Salah satu klub terbaik dalam sejarah sepakbola tertunduk lesu malam itu. Mereka disingkirkan di semifinal Liga Champions oleh klub London milik biliuner Rusia. Jutaan pasang mata pun menyaksikan laga tragis di Camp Nou, dan tak bisa mengalihkan perhatiannya pada satu sosok bernama Roberto Di Matteo. 24 April 2012, Roberto Di Matteo membawa Chelsea melangkah ke final Liga Champions. Chelsea telah menang 1-0 di Stamford Bridge, kemudian bermain imbang 2-2 hanya dengan sepuluh pemain di kandang Barca. Ini menjadi kisah yang mengesankan bagi Roberto Di Matteo, jika kita lihat apa yang terjadi dua bulan sebelumnya. Dua bulan sebelumnya… Chelsea adalah klub pesakitan. Mereka dalam kondisi mengenaskan untuk sebuah klub yang berkecukupan modal materi. Chelsea keluar dari empat besar klasemen Liga Inggris dan hanya menang 2x dalam 9 laga terakhir. Gara-gara itulah Roman Abramovic, sang pemilik klub yang berkarakter konglomerat tak kenal sabar, memecat manajer muda Andre Villas Boas yang sejatinya telah dikontrak dengan biaya tinggi. Dari sinilah cerita Roberto Di Matteo dimulai. Di Matteo ditunjuk sebagai caretaker, manajer sementara pada 4 Maret 2012, menggantikan Andre Vilas Boas. Berat bagi Di Matteo karena dia diwarisi serangkaian masalah: isu ketidakharmonisan tim, hasil buruk di liga domestik, kekalahan 1-3 dari Napoli yang nyaris mendepak Chelsea dari Liga Champions, dan seorang striker mandul bernilai 50 juta pound. Terang saja Roberto Di Matteo diragukan untuk bisa berbuat banyak. Gelar Piala Winner dan 2 Piala FA sebagai pemain Chelsea, dianggap belum cukup untuk menutup kekurang-pengalamannya sebagai manajer. Pria Italia ini memang baru pertama kali ini menjabat manajer klub besar. Sebelumnya dia cuma berpengalaman di klub kecil Milton Keynes Dons dan West Brom Wich Albion. Tapi alur cerita berlalu begitu cepat, dan seolah terjadi begitu saja, Di Matteo nyatanya mampu mengurai satu per satu masalah dalam tempo yang sesingkat-singkatnja. Misi pertamanya untuk diakui sebagai bos berlangsung cukup mulus. Tidak seperti Andre Vilas Boas yang tampak diremehken oleh ego pemain senior, Di Matteo mampu memanfaatkan statusnya sebagai mantan pemain Chelsea, hingga layak diberi respek oleh John Terry dan kawan-kawannya. Satu modal untuk menyatukan tim sudah digenggam Di Matteo, dan akhirnya semua bisa menyaksikan kelanjutan kisahnya. Di Liga Inggris, kurang dari seminggu setelah Di Matteo menjabat manajer, Chelsea langsung menuai hasil positif. The Blues yang jarang menang akhirnya menang 1-0 atas Stoke. Sejak saat itu, trend penampilan Chelsea jadi lebih stabil, hanya sekali kalah dari Manchester City dalam tujuh laga terakhir. Di Matteo cukup sukses menggenjot performa, walau belum dengan penampilan yang mapan. Lihat: Klasemen Liga Inggris. Di Matteo juga membuat cerita di Piala FA, piala domestik yang memang biasa dijadikan ajang oleh para caretaker untuk membuktikan diri. Bagi manajer yang ditunjuk di pertengahan musim, Piala FA adalah arena yang tepat untuk memperjuangkan trofi. Dan tampaknya, Di Matteo paham dengan situasi ini. Andre Villas Boas sudah membawa Chelsea hingga perdelapanfinal Piala FA, dan Roberto Di Matteo melanjutkan perjuangannya dengan lancar jaya. Menang 2-0 dari Birmingham di perempatfinal, kemudian berturut-turut membantai Leicester 5-2 dan Tottenham Hotspur 5-1, hingga akhirnya melangkah ke babak pamungkas. Chelsea tinggal selangkah lagi merengkuh trofi, ditantang Liverpool di final. Kisah Di Matteo di Liga Champions tak kalah menawan, dan ini yang paling heroik. Warisan yang diberikan Vilas Boas sangatlah runyam: sebuah kekalahan 3-1 dari Napoli di fase perempatfinal, dan Di Matteo hanya punya waktu 10 hari untuk menyiapkan laga leg ke-2. Berhasilkah Di Matteo? pertanyaan basi, kita telah tahu jawabannya. Roberto Di Matteo berhasil menyelamatkan telur Chelsea yang sudah berada di ujung tanduk. Dalam sebuah laga dramatis, The Blues membuat Napoli menangis. Baca: Drama Chelsea Singkirkan Napoli. Fase selanjutnya terlihat lebih mudah bagi Chelsea. Perempatfinal lawan Benfica sukses terlewati, menang 0-1 saat tandang dan 2-1 di kandang. Sampai fase ini Roberto Di Matteo telah memberi capaian mengesankan, Chelsea melaju ke semifinal untuk berhadapan dengan salah satu klub terbaik dalam sejarah sepakbola, Barcelona. Bagi Chelsea, laga semifinal ini seperti neraka. Mereka berhasil unggul 1-0 di kandang, tapi harus jatuh bangun habis-habisan menahan gempuran Barca di Nou Camp. Dalam sebuah permainan bertahan vs menyerang, hasil akhir berpihak pada The Blues. Baca: Barcelona Disingkirkan 10 Pemain Chelsea. Dan akhirnya, Chelsea menginjakkan kakinya di final Liga Champions! Chelsea, dari mengenaskan jadi mengesankan. Sejak kedatangan Di Matteo, Chelsea mengalami banyak perubahan. Performa di liga menjadi stabil, masuk final Piala FA, dan jadi finalis Liga Champions. Klub yang babak belur di tengah musim itu, sekarang punya peluang menggondol dua trofi. Dalam waktu kurang dari dua bulan, Roberto Di Matteo telah menuliskan sebuah cerpen yang mengagumkan dalam catatan karir manajerialnya. Cerpen karir Di Matteo ini sudah sangat lumayan kalaupun harus diakhiri di sini, dengan ending berupa aksi striker 50 juta pounds, yang di era Roberto Di Matteo, akhirnya bisa mencetak gol di sebuah panggung besar…. Punya pendapat tentang Di Matteo? Ada kotak komentar yang bisa diisi.. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H