mahasiswa PKN STAN yang melintas di jalan kampus tanpa helm di kepala. Helm, sebagai perlengkapan keselamatan utama bagi pengendara, sering kali dianggap tidak penting ketika berkendara di area kampus. Padahal, kecelakaan bisa terjadi di mana saja, bahkan dalam lingkungan yang dianggap aman. Fenomena ini mengundang pertanyaan: apa yang sebenarnya membuat mahasiswa mengabaikan aturan ini? Dalam pandangan ekonomi perilaku, probabilitas tertangkap dan tingkat hukuman memiliki peran penting dalam memengaruhi kepatuhan seseorang terhadap aturan. Apakah dua faktor ini menjadi alasan rendahnya kesadaran mahasiswa dalam menggunakan helm?
Tidak sulit menemukanFaktor pertama yang memengaruhi rendahnya kepatuhan adalah probabilitas tertangkap yang sangat kecil. Ketika mahasiswa merasa kecil kemungkinan untuk ditegur atau dikenai sanksi karena tidak memakai helm, mereka cenderung mengambil risiko. Kawasan kampus yang luas dan minimnya pengawasan dari petugas keamanan memberikan celah bagi mahasiswa untuk melanggar aturan ini. Bahkan, ketika mereka melewati petugas, teguran yang diberikan sering kali hanya berupa peringatan ringan, sehingga mahasiswa tidak merasa ada konsekuensi nyata. Akibatnya, banyak dari mereka merasa “aman” untuk berkendara tanpa helm, terutama jika jaraknya dekat atau mereka hanya akan melewati beberapa menit di dalam area kampus.
Selain itu, tingkat hukuman yang rendah turut mendorong ketidakpatuhan ini. Di kampus lain, pelanggaran keselamatan seperti tidak memakai helm dapat dikenai denda atau sanksi tertentu, sehingga mahasiswa berpikir dua kali sebelum melanggar. Namun, di PKN STAN, sanksi bagi pelanggar cenderung ringan atau bahkan tidak ada sama sekali. Teguran tanpa konsekuensi lebih lanjut tidak cukup untuk menciptakan efek jera, dan mahasiswa merasa bahwa risiko tertangkap maupun dampak dari pelanggaran ini bisa diabaikan. Tanpa hukuman yang kuat, aturan hanya menjadi sekadar imbauan, bukan keharusan, sehingga perilaku melanggar ini terus berlanjut.
Faktor budaya sosial di kalangan mahasiswa juga memperkuat ketidakpatuhan ini. Ketika satu mahasiswa melihat rekannya tidak memakai helm tanpa konsekuensi, perilaku ini mudah menyebar dan diikuti oleh yang lain. Budaya permisif terhadap aturan ini kemudian berkembang menjadi kebiasaan. Mahasiswa yang dulunya mungkin patuh pada aturan pun dapat merasa bahwa tidak ada yang salah dengan melepas helm. Seiring waktu, lingkungan kampus menjadi lebih permisif terhadap ketidakpatuhan, menciptakan budaya yang berpotensi merugikan keselamatan mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Kepatuhan mahasiswa dalam menggunakan helm saat berkendara di PKN STAN membutuhkan pendekatan yang lebih serius. Peningkatan pengawasan dan penerapan hukuman yang lebih tegas dapat membantu menumbuhkan kesadaran pentingnya keselamatan di lingkungan kampus. Dengan demikian, keselamatan dapat menjadi bagian dari budaya kampus, bukan hanya imbauan kosong yang diabaikan. Kepatuhan pada aturan sederhana seperti memakai helm bisa mencerminkan budaya disiplin yang akan membawa dampak positif bagi mahasiswa, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H