Mohon tunggu...
Aditya Putra Dinata
Aditya Putra Dinata Mohon Tunggu... Jurnalis - Buruh Kata

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Federasi Sepak Bola atau Makelar?

8 Desember 2018   18:49 Diperbarui: 8 Desember 2018   18:50 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Final Liga 1 Gojek telah didepan mata, 2 tim terbesar yakni Persija Jakarta dan PSM Makassar akan melakoni laga terakhir yang dilaksanakan pada Minggu 9 Desember 2018. Persija Jakarta yang mengkoleksi 59 poin dihadapkan pada Mitra Kukar di Gelora Bung Karno. Selisih 1 poin pada rival beda pulau, PSM Makassar yang sering dipanggil Juku Eja harus meladeni PSMS Medan untuk dapat mencuri 3 poin di Stadion Andi Mattalatta. 

Bermain sebagai tuan rumah membuat percaya diri kian meningkat, baik dari Macan Kemayoran atau Juku Eja. Selisih satu poin antara Persija Jakarta dan PSM Makassar tidak membuat anak asuhan Robert Rene Alberts menipiskan kans juara Liga tertinggi di Indonesia. Dilaksanakannya pada hari yang sama tentu dengan tujuan agar tidak adanya pengaturan skor.

Diciderainya sepak bola Indonesia akhir - akhir ini karena pengaturan skor atau Match Fixing tampaknya tidak dipandang sebelah mata. Tak bisa dipungkiri, siapapun 2 kandidat yang mentasbihkan dirinya sebagai Juara Liga 1 Gojek 2018 membuat persepsi orang bahwa "Juara akibat pengaturan skor". 

Sepak bola Indonesia tampaknya sekarang di ambang hidup dan mati. Mulai dari pemain, staff dalam tim, wasit, bahkan federasi sepakbola tertinggi di Indonesia pun serasa "ambil bagian" dalam kasus match fixing. Tidak untuk menimbulkan polemik baru, tapi belum terlihat kerja nyata dari federasi tertinggi yang memiliki wewenang penuh. Terlepas dari rangkap jabatan ketua PSSI, Edy Rahmayadi. Harus dilakukan investigasi lebih menyelesaikan kasus ini. 

Berkaca pada Mata Najwa edisi "PSSI BISA APA?", banyak tokoh yang disebutkan sebagai dalang dibalik layar dan saat ini belum juga ada kejelasan. Komite Eksekutif "EXCO" yang harusnya dinilai menjadi agen penyelesaian masalah, malah terlibat dalam pengaturan skor di sepak bola Indonesia untuk tokoh - tokoh tertentu. Nama Hidayat mencuat ketika Manajer Madura FC "buka - bukaan" tentang kasus suap yang dialaminya. Tidak butuh waktu lama, Hidayat yang merupakan anggota Komite Eksekutif mundur dari jabatan. 

Sedih bercampur kecewa melihat sepak bola Indonesia yang tertinggal jauh dari kata sempurna. Jika dibandingkan negara tetangga sudah candu akan kualitas, Indonesia masih mengurus match fixing.

Macan Asia masih menjadi mimpi besar untuk generasi sekarang. Sepak bola Indonesia yang masih memiliki kualitas standart tampaknya masih harus berlatih lebih.  " Jika tidak memiliki memiliki potensi spesial, bermainlah dengan kegairahan" kata Jose Mourinho yang masih menangani Chelsea ketika berlabuh di Indonesia tahun 2013 silam. Melihat dari perkataan beliau dan melihat realitas yang ada, potensi spesial dan kegairahan masih belum ada ketika para federasi dan pihak - pihak lain yang bersangkutan belum mampu bebenah kasus - kasus yang menciderai Indonesia. 

Kata menciderai dipakai sebab saya yakin sepak bola Indonesia bisa pulih dan bangkit. Sekian dan terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun