Mohon tunggu...
Aditya Hera Nurmoko
Aditya Hera Nurmoko Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIE YKP Yogyakarta, Pengamat Ekonomi dan Bisnis, Peneliti, Konsultan, Komisaris, Pegiat Sosial dan Budaya

Hobi Menulis, Wiridan, Baca Buku dan Jurnal, Olah Raga, Tidur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan Singkat di Balik Daftar Hitam Buku Abad ke-21; Menyingkap 7 Karya yang Dilarang

5 Maret 2023   00:02 Diperbarui: 5 Maret 2023   00:09 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Namun, pelarangan buku dapat memiliki efek sebaliknya, yaitu membuat buku tersebut semakin populer. Misalnya, larangan pada "Lajja" justru membuat buku tersebut tersebar luas melalui fotokopi di Bangladesh dan dianggap sebagai propaganda oleh fundamentalis Hindu di India.

Dalam menghadapi larangan buku, ada yang berpendapat bahwa solusi terbaik adalah dengan memperluas akses ke buku tersebut dan meningkatkan pendidikan tentang pemikiran kritis dan literasi. Membaca buku yang kontroversial dan terlarang dapat memberikan perspektif yang berbeda dan mendorong pembaca untuk berpikir kritis tentang masalah sosial dan politik.

Dalam rangka untuk memastikan kebebasan berekspresi dan akses ke informasi, kita perlu melawan upaya sensor dan melindungi hak untuk membaca dan mengekspresikan gagasan secara bebas. Dengan meningkatkan kesadaran tentang buku-buku yang dilarang dan alasan di balik larangan tersebut, kita dapat memperkuat nilai-nilai kebebasan dan demokrasi.

Bagaimana Sikap bijak kita terhadap perlarangan buku tersebut

Sikap bijak kita terhadap larangan buku sebaiknya adalah dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi dan mendukung kebebasan membaca. Kita seharusnya tidak menyalahkan atau menghakimi orang yang memilih untuk melarang buku-buku tertentu, namun kita juga tidak boleh diam dan pasif terhadap tindakan tersebut.

Namun, dalam melakukan hal ini, kita juga harus mempertimbangkan konteks dan situasi yang ada di sekitar kita. Misalnya, jika kita berada di negara atau lingkungan yang otoriter, mungkin kita perlu memilih tindakan yang lebih hati-hati agar tidak menimbulkan risiko bagi diri sendiri atau orang lain.

Dalam semua hal, sikap bijak kita harus didasarkan pada penghormatan terhadap nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan kesetaraan, sambil tetap menghargai perbedaan pandangan dan keyakinan orang lain.

Reference:

The Economist

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun