Namun, pelarangan buku dapat memiliki efek sebaliknya, yaitu membuat buku tersebut semakin populer. Misalnya, larangan pada "Lajja" justru membuat buku tersebut tersebar luas melalui fotokopi di Bangladesh dan dianggap sebagai propaganda oleh fundamentalis Hindu di India.
Dalam menghadapi larangan buku, ada yang berpendapat bahwa solusi terbaik adalah dengan memperluas akses ke buku tersebut dan meningkatkan pendidikan tentang pemikiran kritis dan literasi. Membaca buku yang kontroversial dan terlarang dapat memberikan perspektif yang berbeda dan mendorong pembaca untuk berpikir kritis tentang masalah sosial dan politik.
Dalam rangka untuk memastikan kebebasan berekspresi dan akses ke informasi, kita perlu melawan upaya sensor dan melindungi hak untuk membaca dan mengekspresikan gagasan secara bebas. Dengan meningkatkan kesadaran tentang buku-buku yang dilarang dan alasan di balik larangan tersebut, kita dapat memperkuat nilai-nilai kebebasan dan demokrasi.
Bagaimana Sikap bijak kita terhadap perlarangan buku tersebut
Sikap bijak kita terhadap larangan buku sebaiknya adalah dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi dan mendukung kebebasan membaca. Kita seharusnya tidak menyalahkan atau menghakimi orang yang memilih untuk melarang buku-buku tertentu, namun kita juga tidak boleh diam dan pasif terhadap tindakan tersebut.
Namun, dalam melakukan hal ini, kita juga harus mempertimbangkan konteks dan situasi yang ada di sekitar kita. Misalnya, jika kita berada di negara atau lingkungan yang otoriter, mungkin kita perlu memilih tindakan yang lebih hati-hati agar tidak menimbulkan risiko bagi diri sendiri atau orang lain.
Dalam semua hal, sikap bijak kita harus didasarkan pada penghormatan terhadap nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan kesetaraan, sambil tetap menghargai perbedaan pandangan dan keyakinan orang lain.
Reference:
The Economist
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H