanyak 100.000 ribu rumah,

§Membangun gedung kesenian dan kebudayaan di beberapa kota,

§Bantuan 1 miliar/desa

Dengan pekerjaan rumah yang menumpuk tersebut, Gubernur Ahmad Heryawan dan Wagub Deddy Mizwar malah mengambil cuti untuk menjadi juru kampanye capres yang diusung partai mereka, Prabowo Subianto. Ini sebuah preseden buruk bahwa kepala daerah di Jabar lebih tunduk pada kepentingan politik sesaat daripada mengabdikan dirinya penuh kepada publik.

Belum lagi janji bantuan 1 miliar/desa yang menyesatkan itu. Bantuan tersebut merupakan amanat pelaksanaan UU Desa, dan jumlahnya bervariasi sesuai dengan proporsi populasi dan kondisi sosial ekonomi desa yang bersangkutan. Jadi bantuan ini bukanlah dana yang turun dari Pemprov Jabar. Klaim sepihak ini juga ditiru pasangan capres mereka, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa demi menggaet simpati masyarakat desa.

[caption id="attachment_331468" align="aligncenter" width="600" caption="Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar ketika dilantik sebagai Gubernur-Wagub Jabar (republika.co.id)"]

14041258841476741962
14041258841476741962
[/caption]

Indeks pembangunan manusia Jawa Barat yang masih rendah serta timpangnya kondisi sosial ekonomi di pantai utara dan selatan adalah indikator paling nyata akan tidak optimalnya kerja Gubernur Jabar yang sudah terpilih kedua kalinya tersebut. Dan kini dengan kompaknya Gubernur dan Wakilnya mengambil cuti untuk menjadi juru kampanye pemenangan calon presiden yang didukung partainya, PKS.

Dana hibah yang digelontorkan harus diawasi pengggunannya. Keterlibatan Gubernur dan Wagub beserta kepala daerah dan birokrat Jawa Barat lain dalam kampanye pilpres mengakibatkan kerentanan dana hibah untuk diselewengkan sebagai politik uang. Publik Jabar tak boleh lengah. Buka mata dan telinga, awasi para penguasa agar tak makin semena-mena kepada rakyat yang telah memilihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun