AJAIB!
Itulah seruan kagum jika terjadi sesuatu yang nyaris tidak masuk akal atau mustahil. Padahal keajaiban sendiri tidak ada, yang ada adalah kerja keras yang membuahkan hasil.
Seperti seorang tukang sulap yang berlatih keras sepanjang waktu sehingga membuat 'keajaiban' di mata penonton-penontonnya. Seperti seorang dokter yang menyelamatkan seorang pasien dengan tindakan yang tepat.
Namun, apakah kita bisa mengharapkan keajaiban untuk kondisi bangsa dan negara yang terpuruk karena perilaku pemimpin yang buruk?
Saya yakin, dengan kerja keras kita bisa menciptakan keajaiban, keluar dari keterpurukan, dan menegakkan diri sama tinggi di pergaulan internasional. Lepas dari hutang-hutang yang mengikat leher bangsa kita. Hutang-hutang yang ditilep oleh bandit-bandit besar, digarong koruptor-koruptor raksasa. Kita tahu siapa mereka, kita sudah melihat sebesar apa kerusakan yang telah mereka lakukan dan betapa tidak berdayanya pemerintah sejauh ini untuk menghentikan alih-alih menghukum mereka.
Lihat saja: Lumpur di Lapindo masih menggenang, siapa pelakunya? Dimana dia sekarang? Siapa yang memberikan perlindungan kepada penjahat besar itu?
Di jajaran pemerintahan, Menteri Agama menggarong dana haji yang ditabung ummat dengan kerja keras. Dimana dia sekarang? Siapa yang melindungi dan membelanya? Kenapa penjahat sebesar itu tidak segera ditangkap?
Masih belum kering air mata para ibu yang kehilangan anak-anaknya di tahun 1998. Kita sama tahu siapa yang memerintahkan untuk menculik dan menghilangkan pemuda-pemuda itu. Sudah adakah keadilan untuk mereka? Dimana penjahat besarnya sekarang? Apa yang sekarang dia gembar-gemborkan di balik dosa-dosanya terhadap kemanusiaan?
Apakah mustahil membebaskan bangsa ini dari cengkeraman penjahat demi penjahat? Apakah rakyat memang ditakdirkan untuk terus menerus memikul beban hutang dan penderitaan demi rampok-rampok yang tega melakukan apa saja hanya demi memenuhi pundi-pundi mereka sendiri?
Apakah bangsa memang sudah nyaris mati dan tidak bisa diselamatkan lagi?
Waktunya sudah mendesak. Kita butuh membuat keajaiban. Kita harus melakukan kerja keras untuk mencapai yang sepertinya mustahil: membangkitkan kembali keunggulan bangsa yang nyaris mati di tangan rampok-rampok berkedok pemimpin dan penyelamat itu.
Kita tahu siapa mereka dan saya yakin kita bisa menyingkirkan mereka untuk selama-lamanya.
Dengan kerja keras yang terarah. Kerja keras yang memiliki pedoman.
Dan bagaimanakah pedoman kerja keras yang akan kita lakukan itu?
Pada 17 Agustus 1964, Presiden Soekarno telah memberikan pedoman yang jelas untuk mengarahkan kerja keras untuk membangun bangsa itu. Untuk melepaskan diri kita dari penjahat-penjahat tanpa malu yang memperkosa Ibu Pertiwi dan membunuhi pemuda-pemudanya.
Inilah kutipan pidato Bung Karno di tahun Vivere Pericoloso itu:
“Kuformulasikan 6 hukum revolusi, yaitu: Bahwa revolusi harus mengambil sikap tepat terhadap lawan dan kawan, harus dijalankan dari atas dan dari bawah. Bahwa destruksi dan konstruksi harus dijalankan sekaligu. Bahwa tahap pertama harus dirampungkan dulu kemudian tahap kedua. Bahwa harus setia kepada Program Revolusi sendiri yaitu Manipol. Dan bahwa harus punya sokoguru, punya pimpinan yang tepat dan kader-kader yang tepat. Juga kuformulasikan Trisakti: berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.”
Namun, pedoman dan cita-cita itu sayup dimakan zaman. Api yang nyaris padam.
Sampai kemudian kita mendengarnya lagi dalam pidato Tiga Pilar Untuk Negeri yang disampaikan calon presiden Joko Widodo.
“Assalamualaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera bagi bangsaku yang saya banggakan. Dengan kepercayaan rakyat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan telah memperoleh kepercayaan terbesar dari bangsa Indonesia, sebagai partai yang terbesar dipilih oleh bangsa Indonesia.
Sebagai pemimpin saya akan menjalankan tiga aspek yang menjadi pedoman saya, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Adalah tugas saya untuk memastikan bahwa bangsa Indonesia mempunyai kedaulatan politik, yang tidak mudah didikte oleh bangsa lain.
Kekayaan alam yang berlimpah akan menjadi modal bagi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri dalam ekonomi. Budaya bangsa Indonesia yang sangat beragam menjadi ciri khas yang dikagumi bangsa lain. Dalam kepemimpinan saya, bila saya terpilih, keragaman budaya bangsa Indonesia akan memiliki ciri khas tersendiri dalam pergaulan antar bangsa di dunia.
Saya, seperti putra bangsa Indonesia lainnya, adalah warga negara yang bangga dengan segala kelebihan dan kelemahan bangsa ini. Mari kita perkuat kelebihan kita dan kita sempurnakan kelemahan kita. Dari kita, oleh kita dan untuk kita semuanya, bangsa Indonesia.
Wassalammualaikum Wr.Wb.”
Api yang nyaris padam itu mendapatkan jalan untuk berkobar dan menyala kembali. Ada harapan untuk datangnya masa-masa baik bagi bangsa ini. Kerja, kerja, dan kerja. Dan, tentu saja, terlebih dahulu menyingkirkan rampok, garong, dan penjahat-penjahat yang telah mengangkangi hasil kerja keras kita dan masih hendak melakukannya lagi.
Insya Allah. Dengan petunjuk-Nya, kita bisa mencapai yang tampaknya mustahil dan menciptakan sebuah keajaiban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H